Sampah di Bali

Setuju Pengurangan Sampah Plastik Sekali Pakai, Mahasiswa FK Unud Bilang Tidak Perlu Pelarangan Ini

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana (Unud) menyambut baik program Gubernur Bali, I Wayan Koster, untuk mengurangi sampah plastik sekali

Istimewa
ILUSTRASI - Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana (Unud) menyambut baik program Gubernur Bali, I Wayan Koster, untuk mengurangi sampah plastik sekali pakai di Bali. Tetapi bukan pelarangan untuk penggunaannya, seperti yang termuat dalam Surat Edaran Gubernur Nomor 9 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah yang memuat larangan produksi dan penjualan air minum kemasan berukuran kurang dari satu liter. 

TRIBUN-BALI.COM - Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana (Unud) menyambut baik program Gubernur Bali, I Wayan Koster, untuk mengurangi sampah plastik sekali pakai di Bali.

Tetapi bukan pelarangan untuk penggunaannya, seperti yang termuat dalam Surat Edaran Gubernur Nomor 9 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah yang memuat larangan produksi dan penjualan air minum kemasan berukuran kurang dari satu liter.

Sebab kaitannya salah satunya, pada jam kuliah yang panjang dan aktivitas tambahan, membuat mahasiswa membutuhkan ekstra air minum selain yang dibawa dalam tumbler.

Baca juga: KOSTER: Stop Produksi AMDK Plastik di Bawah 1 Liter! Januari 2026 Bali Bersih, Kumpulkan Produsen

Baca juga: Tanpa Larang Jual Air Minum Kemasan di Bawah 1L, Pura Agung Besakih Bisa Bersih dari Sampah Plastik

Sehingga selain tidak praktis, mahasiswa juga terkadang tidak bisa selalu membeli AMDK 1 liter tiap hari. ”Saya setuju dengan pengurangan sampah plastik sekali pakai di Bali ini. Tapi, kalau sampai melarang menggunakannya saya kurang setuju.

Karena, saya dan teman-teman mahasiswa lain juga masih sangat membutuhkan air mineral khususnya yang botol kecil dan sedang saat kuliah,” ujar Made Satya dari Fakultas Kedokteran Prodi Fisioterapi Unud dalam siaran persnya.

Meskipun selalu membawa tumbler ke kampus, dia mengaku tetap saja membutuhkan air mineral kemasan botol kalau air dalam tumblrnya habis.

Apalagi air isi ulang belum tersedia secara umum. Kalau hanya sekali kelas kuliah saja, air di tumbler masih cukup.

“Tapi seringkali ada kegiatan lain sehabis kelas kuliah. Mau tidak mau, saya pun harus membeli air mineral botol sedang. Apalagi di Fakultas kita, belum tersedia air galon isi ulang atau semacam tap water.

Dan kalau beli botol yang satu liter juga berat bawanya di tas, selain harganya juga lebih mahal,” ucapnya. Bukan hanya para mahasiswa saja, menurutnya, peraturan terkait pelarangan produk air minum kemasan ukuran di bawah satu liter itu juga menyulitkan para pedagang dan masyarakat luas untuk mencari penggantinya.

“Bukan hanya mahasiswa saja, tapi pedagang dan masyarakat luas juga pasti akan terganggu aktivitasnya dengan adanya kebijakan pelarangan tersebut,” katanya. 

Menyikapi alasan Gubernur Bali untuk melarang penggunaan kemasan air mineral, ukuran di bawah satu liter karena menimbulkan masalah sampah, Made menyampaikan ketidaksepakatannya.

Dia mencontohkan seperti di kampusnya, ada bank sampah yang mengelola sampah plastik sekali pakai tersebut. “Artinya, sampah-sampah plastik sekali pakai itu tidak sampai nyampah di lingkungan karena keberadaan bank sampah di kampus,” tuturnya.

Intinya, adalah bagaimana pengelolaan sampah itu sendiri yang penting. Sehingga plastik bisa diolah dengan baik dan benar tanpa mencemari lingkungan. 

Hal serupa disampaikan Kelvin Deonisius, mahasiswa Fakultas Kedokteran Prodi Fisioterapi Unud lainnya. Dia mengatakan memiliki alasan, kenapa kurang setuju dengan kebijakan Gubernur Koster yang melarang penggunaan air mineral kemasan di bawah satu liter.

Pertama, bahwa air mineral kualitas sangat baik untuk kesehatan.  Selain itu, menurutnya, air mineral kemasan di bawah satu liter itu sangat dibutuhkan ketika masyarakat lagi jalan-jalan tiba-tiba merasa haus.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved