WNA di Bali

Banyak WNA Salahgunakan Izin Usaha di Bali, Rai Mantra Sebut Aturan Nominal Transaksi Sangat Rendah

Hasil audit BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) menemukan penyalahgunaan izin usaha

(Tribun Bali/Ida Bagus Putu Mahendra)
SOSOK - Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra (Rai Mantra) saat ditemui saat ditemui beberapa waktu lalu. Terkait izin usaha, ia menyebutkan nomnal investasi di Bali sangat rendah. 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR — Hasil audit BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) menemukan penyalahgunaan izin usaha Penanaman Modal Asing (PMA) di Bali.

Hal ini merupakan salah satu dampak overtourism di Bali.

Padahal seharusnya izin tersebut diperuntukan pada skala UMKM, namun tercatat diberikan kepada perusahaan PMA.

Baca juga: ANCAMAN Pertamina Cabut Hak Usaha, Satgas LPG 3 Kg Bali Sidak 7 Pangkalan di Denpasar Bali

Tercatat dari 39,7 persen dari izin yang diperiksa tidak memenuhi persyaratan usaha, tentunya mematikan UMKM lokal. 

Menanggapi hal tersebut, Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra mengatakan telah mengetahui temuan BPKP soal izin usaha yang diberikan perusahaan asing.

Baca juga: Transaksi Pameran UMKM di Kantor Bupati Jembrana Rp100 Juta Sehari, Didominasi Dua Sektor ini

Menurutnya hal tersebut sangat kecolongan. 

Ia juga menjelaskan, seharusnya ada penindakan untuk mengendalikan.

Sebagai Komite III di DPD RI membidangi pariwisata, Rai Mantra mengatakan telah bertemu dalam rapat kerja dengan Menteri Pariwisata April lalu.

Baca juga: Bank Indonesia Berharap Pameran KKI Dorong Promosi UMKM Naik 40 Persen

“Sebagai Anggota DPD RI perwakilan Bali menyampaikan kondisi yang terjadi."

"Salah satunya menyangkut tentang UMKM yang menjadi sorotan masyarakat lokal karena harus bersaing dengan orang asing,” jelas Rai Mantra pada Kamis 21 Agustus 2025. 

Lebih lanjut ia memaparkan, UU nomor 35 tahun 2007 tentang Penanaman Modal Asing (PMA)  mengatur hal tersebut sehingga terjadi persaingan antara lokal dan warga negara asing (WNA).

Salah satunya dianggap biang kerok batasan investasi yang rendah Rp10 miliar untuk WNA, sedangkan klasifikasi modal usaha sama dengan UMKM warga lokal.

“Sehingga kita di Bali tidak memperoleh manfaat investasi yang berkualitas malah justru mempersempit ruang gerak masyarakat lokal karena persaingan dengan pendatang maupun WNA,” imbuhnya. 

Rai Mantra berpandangan, rendahnya aturan nominal investasi tersebut tidak cocok diberlakukan di Bali.

Justru investasi harus dikendalikan karena mengancam kondisi pariwisata budaya di Bali yang mengarah pada mass tourism

Selain itu, salah satu penyebab over tourism karena mudahnya datang dan berusaha di Bali

“Belum lagi dengan cara-cara nominee atau atas nama orang lokal,” sentil Rai Mantra. 

Bali mengusung brand Culture Tourism yang sejatinya menguntungkan dalam pemberdayaan masyarakat, lingkungan serta pelestarian budaya, bukan justru mendistorsi modal budaya serta melemahkan daya saing penduduk lokal akibat kapitalisme yang tidak dapat diatur atau dikendalikan. 

“Saya pernah menyampaikan masalah golden visa ini, tapi masih menjadi pembahasan lebih mendalam korelasinya terhadap fenomena persaingan UMKM dan lainnya,” sambungnya. 

Rai Mantra menegaskan di Bali perlu adanya kekhususan dalam mengatur atau mengelola kebudayaan.

Budaya sebagai modal, seharusnya investasi dan keimigrasian memperhatikan kebudayaan sebagai potensi di Bali terpelihara dan terjaga. 

“Modal budaya ini menyangkut investasi, keimigrasian dan lainnya agar potensi Bali yang berakar dari modal budaya tersebut dapat terpelihara dan terjaga dengan baik."

"Pada prinsipnya pariwisata budaya adalah pariwisata yang bukan hanya pewarisan tangible atau aset."

"Namun, warisan tak benda atau intangible juga termasuk. Yang terpenting makna hidup yang ada dalam nilai dan norma sehingga perlu pengelolaan secara khusus."

"Bukan hanya Bali, daerah lain juga yang memiliki potensi budaya sebagai aset akan sama,” bebernya. 

Disarankan adanya kekhususan dalam mengatur dan mengelola pariwisata.

Aturan investasi PMA, bagi Rai Mantra di provinsi lain masih dibutuhkan, tetapi di Bali tidak relevan.

Rai Mantra memberikan masukan adanya task force atau gugus tugas untuk segera mengendalikan ini.

“Karena sudah ditunggu-tunggu oleh masyarakat Bali kalau tidak no more Bali,” tegasnya. 

Salah satunya harus dievaluasi adalah sistem perizinan online single submission (OSS).

Jika tidak dikendalikan, masyarakat Bali yang bisa dikendalikan investasi

“OSS ini perlu dievaluasi, investasi tidak dikendalikan, kita akan dikendalikan investasi,” sambung Rai Mantra. 

Disinggung mengenai upaya penyelesaian soal dampak OSS WNA oleh Kementerian Pariwisata, BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) bekerja sama dengan imigrasi menggelar Operasi Wira Waspada yang telah dilaksanakan pada bulan Januari.

Dari operasi tersebut didapat sebanyak sebanyak 267 perusahaan di Bali yang tidak sesuai dengan bidang usahanya.

Telah dilakukan pemeriksaan dan imigrasi telah melakukan tindakan administratif keimigrasian berupa deportasi beserta NIB nya dicabut.

Menurut Rai Mantra, yang disampaikan Kemenpar tidak sesederhana itu, kalau belum ada pengelolaan khusus di Bali akan terus terjadi permasalahanya. 

“Wah ya tidak sesederhana itu kalau belum ada pengelolaan khusus di Bali. Kalau tidak di kemudian hari akan terjadi lagi,” tandasnya. (*)

 

Berita lainnya di WNA di Bali

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved