Berita Bali

LARIS MANIS Permen Banten Terjual Hingga 25 Bungkus Per Hari, Namun Simak Fakta Di Baliknya 

Seperti salah satu pedagang banten di Pasar Wangaya Denpasar, Yanti (45) mengatakan ia menjual permen banten dengan harga Rp 2 ribu per bungkus.

TRIBUN BALI/ NI LUH PUTU WAHYUNI SRI UTAMI
PERMEN BANTEN – Penampakan permen banten beredar di pasaran khususnya di Bali. 

Lebih lanjut ia mengatakan apapun itu yang dipersembahkan pada Tuhan maka harus yang layak dikonsumsi. Terlebih jika bentuknya berupa makanan.

“Beredar di pasaran, kita semuanya harus peduli jangan sampai ada korban tapi saya juga belum dengar ada korbannya. Kalau pun ada, apapun itu yang jenis makanan, itu kan harus ada izin dari BPPOM. Enggak boleh sembarangan dikonsumsi,” kata dia. 

Menurutnya permen banten yang diedarkan tak layak konsumsi sudah menyalahi aturan. Sebab di Bali usai menghaturkan persembahan biasanya persembahan tersebut akan dinikmati. 

“Kita persembahan dulu. Persembahan sudah itu baru kita lungsur. Maksudnya gitu. Persembahan di Bali merupakan sukla bukan paridan. Barang yang bukan paridan itu dipesembahkan dulu dan itu baru kita lungsur. Setiap yang kita pesembahkan itu yang kita ya kita lungsur, kita makan,” bebernya. 

Maka dari itu, ia meminta agar BPOM turut serta mengawasi hal tersebut. Ia pun meminta agar permen banten tidak diedarkan lagi sebab dikhawatirkan akan dikonsumsi usai disembahkan. Ketika permen ditaruh di atas canang biasanya dinamai mesoda di Bali. Yang menjadi bentuk tanda syukur. Selain permen biasanya sodan juga diisi kue-kue, dan roti. 

“Tidak ada kata harus, tetapi apakah kita melarang mempersembahkan permen? Karena rasa syukur umat, dan itu namanya persembahan merasa syukurnya,” jelasnya. 

Selain itu juga pada caru yang umurnya sudah sekian hari yang menimbulkan bau, menurut Kenak hal tersebut tidak masalah sebab bahan yang digunakan masih sukla. “Itu bahannya bahan sukla, bahan yang suci. Hewannya diupacarai dulu baru dipersembahkan,” ujarnya. 

Ia meminta agar masyarakat harus lebih berhati, jangan sampai sembarangan mengonsumsi permen banten. “Dengan segala keterbatasan, kita harus memberikan edukasi kepada masyarakat. Enggak ada, istilah keharusan canang dikasih permen kalau mau kasih permen, yang layak dikonsumsi,” tutupnya.  (sar)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved