Mahasiswa Unud Tewas

Para Pelaku Perundungan Almarhum TAS Minta Maaf, 6 Mahasiswa Diberi Sanksi Tak Lulus

Sebanyak Enam mahasiswa diduga melakukan perundungan atau bullying almarhum Timothy Anugerah Saputra (TAS) di percakapan grup WhatsApp (WA).

|
ISTIMEWA
KASUS BULLYING - Enam mahasiswa yang diduga melakukan perundungan pada almarhum TAS di percakapan group WhatsApp meminta maaf di media sosial. TAS merupakan mahasiswa yang melompat dari gedung FISIP Unud, Rabu 15 Oktober 2025 lalu. 

TRIBUN-BALI.COM - Sebanyak Enam mahasiswa diduga melakukan perundungan atau bullying almarhum Timothy Anugerah Saputra (TAS) di percakapan grup WhatsApp (WA).

TAS merupakan mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Udayana (UNUD) yang meninggal dunia akibat melompat dari lantai 4 Gedung FISIP.

Perundungan terhadap almarhum TAS di antaranya dengan menyamakan foto saat TAS jatuh dari Gedung FISIP dengan selebgram Kekeyi. Tak hanya itu, satu di antara enam mahasiswa tersebut memberikan kalimat sindiran.  

Keenam mahasiswa tersebut adalah Leonardo Jonathan Handika Putra, Mahasiswa sekaligus Wakil Ketua BEM Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana angkatan 2022, Maria Victoria Viyata Mayos mahasiswa FISIP angkatan 2023 sekaligus Kepala Departemen Eksternal Himapol FISIP Unud Kabinet Cakra, Muhammad Riyadh Alvitto Satriyaji Pratama selaku mahasiswa FISIP Unud sekaligus Kepala Departemen Kajian, Aksi, Strategis dan Pendidikan Himapol FISIP Unud.

Baca juga: SANKSI Tak Lulus ke 6 Mahasiswa Unud, Para Pelaku Perundungan Mendiang TAS Minta Maaf, Ulah Pati  

Juga Anak Agung Ngurah Nanda Budiadnyana Mahasiswa FISIP 2025 sekaligus Wakil Kepala Departemen Minat dan Bakat Himapol FISIP Unud Kabinet Cakra, Vito Simanungkalit Mahasiswa FISIP Unud 2025 sekaligus Wakil Kepala Departemen Eksternal Himapol FISIP Unud Kabinet Cakra dan Putu Ryan Abel Perdana Tirta Mahasiswa FISIP  angkatan 2023 sekaligus Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Mahasiswa FISIP Udayana.

Keenam mahasiswa tersebut kemudian meminta maaf di media sosial. Pernyataan permintaan maaf dari keenam mahasiswa ini pun mendapatkan berbagai macam reaksi dari netizen dan beberapa menilai sanksi pengurangan nilai soft skill dari Unud sangat meringankan pelaku perundungan

Sementara itu, pihak UNUD menanggapi beredarnya informasi dan tangkapan layar percakapan di media sosial terkait dugaan ucapan nir-empati terhadap almarhum TAS.

Ketua Unit Komunikasi Publik Universitas Udayana, Dr Dewi Pascarani mengatakan berdasarkan hasil rapat koordinasi FISIP bersama Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM), Himpunan Mahasiswa Program Studi, dan mahasiswa yang terlibat dalam percakapan di media sosial, dapat dipastikan bahwa isi percakapan tersebut terjadi setelah almarhum meninggal dunia, bukan sebelum peristiwa yang menimpa almarhum.

“Dengan demikian, ucapan nir-empati yang beredar di media sosial tidak berkaitan atau menjadi penyebab almarhum menjatuhkan diri dari lantai atas gedung FISIP,” jelasnya, Jumat (17/10). 

Hasil rapat tersebut akan diteruskan kepada Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (Satgas PPK) UNUD untuk dilakukan penyelidikan dan penanganan lebih lanjut sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 

Dewi mengatakan, untuk pendalaman kasus kekerasan akan dilakukan berdasarkan Permendikbudristek 55 tahun 2024.

“Adalah tugas dan wewenang dari Satgas PPK-Unud dan mekanisme-nya ada di satgas. Umumnya dilakukan pemeriksaan secara tertutup pada pihak-pihak terkait sesuai amanat permendikbudristek,” jelasnya. 

Baca juga: BULLY Usai Mahasiswa Unud Nekat Akhiri Hidup, Psikiater: Komen Sarkastik Online Pada Psikologis!

Sementara untuk beberapa mahasiswa yang melakukan perundungan kepada korban usai TAS meninggal dunia, akan direkomendasikan untuk memberikan nilai D atau tidak lulus pada semua mata kuliah semester berjalan. 

“Dari fakultas kemarin telah merekomendasi Prodi untuk memberikan nilai D (tidak lulus) pada semua mata kuliah semester berjalan, karena soft skill merupakan salah satu komponen penilaian dalam perkuliahan. Tapi sanksi akhir nanti akan diputuskan berdasarkan rekomendasi Satgas PPK setelah pendalaman kasus oleh Satgas,” imbuhnya. 

Untuk jumlah mahasiswa yang akan diberikan sanksi nilai D masih menanti pendalaman dari Satgas PPK. “Kami masih menunggu hasil pendalaman satgas,” kata dia. 

Sementara itu, Rektor Universitas Udayana, Prof. Ir. I Ketut Sudarsana, S.T., Ph.D., menyampaikan rasa prihatin dan belasungkawa yang mendalam atas peristiwa yang menimpa almarhum.

“Kami sangat berduka atas kepergian salah satu mahasiswa terbaik kami. Universitas Udayana turut merasakan kesedihan yang mendalam bersama keluarga dan seluruh civitas akademika,” kata dia. 

“Kami menegaskan bahwa kampus harus menjadi ruang aman, berempati, dan bebas dari segala bentuk kekerasan. Universitas akan menindak tegas setiap pelanggaran yang mencederai nilai- nilai kemanusiaan dan kehormatan akademik,” ujar Prof. Ketut Sudarsana.

UNUD mengajak seluruh civitas akademika untuk menjadikan peristiwa ini sebagai refleksi dan pembelajaran bersama tentang pentingnya empati, rasa hormat, dan kepedulian antar sesama mahasiswa.

UNUD juga terus memberikan pendampingan psikologis bagi rekan-rekan mahasiswa dan civitas akademika yang terdampak, serta berkomitmen memperkuat program kesehatan mental dan literasi digital di lingkungan kampus.

“Kami menghormati privasi keluarga almarhum dan berharap seluruh pihak dapat menghentikan penyebaran konten atau narasi spekulatif yang dapat memperburuk suasana duka. Untuk informasi resmi dan terverifikasi, masyarakat dapat merujuk pada pernyataan yang dikeluarkan oleh Unit Komunikasi Publik Universitas Udayana,” kata dia. (sar) 

Baca juga: Usai Mahasiswa Unud, Kini Pelajar SMP di Denpasar Nekat Bund1r, Surat Wasiat Jadi Perhatian: Maaf

Komentar Sarkastik di Online Berdampak Psikologis Nyata 

Kasus perundungan pada almarhum Timothy Anugerah Saputra, mahasiswa FISIP yang melompat di gedung FISIP Universitas Udayana (UNUD) Jalan Sudirman Denpasar menyita perhatian semua pihak. Menanggapi hal tersebut, Cokorda Bagus J.

Lesmana selaku Psikiater sekaligus Guru Besar di bidang Psikiatri Komunitas dan Budaya di Universitas Udayana mengatakan di era media sosial, batas antara empati dan hiburan sering kabur.

Banyak orang tidak memahami bahwa komentar sarkastik atau sindiran di ruang digital memiliki dampak psikologis yang nyata meskipun tidak ada maksud ke arah tersebut karena memang tidak memiliki hubungan langsung dengan korban. 

“Perlu kehati-hatian sebelum menyatakan sebuah komentar sebagai bentuk perundungan. Tidak jarang yang menyebarkan percakapan kecil ke ranah publik lah yang sebenarnya melakukan perundungan,” bebernya, Jumat (17/10). 

Dalam banyak kasus modern terutama di era digital perilaku menyebarkan percakapan pribadi, pesan, atau foto seseorang tanpa izin termasuk dalam kategori perundungan psikologis dan sosial.

Jadi yang menyebarkan percakapan pribadi ke ranah publik, apalagi hingga mencoreng nama seseorang, juga dapat dikategorikan sebagai pelaku perundungan

Tindakan itu mencederai hak asasi, menyalahi etika kemanusiaan, dan bisa menjadi pemicu luka psikologis yang mendalam.

Sementara itu, mengapa Timothy memilih Kampus untuk melakukan aksi nekatnya tersebut dikatakan tindakan tersebut tidak lahir dari keberanian. 

“Dari perspektif psikiatri, tindakan tersebut tidak lahir dari keberanian, melainkan dari keputusasaan mendalam. Mahasiswa yang memilih kampus sebagai tempat bunuh diri sering kali ingin menyampaikan pesan bahwa mereka ingin dilihat, didengar, atau merasa gagal dipahami oleh sistem yang seharusnya mendukung mereka,” paparnya. 

Proses psikologis menuju dorongan mengakhiri hidup akibat perundungan biasanya bersifat bertahap dan melibatkan beberapa tahapan emosional. Awalnya, korban hanya merasa sedih atau malu.

Tapi bila terus terjadi tanpa dukungan sosial, ejekan itu masuk ke pikiran dan menjadi keyakinan negatif seperti ‘Aku gagal’, ‘Aku beban’.

Lama-lama timbul distorsi berpikir dan rasa putus asa. Ketika rasa sakit emosional tak tertahankan, korban bisa kehilangan kemampuan berpikir jernih.

Dalam fase krisis, keputusan bunuh diri sering terjadi sangat cepat  dan hanya dalam hitungan menit setelah puncak tekanan.

Baca juga: Keenam Mahasiswa Unud Perundung TAS Buat Video Permintaan Maaf 

“Mari kita bijak dalam menyikapi permasalahan dan tidak menghakimi tindakan seseorang sebelum secara jernih melihat permasalahannya. Jangan hanya berdasarkan komentar yang dikomentari. Empati adalah tanda kecerdasan emosional tertinggi. Dan privasi adalah bagian dari martabat manusia yang wajib kita jaga,” pungkasnya. (sar)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved