Berita Bali

LARIS MANIS Permen Banten Terjual Hingga 25 Bungkus Per Hari, Namun Simak Fakta Di Baliknya 

Seperti salah satu pedagang banten di Pasar Wangaya Denpasar, Yanti (45) mengatakan ia menjual permen banten dengan harga Rp 2 ribu per bungkus.

TRIBUN BALI/ NI LUH PUTU WAHYUNI SRI UTAMI
PERMEN BANTEN – Penampakan permen banten beredar di pasaran khususnya di Bali. 

TRIBUN-BALI.COM - Permen banten digunakan hampir setiap hari pada saat umat Hindu menghaturkan banten atau sesajen. Setiap pedagang banten di pasaran pasti menjual permen banten dengan harga yang lebih murah dibandingkan permen biasanya. 

Seperti salah satu pedagang banten di Pasar Wangaya Denpasar, Yanti (45) mengatakan ia menjual permen banten dengan harga Rp 2 ribu per bungkus. Lebih murah lagi jika ada yang membeli 3 bungkus hanya dihargai Rp 5 ribu. Kendati demikian, Yanti mengakui bahwa permen banten tersebut tak dapat dikonsumsi. 

“Ini (permen banten) tidak boleh dimakan untuk banten saja tidak ada yang mau makan karena pahit rasanya. Permen banten ini rasanya agak pahit rasanya seperti kopi atau cola,” jelasnya saat ditemui, Jumat (25/7). 

Baca juga: JENAZAH Surata Dinanti Sang Istri & Keluarga, Korban KMP Tunu Ikuti Mulang Pakelem di Selat Bali

Baca juga: POLISI Dalami Laporan Dugaan Perzinahan dan Pencemaran Nama Baik yang Seret 2 PPPK di Buleleng 

Lebih lanjut ia mengatakan dalam satu hari terutama saat rahinan ia dapat menjual hingga 25 bungkus permen banten. Terdapat sales yang datang membawa permen banten ke kiosnya setiap hari. 

“Kayaknya diproduksi di Jawa soalnya salesnya bilang kalau permennya terlambat datang dia bilang belum datang dari Jawa. Biasanya permen banten ini ditaruh di canang atau rarapan,” imbuhnya. 

Sementara itu, Ketut Rusadi, salah satu warga Bali yang sering menggunakan permen banten untuk sesajen mengatakan hampir setiap hari menggunakan permen banten untuk menghaturkan sesajen.

“Dipakai (permen banten) mebanten setiap hari, kan ada mebanten canang tangkih (segitiga dari pohon pisang) di sana biasanya saya taruh permen bantennya,” ucap Rusadi. 

Rusadi mengakui bahwa ia tak mengetahui kalau permen banten ini tak boleh dikonsumsi. Namun ia sendiri tak pernah mengonsumsi permen tersebut.

“Saya tidak tahu kalau permen banten tidak bisa dimakan, tapi saya tidak pernah juga mencobanya karena dari bungkus permennya juga seperti daur ulang,” imbuhnya. 

Saat rahinan seperti Purnama, biasanya Rusadi menghabiskan hingga satu setengah bungkus permen banten. Sementara pada hari biasa, hanya setengah bungkus. 

Sebelumnya sempat beredar berita dan video dari kebumen24 terkait pabrik pembuatan permen banten yang viral di Kebumen. Sekali kirim sejumlah 7 ton permen banten didistribusikan ke Bali

Sebelumnya juga viral video dan berita di media sosial tentang permen sajen untuk upacara adat umat Hindu di Bali

Permen berlabel “Mahar Dewa Agung – Permen Sajen Banten” yang dibuat khusus untuk sesajen, bukan untuk dikonsumsi. Permen ini diproduksi sebuah usaha rumahan di Desa Purwosari, Kebumen, Jawa Tengah. 

Sekali kirim ke Bali sebanyak 7 ton. Permen banten yang beredar luas di Bali tersebut ternyata berasal dari permen reject atau tidak layak edar yang didatangkan dari Jakarta.

Sementara itu, Ketua PHDI Bali, I Nyoman Kenak mengatakan, pemberian permen untuk banten tidak diharuskan. “Itu persembahan sebagai bentuk rasa syukur kita kepada Tuhan apapun itu, bahan yang kita persembahkan harus dari bahan yang sukla suci bersih,” jelasnya, Jumat (25/7). 

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved