PMI Bekerja di Luar Negeri
OKTA Nekat Demi Gaji Lebih Tinggi, Suka Duka PMI Asal Bali, 5.631 Warga Bali Bekerja ke Luar Negeri
Dinas Ketenakerjaan dan ESDM Provinsi Bali mencatat jumlah PMI dari Bali pada Januari hingga Juni 2025 sebanyak 5.631 orang.
“Pengalamannya high pressure di sini (luar negeri). Akan tetapi, itu sebanding dengan apa yang didapat (penghasilan),” ungkapnya.
Okta menempati posisi assistant waiter di kapal pesiar. Ia menyebutkan di lingkungan kerja lebih nyaman, karena semua sudah bekerja sesuai job desk masing-masing.
Meski demikian, di balik gaji yang lebih tinggi, ia harus menahan duka yang tak bisa terbayarkan oleh apapun. Ia harus rela jauh dari anak dan istri, orangtua serta keluarga, dan teman-temannya di Bali.
Menurutnya, masih banyak perusahaan hotel, beach club dan lainnya yang memberikan salary yang lumayan besar. Hanya saja, dirinya mengaku belum menerima kesempatan tersebut sehingga bekerja ke luar negeri adalah salah satu jalan untuk mewujudkan segala cita-citanya.
“Masih banyak perusahan dengan gaji besar, tetapi mungkin saya belum diberikan kesempatan gabung di sana. Jika bisa memilih, saya masih ingin kerja di Bali agar lebih dekat dengan keluarga,” tuturnya.
Kisah suka dan duka PMI asal Bali juga diceritakan Kadek Mahendra Putra (33) warga asal Desa Tojan Klungkung. Mahendra hampir genap 5 tahun mengadu nasib untuk bekerja ke luar negeri.
Meskipun berat meninggalkan keluarga berbulan-bulan, alasan kesejahteraan membuatnya tetap memilih mencari peruntungan sebagai pekerja di kapal pesiar.

Mahendra sebelumnya bekerja sebagai pegawai di salah satu BPR di Bali. Namun 3 tahun bekerja, menurutnya penghasilan di BPR sebagai petugas lapangan sebagai Account Officer dirasakan tidak cukup untuk menghidupi keluarganya.
“Kalau dulu saya petugas lapangan gaji pokok UMR (Upah Minimum Regional), ada tambahan uang bensin lagi sedikit. Saat lajang saja merasa tidak cukup, apalagi berkeluarga,” ujar Mahendra, Minggu (27/7).
Mahendra yang tinggal di lingkungan para pekerja migran, membuatnya mengambil keputusan untuk berangkat bekerja di kapal pesiar. Terlebih keluarga dan tetangganya juga tidak sedikit yang berangkat ke kapal pesiar.
“Jadi saat itu saya merasa sulit mendapatkan penghasilan besar untuk bekerja di Bali. Jadi saya memilih kerja ke luar negeri. Bekerja di kapal pesiar,” ungkap dia.
Memilih bekerja ke luar negeri bukanlah hal yang mudah baginya. Sebelum berangkat ia harus kursus, hingga mengurus berbagai berkas untuk memenuhi persyaratan berangkat.
“Itu saya ingat, saat awal berangkat itu total saya habiskan modal sekitar Rp 45 juta. Itu awal bekerja berat sekali rasanya, harus adaptasi ritme kerja hingga makanan,” ungkapnya.
Pada bulan-bulan awal bekerja, ia mengaku sempat stress. Mulai dari adaptasi makanan, jam kerja yang berat, hingga lingkungan kerja yang menurutnya kurang baik. Namun karena dibebani hutang untuk berangkat, membuat tekadnya untuk bertahan.
“Jangan lihat hasilnya saja, itu awal-awal kerja di kapal pesiar berat sekali. Tidak sebatas jam kerja, tapi juga lingkungan kerja keras sekali. Di sana, saat awal kerja, kebanyakan drama. Mental sebenarnya sudah down saat itu, tetapi ingat lagi saya berangkat cari hutang, harus bersabar dan kuat,” ungkapnya.
Ribuan Warga Jembrana Bali Bekerja Di Luar Negeri, Terbanyak di Jepang, Ingin Perbaiki Ekonomi |
![]() |
---|
Kisah Made Eri, Kerja Di Bali Belasan Tahun Selalu Pas-pasan, Ke Jepang Untuk Penghasilan Tinggi |
![]() |
---|
Lamaran di Dalam Negeri Ditolak, Pekerja Migran Asal Bali Gede Dharma Nekat ke Jepang |
![]() |
---|
NEKAT ke Jepang Usai Lamaran Selalu Ditolak, Gede Dharma: Entah Bagaimana Standar Dalam Negeri! |
![]() |
---|
SOSOK Gede Kerja 3 Tahun di Jepang, Ditolak Kerja di Dalam Negeri Alasan Utama ke Luar Negeri |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.