Sampah di Bali

Petugas Bekerja 24 Jam dengan Shift, Kerja DLHK Bali Bakal Buat Waste Crisis Center Sampah

Terlebih ada paksaan dari pemerintah pusat Kementerian Lingkungan Hidup agar akhir Desember 2025, TPA Suwung sudah harus ditutup. 

Istimewa
KADIS - Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup, I Made Rentin. 

TRIBUN-BALI.COM - Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Bali, I Made Rentin berencana akan membuat Waste Crisis Center di Bali.

Hal tersebut ia sampaikan pada saat jumpa pers lomba gebogan buah hutan di Kantor DLHK Bali, Senin (6/10). Rencananya, pada Waste Crisis Center akan ada petugas yang bekerja selama 24 jam dengan shift kerja.

Pola kerja di Waste Crisis Center ini disamakan dengan kedaruratan Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana (Pusdalop) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). 

“Karena konteks pandangan kami urusan permasalahan sampah sudah memasuki kondisi darurat. Oleh karena itu di masa-masa menjelang kita akan penerapan teknologi dalam pengolahan sampah yang akan menugaskan tim kami secara terpadu selama 24 jam tentu dengan kerja shift,” ungkap Rentin.

Baca juga: DLHK Bali Targetkan Tutupan Hutan Tuntas Tahun 2027, Koster Target Persoalan Sampah Selesai 2 Tahun 

Baca juga: DLHK Bali Sebut Hasil Verifikasi 11 Sertifikat Tahura Akan Diumumkan BPN 

Lebih lanjut Rentin mengatakan, belajar dari pengalaman banjir bandang di Bali pada Rabu (10/9), dalam analisa dan kajian yang dilakukan secara komprehensi oleh tim, terdapat dua faktor penyebabnya. Satu di antaranya terkait langsung dengan DLHK Provinsi Bali

Banjir disinyalir disebabkan oleh faktor pembuangan sampah yang masih sembarangan, menutupi selokan, menyumbat drainase, bahkan sampai ke sungai-sungai besar yang ada di Provinsi Bali. Dalam rangka optimalisasi dan percepatan pengolahan sampah di Bali tentu memerlukan kesadaran kolektif. 

“Kembali kami sampaikan kami sedang menyiapkan strategi pengolahan sampah dengan teknologi Pengelolaan Sampah Menjadi Energi Listrik (Pisel), pengolahan sampah menjadi energi listrik,” kata Rentin.

“Di sisi lain pemisahan di sumber rumah tangga dan desa tetap secara konsisten kita lakukan, pilah sampah mana organik mana anorganik organik tuntas di sumbernya di rumah tangga, di desa dan lain sebagainya optimalisasi peran fungsi TPS3R, TPST sehingga sangat minim atau bahkan zero yang dibuang ke TPA,” bebernya. 

Rentin menambahkan, telah menyepakati untuk menghilangkan istilah TPA karena memang konotasinya selama ini tempat pembuangan akhir, padahal secara teori TPA adalah tempat pemprosesan akhir.

Terlebih ada paksaan dari pemerintah pusat Kementerian Lingkungan Hidup agar akhir Desember 2025, TPA Suwung sudah harus ditutup. 

“Di sisi kehutanan kami konsentrasi dan terus-menerus melakukan upaya reboisasi penghijauan, ketika konsen kita di beberapa DAS daerah aliran sungai, sekarang kami sedang mengusung strategi, berkolaborasi dengan Dinas PUPR untuk melakukan upaya normalisasi,” kata dia. 

“Di samping tadi, sampah alih fungsi lahan, ada juga indikasi terjadinya sedimentasi yang cukup tinggi,” sambungnya. 

Sementara mengenai kesiapsiagaan banjir rob yang diprediksi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) terjadi pada 7 Oktober 2025, Rentin menegaskan DLHK dan beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lainnya berkiblat dengan BPPD.

Hal ini karena berdasarkan Undang-Undang tentang penanggulan bencana, BPPD memegang peran 3 hal komando pelaksana, koordinasi dalam konteks komando dan koordinasi. 

“Kami, lakukan upaya kesiapsagan, termasuk ketika ada rilis resmi dari BMKG upaya-upaya kesiapsagan yang dilakukan kami yaitu penguatan dan penebalan personel polisi kehutanan, kami selalu melakukan upaya patroli tidak hanya antisipasi hujan lebat intensitas tinggi yang berpotensi banjir air rob dari laut tetapi ada potensi kebakaran hutan,” kata dia. (sar)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved