Berita Bali

Pembangunan Pelabuhan Perikanan Internasional di Pengambengan Bali Ditarget 2 Tahun Selesai

Pihaknya menambahkan: habis ini saya akan diskusi dan meminta dukungan yang kuat dari Gubernur Bali Wayan Koster.

Tribun Bali/Zaenal Nur Arifin
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono (tengah) saat memberikan usai menghadiri pembukaan CCSBT ke-32 di Nusa Dua. 

TRIBUN-BALI.COM, MANGUPURA - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berencana merevitalisasi Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pengambengan, Bali, menjadi pelabuhan perikanan bertaraf internasional.

Sejak dicanangkan 2023 lalu namun rencana tersebut hingga saat ini belum terlihat ada tanda-tanda mulainya revitalisasi.

Menteri Kelautan dan Perikanan (KP), Sakti Wahyu Trenggono, berharap dua tahun ke depan dapat rampung 

"Sekarang sedang bidding (lelang proyek). Mudah-mudahan 2 tahun ke depan akan bisa selesai. Kalau Pak Dirjen bisa lebih cepat, lebih bagus. Itu aja yang kita minta," ujar Menteri KP Wahyu Trenggono, Senin 6 Oktober 2025 usai menghadiri pembukaan The 32nd Annual Meeting of the Commission for the Conversation of Southern Bluefin Tuna (CCSBT32), di Nusa Dua, Badung, Bali.

Baca juga: Angkat Nama Bali Di Kancah Nasional, Forum Maritim Bali Audiensi ke KKP

Ia menginginkan bahwa PPN Pengambengan ini dapat menjadi salah satu pelabuhan perikanan percontohan di Indonesia.

Di mana Pelabuhan Perikanan yang ada di Pengambengan Jembrana ini akan menjadi Eco Fishing Port atau Pelabuhan Perikanan Ramah Lingkungan yang mengedepankan higienitas.

"Bukan hanya higienis ya, tapi ini green port juga. Jadi yang sangat betul-betul nggak jorok dan lain sebagainya, limbahnya kita atur dengan baik supaya tidak bisa keluar ke laut. Industri semua juga harus mengikuti aturan, ini akan kita bangun," ungkap Menteri Trenggono.

Pihaknya menambahkan habis ini saya akan diskusi dan meminta dukungan yang kuat dari Gubernur Bali Wayan Koster.

Dan pelabuhan perikanan yang ada di Benoa Denpasar saat ini semuanya akan dipindahkan ke Pengambengan Jembrana dengan harapan menjadi daerah wisata baru.

"Harapannya juga sekaligus menjadi daerah wisata. Jadi wisata kuliner, seafood dan lain sebagainya yang tidak berbau, yang sangat bersih dan seterusnya. Itu yang akan kita wujudkan di Pengambengan," imbuhnya.

Mengenai pertemuan CCSBT32 di Nusa Dua, sebagai salah satu negara anggota tetap CCSBT, Indonesia memiliki kewajiban sekaligus urgensi untuk berpartisipasi aktif dalam pertemuan tahunan CCSBT. 

Partisipasi ini penting untuk memperkuat posisi Indonesia dalam memperjuangkan hak pemanfaatan SBT, termasuk alokasi kuota, serta mempertahankan kepentingan nasional lainnya, sehingga sumber daya tuna sirip biru di Samudera Hindia dapat dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan.

Ada pun salah satu isu utama yang dikawal Indonesia terkait dengan alokasi kuota Tuna Sirip Biru Selatan. 

Dalam rangka meningkatkan alokasi kuota, Indonesia telah mengajukan Proposal for the Adjustment of Southern Bluefin Tuna Allocation Percentages yang akan dibahas pada CCSBT ke-32. 

Permintaan penambahan kuota ini didasarkan pada peran penting Indonesia sebagai salah satu negara penangkap utama Southern Bluefin Tuna (SBT) di wilayah spawning ground, kontribusi signifikan nelayan Indonesia dalam rantai pasok global, serta kebutuhan untuk mendorong kesejahteraan masyarakat pesisir yang menggantungkan hidupnya pada perikanan tuna. 

Selain itu, peningkatan kuota juga diharapkan dapat mencerminkan prinsip keadilan dalam pemanfaatan sumber daya bersama, sejalan dengan komitmen Indonesia untuk tetap menjaga keberlanjutan stok tuna melalui pengelolaan yang bertanggung jawab.

Selain itu, Indonesia akan mengawal isu konservasi di CCSBT melalui penyampaian Information Paper on CCSBT Consideration on Conservation Area for Southern Bluefin Tuna and the BBNJ Agreement yang akan dibahas pada pertemuan CCSBT ke-32.

Upaya ini ditujukan untuk mendorong sinergi dalam menjaga keberlanjutan stok SBT dan biodiversitas secara adil dan berkelanjutan. 

Melalui berbagai inisiatif tersebut, Indonesia mendorong CCSBT untuk membuka ruang dialog yang konstruktif mengenai peran kawasan konservasi dan pengelolaan berbasis ekosistem, sehingga tetap selaras dengan mandat CCSBT sekaligus mampu menjawab tantangan baru, termasuk perubahan iklim dan degradasi ekosistem. 

Indonesia meyakini bahwa pendekatan ini tidak hanya akan memperkuat keberlanjutan sumber daya tuna, tetapi juga mempererat kerja sama antar anggota, dengan tetap menjunjung tinggi prinsip keadilan serta kepentingan negara berkembang.

Sebagai informasi, Commission for the Conservation of Southern Bluefin Tuna (CCSBT) didirikan pada 10 Mei 1993 melalui Convention for the Conservation of Southern Bluefin Tuna yang ditandatangani di Canberra, Australia, dan mulai berlaku sejak 20 Mei 1994. 

CCSBT bertanggung jawab dalam mengatur dan mengawasi pengelolaan sumber daya Tuna Sirip Biru Selatan di Samudera Hindia dan wilayah lainnya.

Negara anggota CCSBT terdiri dari 8 negara, yaitu: Australia, Indonesia, Jepang, Republik Korea, Selandia Baru, Fishing Entity of Taiwan, Afrika Selatan, dan Uni Eropa. 

Indonesia secara resmi menjadi anggota penuh CCSBT pada tahun 2008 melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 109 Tahun 2007 tentang Pengesahan Convention for the Conservation of Southern Bluefin Tuna.

CCSBT memiliki agenda rutin berupa pertemuan tahunan yang bertujuan untuk meninjau kondisi stok, menetapkan kuota, serta mengevaluasi tingkat kepatuhan para anggotanya. 

Pada tahun 2024, pertemuan tahunan ke-31 (31st Annual Meeting of the CCSBT) telah diselenggarakan di Taiwan. 

Berdasarkan hasil pertemuan tersebut, disepakati bahwa:

- Indonesia akan menjadi tuan rumah pelaksanaan The 20 th Meeting of the Compliance Committee (CC20) akan diselenggarakan pada tanggal 2–4 Oktober 2025 di The Westin Resort Nusa Dua, Bali.

- The 32nd Annual Meeting of the CCSBT (CCSBT32), akan diselenggarakan pada tanggal 6–9 Oktober 2025 di The Westin Resort Nusa Dua, Bali yang dihadiri dan dibuka oleh Menteri Kelautan dan Perikanan.

Kedua pertemuan tersebut akan dihadiri oleh lebih dari 100 peserta yang berasal dari negara anggota (Australia, Indonesia, Jepang, Republik Korea, Selandia Baru, Taiwan, dan Afrika Selatan), negara pengamat (observer) yaitu Fiji, serta organisasi internasional, antara lain PEW, BirdLife International (BLI), dan Agreement on the Conservation of Albatrosses and Petrels (ACAP).

Pertemuan CC20 bertujuan untuk memantau, meninjau, dan menilai kepatuhan negara anggota terhadap penerapan aturan konservasi dan pengelolaan yang ditetapkan CCSBT, serta menilai kualitas data yang dilaporkan oleh masing-masing negara anggota. 

Sementara itu, pertemuan CCSBT32 merupakan forum pengambilan keputusan tertinggi untuk memastikan pengelolaan dan konservasi tuna sirip biru selatan dilakukan secara berkelanjutan. 

Dalam pertemuan ini, negara anggota dan pihak kooperatif menetapkan kebijakan pengelolaan, termasuk penentuan Total Allowable Catch (TAC), pembagian kuota, serta strategi pemulihan stok apabila diperlukan. 

Komisi juga meninjau laporan ilmiah dari Scientific Committee mengenai kondisi stok terkini dan proyeksi keberlanjutannya sebagai dasar dalam pengambilan keputusan. 

Selain itu, pertemuan ini mengevaluasi kepatuhan masing-masing negara terhadap ketentuan CCSBT, termasuk pelaporan data, pemantauan penangkapan, dan upaya pemberantasan penangkapan ilegal (IUU Fishing). 

Di dalamnya juga diadopsi berbagai resolusi, pedoman teknis, serta regulasi baru untuk mendukung tata kelola penangkapan yang efektif. 

Pertemuan ini sekaligus membahas rencana kerja, kebutuhan anggaran organisasi, dan kontribusi negara anggota. 

Melalui forum ini, CCSBT memperkuat kerja sama internasional dengan melibatkan negara anggota, pihak non-anggota yang bekerja sama (CNMs), dan organisasi terkait lainnya, demi menjamin keberlanjutan sumber daya tuna sirip biru selatan secara global.(*)

Kumpulan Artikel Bali

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved