Sampah di Bali
BUDGET Bisa Hanya Rp 1 Juta, Koster Tegaskan Tak Ada Susahnya Desa Buat Teba Modern
Ia mencontohkan desanya sendiri yang akan membangun 20 Teba Modern untuk mengatasi sampah organik, sekaligus mendukung pertanian organik.
Penulis: Ni Luh Putu Wahyuni Sari | Editor: Anak Agung Seri Kusniarti
TRIBUN-BALI.COM — Gubernur Bali, Wayan Koster menyebutkan solusi dari sampah yang dihasilkan masyarakat adalah pembuatan Teba Modern dan pengadaan insinerator di wilayah dekat Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Regional Sarbagita Suwung, Kota Denpasar.
Hal ini dinilai tepat dilakukan menjelang rencana penutupan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung. “Pengelolaan sampah berbasis sumber sesuai Pergub 47 Tahun 2019. Itu saja dilaksanakan,” ucap Koster saat ditemui di Rapat Paripurna DPRD Bali, Rabu (6/8).
Namun karena belum semua desa memiliki Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS3R), Koster menyarankan alternatif yang lebih sederhana dan murah, yakni pembuatan Teba Modern, yang menurutnya bisa dibuat dengan anggaran minim. “Di sejumlah desa bisa dia bikin satu teba modern itu hanya Rp 1 juta. Kalau memang mau, enggak ada susah,” sambungnya.
Ia mencontohkan beberapa wilayah seperti Kabupaten Gianyar, Badung, dan Buleleng yang sudah lebih dulu menginisiasi pengolahan sampah organik menjadi pupuk tanpa perintah pemerintah provinsi.
“Kalau desa itu bisa, kenapa yang lain enggak bisa? Ini khan soal kemauan. Kalau enggak ada kemauan, sampai ribuan tahun ke depan juga nggak selesai,” bebernya.
Baca juga: Elpiji 3 Kg Langka di Denpasar, Warga Keluhkan Harga di Warung Tembus Rp 27 Ribu
Baca juga: CUACA Buruk, Penyeberangan Fast Boat di Padangbai Ditutup Sementara
Terkait penanganan sampah anorganik yang sulit diolah di tingkat rumah tangga, Pemprov Bali juga tengah menyiapkan lokasi insinerator di sekitar kawasan TPA Suwung. “Oh, sudah dicari lokasi alternatif di wilayah dekat-dekat TPA Suwung,” katanya.
Menjawab soal bantuan Pemprov kepada desa-desa yang akan membangun teba modern, Koster menyebutkan setiap desa sejatinya memiliki berbagai sumber anggaran yang dapat dimanfaatkan.
“Sebenarnya kan desa itu punya anggaran. Ada dana desa, dana APBN, ada dana BKK, dana yang dari kabupaten ke desa kan ada juga. Terus ada juga dari PHR yang diselesaikan. Jadi di Badung itu sudah jalan banyak dia, sudah sedang dikerjakan itu,” jelasnya.
Ia mencontohkan desanya sendiri yang akan membangun 20 Teba Modern untuk mengatasi sampah organik, sekaligus mendukung pertanian organik. “Ternyata bisa. Kalau yang itu bisa mengapa yang lain enggak? Khan sama saja,” tambahnya.
Terkait masalah keterbatasan lahan yang dialami sejumlah wilayah seperti Kota Denpasar, Koster mengusulkan agar desa-desa tersebut bergabung dan bekerja sama dalam pengelolaan sampah. “Ya enggak harus satu desa satu, bisa bergabung,” ujarnya.
Koster juga menyebutkan jika TPA Suwung tidak ditutup permanen pada Desember 2025, maka akan diterapkan sanksi pidana untuk Pemerintah Daerah. “Kalau enggak ditutup sampai bulan Desember, itu akan diterapkan pidana oleh Kementerian Lingkungan Hidup,” ucap Koster.
Penutupan ini merupakan tindak lanjut dari Keputusan Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Bapedal Nomor 921 Tahun 2025, yang melarang penggunaan metode open dumping dalam pengelolaan sampah. KLHK telah memberikan batas waktu hingga akhir tahun 2025 bagi daerah untuk menyetop sistem pembuangan sampah terbuka.
Menurut Koster, sebelumnya KLHK bahkan sudah memproses secara hukum sejumlah pejabat daerah karena pencemaran lingkungan akibat metode open dumping di TPA Suwung. Namun, proses itu ditunda setelah adanya permintaan langsung dari pihak Pemprov Bali.
“Kadis (Kepala Dinas) lingkungannya dan Kepala UPT-nya mau dijadikan tersangka. Saya minta tolong, mereka enggak melakukan kesalahan apa,” imbuhnya.
Menurut Koster, Kementerian Lingkungan Hidup menilai, keberadaan TPA Suwung dengan sistem open dumping mencemari lingkungan dan sudah tak layak lagi digunakan.
Pemerintah daerah diminta fokus ke pengelolaan sampah berbasis sumber, melalui skema 3R (reduce, reuse, recycle) dan fasilitas TPS3R di masing-masing desa dan kelurahan. “Karena mencemari lingkungan. Ya, karena open dumping,” tegasnya lagi.
Tahapan penutupan TPA Suwung telah dituangkan dalam Surat Gubernur Bali Nomor: B.24.600.4/3664/PSLB3PPKLH/DKLH tertanggal 23 Juli 2025, yang ditujukan kepada Wali Kota Denpasar dan Bupati Badung. Dua wilayah tersebut diminta segera mempersiapkan sistem dan lokasi pengelolaan sampah secara mandiri.
Sementara itu, terkait rencana pembangunan teknologi pengolahan sampah seperti insinerator atau pembakaran termal masih menunggu kejelasan regulasi.
Pemerintah Provinsi Bali disebut masih menanti terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) untuk mendukung pembangunan fasilitas tersebut. “Itu masih nunggu Perpres selesai,” ujarnya. (sar)
KOSTER TEGAS Sampah Organik Harus Diolah & Selesaikan Sendiri! Sampah Campur Masih Ada di TPA Suwung |
![]() |
---|
Mayoritas Perusahaan AMDK Lokal di Bali Bingung Sikapi SE Pelarangan AMDK di Bawah 1 Liter |
![]() |
---|
Buang Sampah Organik ke Mana? DLHK Denpasar: Tidak Mesti dengan Teba |
![]() |
---|
DEMO Pengendara Puluhan Motor Pengangkut Sampah, Parkir Berjejer di Depan Kantor Gubernur |
![]() |
---|
Bupati Badung Ragukan Efektivitas Incenerator Atasi Sampah, Tunda Anggaran Pembelian |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.