Berita Buleleng

Widiana Sebut Ada 6 Penyebab Siswa SMP di Buleleng Alami Kesulitan Baca

Kesimpulan sementara setelah hampir sebulan pendampingan, tercatat ada 6 penyebab keterlambatan membaca pada siswa SMP.

Tribun Bali/ Muhammad Fredey Mercury
Beri keterangan - Dekan FIP, I Wayan Widiana bersama tim pendamping FIP saat memberi keterangan progres pendampingan baca tulis yang dilakukan hampir sebulan. 

 


TRIBUN-BALI.COM, SINGARAJA - Relawan dari Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Undiksha melakukan pendampingan belajar pada siswa SMP di Buleleng yang mengalami gangguan baca dan tulis. 

Kesimpulan sementara setelah hampir sebulan pendampingan, tercatat ada 6 penyebab keterlambatan membaca pada siswa SMP.

Hal tersebut diungkapkan Dekan FIP Undiksha, I Wayan Widiana ditemui Senin (2/6/2025) mengatakan, belum lama ini pihaknya mengadakan pertemuan terbuka dengan relawan yang terdiri dari dosen dan mahasiswa.

Baca juga: TRAGIS! 2 Pemuda Tewas Kecelakaan di Jalanan Denpasar, Kepala Penyok Hingga Tak Bergerak di TKP

Dari pertemuan itu, ia menyimpulkan ada enam penyebab siswa mengalami keterlambatan membaca. 

Pertama yakni gangguan kognitif. Menurut Widiana, kemampuan kognitif rendah pada anak menyebabkan ia sudah menerima materi.

Baca juga: Jawab Antusiasme Wisatawan, Vietnam Airlines Buka Rute Langsung Ho Chi Minh–Bali

Selanjutnya gangguan fisik berupa penglihatan dan pendengaran. Itu yang juga menyebabkan siswa susah membaca dan menulis. Adapula gangguan saraf yakni disleksia. 


"Penyebab lainnya yakni gangguan emosional dan psikososial. Itu merupakan gangguan traumatik. Anak-anak trauma belajar karena ada faktor dari keluarga yang mungkin keras, atau lingkungan sekolah yang kurang nyaman," jelasnya. 


Selanjutnya siswa memiliki kemampuan atau komunikasi bahasa yang berbeda. Widiana menilai siswa sulit beradaptasi saat dihadapkan dengan bahasa berbeda antara di lingkungan rumah dengan pembelajaran di sekolah. "Terkahir yakni disebabkan proses pembelajaran dan motivasi dukungan belajar yang kurang," ucapnya. 


Mengenai hal ini, pihaknya berkomitmen untuk melanjutkan pendampingan yang telah dimulai pada 6 Mei 2025. Pendampingan ini melibatkan 76 dosen serta 375 mahasiswa. Di mana mahasiswa tiap hari harus membuat laporan perkembangan anak. 


"Kami melibatkan mahasiswa semester 4 dan 6 menjadi relawan dalam pengentasan masalah ini. Seluruhnya didanai secara mandiri," ucapnya. 


Proses pendampingan, lanjut Widiana, dilakukan pada kelas khusus yang disediakan oleh sekolah. Di mana setiap pendampingan membutuhkan waktu selama 3 jam. 


Untuk di wilayah perkotaan, pendampingan dilakukan empat kali dalam sepekan. Sedangkan di wilayah desa yang cenderung pelosok, pendampingan dilakukan dua kali dalam sepekan. "Ini karena keterbatasan jarak. Disamping juga mahasiswa yang menjadi relawan masih mengikuti perkuliahan," ucapnya. 


Widiana mengatakan, saat ini pihaknya masih melakukan proses pendampingan awal. Ia berencana membuat kesepakatan dengan siswa, agar pendampingan belajar tetap berjalan saat libur sekolah. "Sejauh ini tidak ada kendala dalam pendampingan," imbuhnya.


Widiana juga berharap pendampingan yang dilakukan mahasiswa bisa menjadi role model bagi sekolah. Diharapkan sekolah melihat cara pendampingan yang dilakukan mahasiswa, sehingga bisa diaplikasikan apabila terjadi kasus serupa di tahun-tahun berikutnya. 


"Mudah-mudahan apa yang kami lakukan ini ditiru oleh sekolah. Sehingga ketika ada kasus serupa, sekolah sudah punya solusinya," kata dia. (mer)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved