Kondisi ini menyebabkan siklus penyebaran rabies di Provinsi Bali relatif sulit diputus.
Baca juga: Pertama Kali Terjadi, Cakupan Vaksinasi Rabies di Bangli Baru 27 Persen
Baca juga: Vaksinasi Hewan Penyebar Rabies Baru 7.75 Persen, Pemkab Buleleng Fokuskan Zona Merah
Baca juga: Tahun 2020 Kasus Gigitan Anjing Rabies di Karangasem Meningkat
"Pada tahun 2020 tercatat 100 kasus positif rabies di Provinsi Bali, yang menunjukkan terjadinya penurunan kasus jika dibandingkan tahun sebelumnya 2019 sebanyak 230 kasus, terbanyak di Kabupaten Karangasem dan Bangli," tutur Wisnuardhana.
Di sisi lain, Provinsi Bali sebagai Daerah Tujuan Wisata (DTW) dunia sangat rentan dengan isu-isu keamanan dan kebencanaan, termasuk isu wabah penyakit menular.
Pengaruhnya sangat signifikan terhadap penurunan kunjungan wisatawan luar negeri, karena wisatawan sangat memperhatikan keamanan dan keselamatan.
Salah satu wabah penyakit menular yang ada adalah penyakit rabies pada najing yang bersifat zoonosis atau dapat menular kepada manusia bila tergigit anjing yang mengidap rabies.
Dijelaskan Wisnuardhana, Pemprov Bali terus berupaya dalam mengendalikan penyakit rabies. Ketentuan pengendalian rabies di Bali telah diatur melalui Peraturan Daerah (Perda) Nomor 15 Tahun 2009 tentang Penanggulangan Rabies, Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 18 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemeliharaan Hewan Penular Rabies (HPR).
Selain itu, juga ada Pergub Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tata Cara Peredaran Hewan Penular Rabies (HPR) yang telah memuat beberapa ketentuan terkait dengan program Pemberantasan Rabies di Provinsi Bali.
Ketentuan itu antara lain melaksanakan vaksinasi rabies serentak setiap tahun, melaksanakan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE), melaksanakan eliminasi selektif dan tertarget, melaksanakan kontrol populasi atau pembatasan kelahiran danelaksanakan pengawasan lalu lintas ternak. (*)