Sampah di Bali

Sampah Sering Meluber, TPS Seram Denpasar Bali Ditutup Permanen, Lakukan Penjagaan di Malam Hari

Pasca penutupan ini, selama sebulan ke depan pihaknya akan terus melakukan penjagaan khususnya di malam hari. 

Tribun Bali/Putu Supartika
TPS Seram di barat Level 21 Denpasar resmi ditutup. Kerap Meluber dan Ada yang Buang Sampah Pakai Jasa Ojol, TPS Seram Denpasar Bali Ditutup Permanen 

Pihaknya juga telah membagikan komposter bag kepada warga yang berlangganan di swakelola sampah.

Sementara itu, Kepala DLHK Denpasar, Ida Bagus Putra Wirabawa juga mengatakan hal yang senada. 

“Karena banyak dari luar buang sampah ke sana. Dan itu lahannya milik desa apa banjar, sehingga diputuskan untuk menutup,” paparnya. 

Dengan ditutupnya TPS seram ini, kini sudah 5 TPS yang telah ditutup di Denpasar. Selain TPS Seram, yang sudah ditutup yakni TPSS Lumintang yang disulap jadi Skate Park. 

Lalu ada di Jalan Gunung Agung berubah menjadi Puskesmas Ramah Ibu dan Anak serta 2 TPSS di kawasan Jalan Sudirman. 

Dengan penutupan tersebut, kini masih tersisa 4 TPSS lagi yakni TPSS Yangbatu, Jalan Pulau Seram, Kreneng, dan Monang Maning. Khusus untuk di Monang Maning sudah dilakukan pembatasan.

Di sisi lain, Ketua Forum Swakelola Sampah Bali (FSSB), I Wayan Suarta mengatakan, pihaknya telah melakukan pertemuan dengan Gubernur Bali, Wayan Koster yang membahas mengenai permasalahan sampah, Kamis 7 Agustus 2025. 

Forum Swakelola Sampah ini membawahi hampir 500 swaklola-swaklola sampah yang menjual jasa pengangkutan sampah dari, Kabupaten Badung dan Kota Denpasar

Termasuk pembahasan mengenai pembatasan sampah per tanggal 1 Agustus di TPA Suwung untuk pembuangan sampah organik dan sampah yang diterima hanya sampah non organik dan residu. 

Sedangkan sampah organik dinilai dapat diselesaikan sendiri di masing-masing rumah tangga.

Permasalahannya adalah sampah residu dan sampah organik di mana dari 100 persen sampah di Bali terdiri dari hampir 70 persen merupakan sampah organik. 

Sampah organik menimbulkan bau terlebih sampah tersebut merupakan sisa-sisa makanan dari dapur. 

“Kita juga berikan masukan kepada Gubernur dan beliau pun juga memahami apalagi di kota Denpasar, Badung sebagian besar disini juga lahan juga sempit sekali, tidak ada lahan kosong di kota besar seperti Denpasar. Jadi untuk menerapkan program-program itu apalagi teba modern itu sudah tidak bisa,” ucap, Suarta. 

Terlebih jika akan menerapkan teba vertikal di depan rumah juga akan sulit dilakukan karena pekarangan lahan kosong sudah tidak ada, dan lahan untuk membakar sampah juga tidak tersedia. 

Saat musim hujan air akan masuk ke teba vertikal. Sedangkan teba vertikal terbuat dari tanah liat, sehingga air akan diam di dalam teba vertikal dengan jangka waktu yang lama, tidak bisa langsung terserap. 

Halaman
123
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved