Seputar Bali

Polemik Soal Legalisasi Tajen, Wakil Ketua II DPRD Bali Harap Negara Berikan Regulasi dan Kajian

Wakil Ketua II DPRD Bali, IGK. Kresna Budi mengharapkan adanya andil negara soal legalisasi tajen yang selama ini menjadi polemik di Bali.

pixabay
ILUSTRASI TAJEN - Polemik Soal Legalisasi Tajen, Wakil Ketua II DPRD Bali Harap Negara Berikan Regulasi dan Kajian 

Sementara itu, Adv. Gede Dimas Bayu Hardi Raharja, S.H.,M.H., menegaskan pihaknya menolak keras legalisasi judi dalam tajen karena bertentangan dengan hukum nasional.

Menurutnya, legalisasi hanya bisa dibahas di tingkat pusat, bukan sekadar melalui Perda.

Pihaknya juga menyoroti dampak sosial tajen seperti kekerasan dalam rumah tangga, hubungan dengan Tri Hita Karana, serta kontroversi upaya legalisasi praktik perjudian dalam tajen.

Baginya, tajen adalah ekspresi budaya masyarakat Bali yang tidak bisa dihapuskan. Namun, praktik perjudian di dalamnya menjadi masalah.

Diperlukan kesadaran individu untuk keluar dari jeratan judi tanpa mengabaikan nilai budaya.

Sebab, tajen memiliki dimensi sakral dan kekayaan budaya, tetapi praktik judi jelas bertentangan dengan ajaran agama Hindu.

Pelestarian tajen harus memisahkan unsur ritual dari unsur perjudian. Regulasi, jika dibuat, sebaiknya mengatur agar praktik tajen tidak merugikan masyarakat miskin dan menjaga kesakralan nilai budaya.

Apalagi, praktik judi dalam tajen dilarang oleh hukum, termasuk UU KUHP dan UU Perlindungan Hewan.

Legalisasi hanya mungkin melalui mekanisme hukum yang lebih tinggi seperti Perpu atau otonomi khusus, bukan sekadar Perda.

Selain itu, Ketua Komisi II DPRD Bali, Agung Bagus Pratiksa Linggih atau yang akrab disapa Ajus Linggih buka suara soal melegalkan tradisi tajen di Bali.

“Saya setuju mempertahankan pariwisata budaya, mungkin tajen bisa dilegalkan kalo begitu,”

“Mengingat KUHP yang baru mengakui living law dan Perda Bale Kerta Adhyaksa yang kemarin disahkan pun berlandas living law yang berlaku di Bali,” jelas Ajus Linggih pada, Jumat 15 Agustus 2025.

Disinggung Polda Bali tak ingin melegalkan tajen, Ajus mengatakan Polda Bali lebih melakukan penegakan aturan, bukan pengesahan.

Ia juga menyarankan agar tajen ini dapat dijadikan kas daerah daripada untuk oknum-oknum nakal.

“Sebenernya simple, kalau tidak bisa diberantas, lebih baik ditata,”

“Saya dukung 1000 persen pemberantasan,”

“Tapi kalau tidak bisa, ya harus berpikir bagaimana menata."

"Jangan dibiarkan abu-abu dan dimanfaatkan oknum,” tutupnya. (*)

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved