Kasus TPPO

WASPADA! Jaringan Penjualan Anak Meluas hingga Bali, Polda Siap Tindaklanjuti Jika Ada Laporan

Jaringan sindikat Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) atau penjualan anak disebut juga mencakup operasi wilayah Provinsi Bali, Jawa Tengah.

Tribun Bali/Dwi S
ILUSTRASI - Jaringan sindikat Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) atau penjualan anak disebut juga mencakup operasi wilayah Provinsi Bali, Jawa Tengah, Jambi dan Kepulauan Riau. 

TRIBUN-BALI.COM – Jaringan sindikat Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) atau penjualan anak disebut juga mencakup operasi wilayah Provinsi Bali, Jawa Tengah, Jambi dan Kepulauan Riau.

Sebagaimana yang telah dinyatakan Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan (Kapolda Sulsel) Inspektur Jenderal Djuhandhani Rahardjo Puro dalam pengembangan penculikan Bilqis Ramadhani (4) di Makassar. 

Menyikapi informasi yang muncul dari pengembangan kasus di Makassar tersebut, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Bali, Kombes Pol Ariasandy turut buka suara.

Kombes Pol Sandy menekankan bahwa hingga saat ini, belum ada satu pun laporan resmi mengenai sindikat penjualan anak yang masuk ke Polda Bali. Kombes Pol Ariasandy menjelaskan bahwa klaim yang menyebut Bali sebagai salah satu TKP merupakan hasil dari pengembangan yang dilakukan oleh penyidik Polda Sulsel.

Baca juga: MAYAT Mertua Kagetkan Kurniati, Sempat Cium Bau Menyengat, Lansia Ditemukan Tak Bernyawa di Toilet!

Baca juga: INDUSTRI Keramik Kembali Pulih, Produksi Naik 16 Persen Jadi 392,7 Juta M⊃2;, Disokong Pasar Domestik 

"Itu hasil pengembangan dari penyidik Polda Sulsel, mungkin penyidik di sana yang paling tahu. Sampai saat ini kita belum ada pelaporan tentang hal tersebut," ujar Kombes Pol Sandy kepada Tribun Bali, Minggu (16/11).

Pihaknya mengungkap bahwa secara administratif, belum ada aduan yang tercatat di Polda Bali terkait kasus ini. Meskipun di Bali belum ada aduan atau laporan mengenai peta jaringan TPPO seperti berkedok adopsi anak ilegal, Kombes Pol Sandy memastikan bahwa penegak hukum di Bali siap menindaklanjuti jika ada laporan.

Sebelumnya, Kapolda Sulsel yang juga pernah menjabat Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Bali Irjen Djuhandhani Rahardjo Puro dalam konferensi pers mengungkapkan hasil pengembangan kasus penculikan anak di Makassar yang melibatkan empat tersangka.

Menurut Irjen Djuhandhani, dari keterangan para tersangka, terungkap bahwa jaringan penjualan anak ini memiliki keterkaitan dengan Tempat Kejadian Perkara (TKP) di sejumlah daerah, termasuk Jawa Tengah, Jambi, Kepulauan Riau, dan juga Bali. 

Karena adanya keterbatasan yurisdiksi, Kapolda Sulsel menyatakan telah berkoordinasi dengan Bareskrim Polri untuk tindak lanjut kasus lintas provinsi ini. 

Dari data yang dihimpun Tribun Bali, Kejaksaan Negeri (Kejari) Tabanan resmi mencabut izin Yayasan Anak Bali Luih yang beralamat di Banjar Jadi Desa, Banjar Anyar, Kecamatan Kediri, Tabanan. Keputusan ini diambil setelah Pengadilan Negeri (PN) Tabanan pada 4 Agustus 2025 mengabulkan gugatan Jaksa Pengacara Negara (JPN) untuk membubarkan yayasan tersebut.

Pembubaran dilakukan menyusul terbongkarnya praktik perdagangan bayi yang dijalankan ketua pengurus yayasan, I Made Aryadana. Aryadana sebelumnya dinyatakan bersalah oleh PN Depok karena memperdagangkan bayi dengan modus menampung dan membiayai ibu-ibu hamil sebelum menjual bayi mereka. 

Dalam dua putusan berbeda, ia dijatuhi hukuman 6 tahun penjara pada 8 Mei 2025 dan 8 tahun 6 bulan penjara serta denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan pada 12 Maret 2025.

“Perbuatan terdakwa melanggar anggaran dasar yayasan dan menimbulkan keresahan publik. Berdasarkan Pasal 62 huruf b dan c angka 1 UU Nomor 16 Tahun 2001, kami menempuh jalur hukum untuk membubarkan badan hukum ini,” jelas Kepala Kejari Tabanan, Zainur Arifin Syah, SH, MH, Senin (22/9) lalu. 

Dengan putusan itu, seluruh kepengurusan yayasan dinyatakan berakhir dan aktivitasnya dilarang. Kejari Tabanan akan menindaklanjuti proses likuidasi, kemudian melaporkan hasilnya ke PN Tabanan untuk diteruskan ke notaris dan Kementerian Hukum dan HAM agar penghapusan resmi dari daftar badan hukum bisa dilakukan.

Zainur Arifin Syah mengakui hasil penelusuran di lapangan menunjukkan bangunan yayasan kini kosong. Sebelum kasus terbongkar, tempat tersebut kerap menampung ibu-ibu hamil. 

Diakui, warga sekitar mengungkap, setidaknya pernah ada 15 ibu hamil yang tinggal di sana, namun keberadaan mereka dan bayi yang dilahirkan tidak jelas setelah kasus mencuat. Dalam dokumen anggaran dasar, Yayasan Anak Bali Luih seharusnya bergerak di bidang sosial dan keagamaan. Namun praktik yang dijalankan justru jauh menyimpang. "Kami memastikan yayasan ini tidak bisa lagi digunakan sebagai sarana kejahatan," tegas Zainur.

Kasus ini bermula pada September 2024 ketika Polres Metro Depok mengungkap jaringan jual beli bayi lintas Jawa–Bali. Aryadana diduga memanfaatkan yayasan sebagai kedok, menjadikan bangunan yayasan sebagai tempat menampung ibu hamil dan bayi hasil kejahatan. (ian/gus)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved