TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Ada beberapa proyek pembangunan, yang sedang dilakukan oleh Universitas Udayana.
Proyek pembangunan molor tersebut, adalah gedung dekanat Fakultas Hukum (FH) dan dekanat Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) di Jimbaran.
Sayangnya, proyek pembangunan tersebut mengalami keterlambatan alias molor dan melebihi target waktu selesai pembangunan.
Akibat situasi ini pun, pertanyaan serta dugaan-dugaan muncul, termasuk dugaan adanya penyimpangan penggunaan dana.
Baca juga: Pemeriksaan Proyek Pembangunan Unud, Didengar Mahasiswa, Harapkan yang Terbaik Untuk Fakultas
Baca juga: Pihak Unud Siap Diminta Keterangan Terkait Molornya Pembangunan Gedung FH dan FEB
Pada Senin, 9 Januari 2023 lalu, Tim Subdit III Tipikor Ditreskrimsus Polda Bali pun telah melalukan pemeriksaan terhadap kedua gedung tersebut.
Rektor Universitas Udayana, melalui juru bicaranya pun membenarkan adanya pemeriksaan oleh Tim Tipikor Polda Bali ke lokasi pembangunan.
Selain membenarkan hal itu, P.A.A. Senja Pratiwi selaku jubir Univeristas Udayana juga menjelaskan terkait keterlambatan pembangunan.
“Keterlambatan pembangunan ini sebenarnya ada beberapa faktor penyebabnya, dan itu sudah terjadi dari tahun lalu hingga saat ini,” kata P.A.A. Senja Pratiwi.
Pertama adalah perhelatan internasional, KTT G20 pada November 2022 lalu di beberapa area, utamanya di wilayah Nusa Dua.
Giat presidensi itu mengharuskan lokasi yang steril dari aktivitas masyarakat, sehingga aktivitas di beberapa wilayah Badung selatan terpaksa dihentikan.
Termasuk juga arus lalu lintas ke wilayah Badung selatan pun, beberapa harus dialihkan untuk menunjang sterilnya lokasi.
Hal ini menyebabkan pembangunan gedung FEB dan FH di Jimbaran, yang masuk Badung selatan harus dihentikan sementara waktu.
Selanjutnya adalah adanya kenaikan BBM, yang terjadi pada tahun 2022 yang memengaruhi proses pembangunan gedung.
Pihak kontraktor pun diharuskan memutar otak, untuk mengelola dana karena kenaikan BBM ini memengaruhi rancangan biaya yang sudah ditetapkan sebelumnya.
Ketiga adalah putusnya jembatan di Melaya, Jembrana akibat cuaca ekstrem yang menyebabkan banjir bandang di Jembrana.
Padahal seperti diketahui, jembatan ini merupakan jalur transportasi yang paling efektif baik dari Jawa ke Bali maupun sebaliknya.
Kendaraan yang melewati jalur wilayah Buleleng menuju Jimbaran tentu memakan waktu lebih lama dibandingkan melalui Jembatan Melaya.
Terlahir adalah cuaca ekstrim yang terjadi seperti hujan deras dan angin kencang di wilayah Bali, termasuk Jimbaran
Cuaca ekstrem ini sudah terjadi sejak Oktober 2022, dan masih diperkirakan puncaknya pada Januari 2023.
“Beberapa bulan terakhir ini memang sering hujan dan angin kencang di Bali yang mempengaruhi ke proyek sehingga proyek terlambat.
Plafon tidak bisa dipasang, beberapa kegiatan pembangunan juga belum bisa dilaksanakan karena berbahaya bagi petugas,” tambah jubir Unud ini.
Melihatnya ada pengaruh seperti di atas, Senja Pratiwi mengatakan pihaknya tidak akan melajukan penggantian kontraktor.
Pihaknya kooperatif apabila perlu ada pemeriksaan terkait, dengan proyek pembangunan gedung FH dan FEB tersebut. (*)