Ormas di Bali

KOSTER: Bali Tak Butuh Ormas Preman! Hanya Perlu Lembaga Adat Kuat & Pecalang yang Hebat

Ini adalah bentuk nyata revitalisasi hukum adat, yang sudah terbukti menyelesaikan konflik perdata dan sosial dengan cara damai. 

ISTIMEWA
SOSOK - Koster menyebut langsung, Bali tidak membutuhkan organisasi masyarakat (ormas) nakal alias preman yang meresahkan warga dan mencoreng wajah pariwisata Bali. 

TRIBUN-BALI.COM -  Gubernur Bali, Wayan Koster, akhirnya bicara lantang.

Di tengah banyaknya sorotan aksi premanisme, yang berselimut jubah organisasi kemasyarakatan, Gubernur Koster tak lagi bermain kata-kata.

Koster menyebut langsung, Bali tidak membutuhkan organisasi masyarakat (ormas) nakal alias preman yang meresahkan warga dan mencoreng wajah pariwisata Bali.

Momen itu disampaikan Gubernur Koster, saat meresmikan Bale Paruman Adhyaksa dan Bale Restorative Justice di Badung, Kamis (8/5/2025).

Di hadapan Kajati Bali, bupati, dan para tokoh adat, Gubernur Koster menggarisbawahi urgensi mengembalikan kekuatan penyelesaian masalah ke akar budaya yaitu desa adat.

Baca juga: TAK TOBAT! Baru Bebas 6 Bulan, Pria Asal Buleleng Kembali Lagi Ke Penjara Karena Kasus Narkoba

Baca juga: Ternyata Karena Masalah Asmara, Pria Asal Tabanan Hampir Lompat Ke Jembatan Tukad Bangkung

“Bentuknya Ormas, tapi kelakuannya preman. Ini tidak bisa dibiarkan,” tegas Koster dengan nada serius.

“Badung adalah jantung pariwisata. Kita tak bisa membiarkan ruang publik dirusak perilaku liar berkedok organisasi,” tambahnya.

Gubernur asal Desa Sembiran ini menilai, program Kejati Bali sebagai langkah cerdas yang perlu diperluas.

Bale Paruman Adhyaksa, yang berbasis hukum adat, digadang menjadi benteng baru yang sanggup menekan kriminalitas sosial tanpa harus menempuh jalur pengadilan. “Ini bukan hanya urusan hukum. Ini pertaruhan masa depan Bali,” kata Koster.

Secara tegas, ia juga menyinggung peran Sipandu Beradat, sistem keamanan terpadu desa adat yang melibatkan pecalang.

Menurutnya, jika lembaga adat dan pecalangnya kuat, Bali tak butuh Ormas tambahan yang kerap membawa agenda tersembunyi.

Koster menyudahi pidatonya dengan peringatan halus namun tajam. “Siapa pun yang menyalahgunakan nama organisasi untuk meresahkan masyarakat, akan berhadapan langsung dengan adat dan negara. Jangan anggap enteng kekuatan budaya Bali," pungkas Gubernur Koster.

Senada dengan Gubernur Bali, Kepala Kejati Bali, Ketut Sumedana, menambahkan bahwa konsep Bale Paruman bukan sekadar simbol.

Ini adalah bentuk nyata revitalisasi hukum adat, yang sudah terbukti menyelesaikan konflik perdata dan sosial dengan cara damai. 

"Kalau pidana, tentu ada batasan. Tapi konflik internal masyarakat bisa diselesaikan tanpa harus sampai ke penjara," ujarnya.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved