GWK Bali

10 Keputusan Paruman Desa Adat Ungasan Dicabut, Polemik Pagar Beton GWK Berakhir

Perangkat Desa Adat Ungasan menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) pada Senin (27/10/2025) kemarin

Istimewa
PERTEMUAN - Suasana pertemuan perangkat Desa Adat Ungasan yang menyepakati polemik pagar tembok GWK telah selesai dan 10 poin hasil Paruman dinyatakan dicabut. 

TRIBUN-BALI.COM, BADUNG - Perangkat Desa Adat Ungasan menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) pada Senin (27/10/2025) kemarin di Ruang Rapat Utama Lantai III Kantor Perbekel Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, Badung, guna menindaklanjuti permohonan rekomendasi kegiatan GWK.

Rakor ini dihadiri Camat Kuta Selatan Ketut Gede Arta berserta Sekretaris Camat Kuta Selatan, Perbekel Desa Ungasan I Made Kari, Ketua LPM Ungasan I Made Nuada Arsana, Bendesa Adat Ungasan I Wayan Disel Astawa, Prajuru Desa Adat Ungasan, serta perwakilan masyarakat. 

Baca juga: GWK dan Pemda Bali Sepakati Perjanjian Pinjam Pakai Untuk Akses Jalan Warga

Pada pertemuan ini, menyepakati untuk menerima kesepakatan antara pemerintah dan pihak GWK terkait perjanjian pinjam pakai lahan untuk akses jalan warga. 

Serta, hasil berita acara Paruman Prajuru Desa Adat Ungasan Tentang Pagar Beton oleh Manajemen GWK No: 06.1/DAU/X/2025 yang berisikan 10 poin penting dinyatakan tidak berlaku lagi atau dicabut.

Ditemui usai rapat Bendesa Adat Ungasan, I Wayan Disel Astawa, mengatakan kini masyarakat sudah dapat beraktivitas dengan tenang di jalur lingkar Magadha setelah sebelumnya tertutup pagar beton. 

Pihaknya tidak ingin memperpanjang permasalahan yang sudah difasilitasi dan diselesaikan oleh pemerintah provinsi maupun kabupaten.

Baca juga: Bupati Badung dan Gubernur Bali Panggil GWK Lagi, Jamin Akses Jalan Warga Tetap Dapat Digunakan

“Kesimpulan rapat pertama kami pada dasarnya menginginkan jalan masyarakat Ungasan di Banjar Giri Dharma dibuka kembali. Sekarang masyarakat sudah bisa bernapas lega, jadi apa yang bisa kita ributkan lagi?” ujar Disel Astawa.

Mengenai perjanjian kesepakatan pinjam pakai antara Pemkab Badung dengan Manajemen GWK, pihaknya menyampaikan kesepakatan itu telah memiliki kekuatan hukum.

Terlebih sebelum kawasan GWK berdiri, jalan tersebut sudah ada dan digunakan masyarakat umum. 

Oleh karenanya langkah pemerintah sudah sesuai dengan amanat konstitusi untuk melindungi kepentingan rakyat.

“Sudah benar dilakukan oleh Bapak Gubernur dan Bapak Bupati melakukan sebuah perjanjian dengan pihak GWK untuk memberikan Masyarakat jalan,” tegasnya.

Baca juga: Koster Fasilitasi Pertemuan Adi Arnawa dan Mayjen Purn Suwisma, Sepakat Buka Akses Jalan GWK Bali

Ia pun mengapresiasi apa yang telah dilakukan Gubernur Bali, Bupati Badung, DPRD Badung, DPRD Provinsi Bali, serta seluruh pihak dalam mencari solusi dari permasalahan ini.

Dengan dibukanya akses jalan, prinsip Tri Hita Karana yakni hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungan telah tercapai.

“GWK Cultural Park yang bernafaskan budaya, selaraskan dengan keinginan masyarakat. Dengan terbukanya jalan itu sudah tercapai Tri Hita Karana. Perusahaan juga bisa jalan dengan damai, penekanannya jadi tidak lagi ada hambatan di masyarakat lokal di kawasan tersebut,” ungkap Disel Astawa.

Ia pun kembali menegaskan, seluruh keputusan hasil Paruman sebelumnya, termasuk ancaman untuk menduduki gerbang GWK, resmi dicabut dan tidak berlaku lagi. 

Pihaknya tidak ingin menghambat atau menghalangi kepentingan usaha, sebab banyak dari warganya yang juga bekerja di kawasan GWK Cultural Park. 

“Hari ini (Senin kemarin) keputusan sudah diterima semua, clear semua, Prajuru desa adat dan dinas yang dituangkan dalam keputusan tertanggal 4 Oktober tersebut semua sudah tidak berlaku dan tidak ada demo kembali. Hari ini sudah selesai dan seterusnya tidak ada persoalan lagi. GWK juga saya berharap terbuka dan menerima semuanya ini terlepas kurang dan lebihnya harus kita akui bersama itu masyarakat kita semua,” harapnya.

Sementara itu Perbekel Desa Ungasan, I Wayan Kari, menegaskan bahwa kesepakatan antara pemerintah daerah dan pihak GWK sudah sepenuhnya mengakomodasi tuntutan masyarakat, terutama terkait pembukaan akses jalan menuju kawasan pemukiman dan sekolah.

“Masyarakat mempercayakan kepada instansi pemerintah. Bagi kami masyarakat dengan sistem perjanjian pinjam pakai ini tidak masalah karena sudah dijelaskan sepanjang masyarakat menggunakan jalan tersebut. Bagi kami ini sudah sangat cukup dan sudah dijamin oleh pemerintah daerah,” terangnya.

Ia menambahkan mengenai keputusan Desa Adat sebelumnya termasuk pembatasan terhadap kegiatan GWK kini dicabut sepenuhnya. 

Dengan begitu, pihak desa akan kembali memproses permohonan kegiatan dari pihak GWK sesuai aturan yang berlaku.

“Semua keputusan yang pernah dibuat termasuk saat konferensi sudah dinyatakan selesai dan dicabut hari ini. Jadi saya berharap masyarakat semuanya terutama Desa Ungasan tidak lagi mempermasalahkan permasalahan GWK. Semuanya kita serahkan ke pemerintah daerah untuk mengatur,” paparnya.

Setelah ini pihaknya akan menyusun berita acara hasil rapat koordinasi sebagai dasar administrasi dan pegangan hukum di tingkat desa.

Selain itu, masyarakat mengusulkan agar salinan perjanjian pinjam pakai antara Pemerintah Daerah dan GWK juga diserahkan ke desa sebagai arsip dan acuan di masa mendatang.

“Jabatan itu kan pasti berubah-ubah kita tidak mau selesai di sana, siapa pun nanti yang menjabat, kita ingin hasil dari kesepakatan sebelumnya yang sudah dibuat bisa berlaku secara terus menerus,” harap Wayan Kari.

Camat Kuta Selatan, Ketut Gede Arta yang juga hadir dalam kesempatan itu menyampaikan bahwa perjalanan penyelesaian persoalan di Desa Adat Ungasan merupakan tahapan yang bertumbuh. 

Menurutnya setiap langkah yang dilandasi niat baik dan semangat ngayah akan menghasilkan hal yang positif bagi semua pihak.

“Semesta sudah menentukan waktunya, seperti tembok pembatas GWK yang sudah dibongkar. Saya juga bersyukur para tokoh, penglisir Desa Ungasan bisa memberikan arahan dan mengambil langkah strategis yang bijaksana. Saya sangat mengapresiasi hal ini,” ujarnya.

Ia juga mengingatkan pentingnya mengambil hikmah dari setiap proses yang dilalui, karena setiap perjalanan pasti memiliki tujuan. 

Ada lima hal utama yang perlu menjadi perhatian bersama, yakni regulasi, narasi, kerja nyata, berdampak, dan keberlanjutan.(*)

 

Berita lainnya di GWK Bali

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved