Bangke Matah Dikubur di Klungkung Bali
Malam Ini, Tanpa Takut Dewa Aji Tapakan akan Dikubur Hidup-hidup, Begini Kisah Kemampuan Gaibnya!
Suatu ketika atau pada 11 tahun lalu, ketika sedang tertidur ia mendapat pawisik dan merasa didatangai oleh Ida Betara Ratu Mas Klungkung serta seekor
Penulis: Eka Mita Suputra | Editor: Ida Ayu Made Sadnyari
TRIBUN-BALI.COM, SEMARAPURA - Raut wajahnya tenang. Tidak ada terpancar rasa takut dan kekhawatiran dari Dewa Aji Tapakan (55). Padahal, dia akan memerankan lakon sebagai watangan atau bangke matah yang harus dikubur saat pementasan Calonarang Watangan Mapendem di Banjar Adat Getakan, Banjarangkan, Klungkung, Bali, Kamis (13/10/2016) malam besok.
Baca: Wow, Penonton Membludak dari Seluruh Bali, Penasaran Calonarang Layon Mapendem
Baca: VIDEO: Mengharukan, Ketika Layon Dewa Aji Tapakan Bangkit dari Kubur, Disambut Tepuk Tangan
Saat ditemui di kediamanya yang terletak di selatan Kantor Desa Getakan, Selasa (11/10/2016) siang, Dewa Aji Tapakan tampak santai.
Baca: VIDEO: Puluhan Anak dan Orang Dewasa Jadi Bangke Matah, Suasana Mistis Begitu Terasa
Baca: Krama Kerauhan Saat Berjalan Menuju Setra, Dewa Aji Getakan Pun Berdiri di Hadapan Liang Kubur
(Kuburan untuk Bangke Matah Sudah Digali, Ini Terakhir Dewa Aji Tapakan Ngayah sebagai Layon)
Pria yang tidak mempunyai anak ini pun dengan gamblang menceritakan perjalanan hidupnya.
Baca: Ini Liang Kubur Dewa Aji Tapakan Saat Calonarang di Klungkung, Penguburan Pukul 00.00 Wita!
Baca: Dewa Aji Tapakan Didatangi Ida Betara Ratu Mas Klungkung dan Seekor Naga!
Baca: Detik-detik Sebelum Dikubur Hidup-hidup, Dewa Aji Sempat Katakan Ini pada Bendesa Adat
Baca: Penonton Calonarang dengan Bangke Matah Dikubur Ini Diprediksi Membludak, Ini Arahan Parkirnya!
Dewa Aji Tapakan mengaku sudah ngayah sebagai watangan atau bangke matah sebanyak 10 kali, atau sejak tahun 2005.
Sesuai pawisik yang diterima, ketika sudah memasuki pertunjukan Calonarang yang ke-11 di Banjar Getakan, bangke matah harus dipendem atau dikubur.
Ketika ditanya mengenai kesiapanya dalam prosesi sakral tersebut, dengan suara pelannya ia menayatakan siap secara jasmani dan rohani untuk menjalani prosesi mependem atau dikubur.
“Saya selama ini ngayah sebagai layon (watangan). Saya sudah siap lahir bathin walaupun harus mependem atau dikubur. Karena ini kehendak Beliau, pasti Beliau akan melindungi,” ungkap pria yang ketika ditemui menggenakan pakaian serba putih tersebut.
Dewa Tapakan menceritkan, awal mula ia ngayah sebagai watangan bermula ketika mengalami sakit epilepsi atau ayan-ayanan sejak berusia 17 tahun.
Suatu ketika atau pada 11 tahun lalu, ketika sedang tertidur ia mendapat pawisik dan merasa didatangai oleh Ida Betara Ratu Mas Klungkung serta seekor ular naga.
Ketika itu, ia diminta untuk ngiring dan ngayah sebagai watangan setiap ada pertunjukan Calonarang di Banjar Adat Getakan.
Pawisik secara niskala itu juga menyebutkan, jika Dewa Aji Tapakan harus siap dipendem atau dikubur ketika ngayah sebagai bangke matah saat pergelaran Calonarang ke 11 kalinya.
Saat itu pula ia menyanggupinya. Ajaib, sejak saat itu sakit epilepsi yang pernah diderita Dewa Aji Tapakan tidak pernah lagi kumat.
"Hingga saat itu, saya tidak lagi ayan-ayanan. Sampai sekarang pun saya sehat. Bagaimanapun saya harus lanjut ngayah,” ujarnya.
Keputusannya untuk tetap mengikuti prosesi berisiko tersebut sudah mendapat restu dari sang istri, Desak Tapakan, serta seluruh keluarga besarnya.
Dirinya dan sang istri telah berkali-kali mengikuti pertemuan dengan pihak kepolisian dan desa adat terkait dengan lakon yang ia jalani sebagai watangan.
Dewa Aji Tapakan dan sang istri pun telah membubuhkan cap jempol di surat pernyataan yang telah dibuat oleh pihak Banjar Adat Getakan.
“Persiapanya nanti, sebelum calonarang dimulai, saya akan memohon keselamatan di sanggah, di setra dan di Pura Dalem,” jelasnya.
Adapun persiapan pertunjukan Calonarang ini telah dilakukan krama Banjar Adat Getakan sejak Kamis (29/9/2016) lalu.
Perempatan Banjar Adat Getakan yang akan menjadi lokasi pertunjukan Calonarang sudah dihias sedemikan rupa.
Tragtag setinggi 11 meter sudah dibuat dan tampak kokoh berdiri.
Di salah satu pojok Bale Banjar Getakan, tampak peti yang akan digunakan sebagai tempat bersemayamnya bangke matah juga sudah selesai dibuat.
Peti tersebut cukup besar yakni memiliki ukuran lebar 1,15 meter, panjang 2 meter, dan tinggi 1,2 meter.
Ritual hari ini dimulai dengan upakara banten penganyar atau pesucian.
Sekitar pukul 16.00 Wita, Tapakan Ratu Mas Bukit Jati, Ratu Mas Dalem Lingsir, Ratu Mas Klungkung, dan Petapakan Barong Ket akan diusung ke setra.
Saat itulah, krama Banjar Getakan membuat liang kubur untuk mengubur bangke matah.
Prosesi mengubur bangke matah ini akan dilakukan saat pertunjukan Calonarang di malam harinya tepat pukul 00.00 Wita.
Setelah dikubur, watangan harus ditinggal dalam kondisi terkubur.
Atau masyarakat paling tidak berada minimal 200 meter dari setra.
Sekitar pukul 04.00 Wita, Ida Betara Ratu Mas Klungkung yang sedang mesolah akan datang ke setra untuk membangkitkan bangke matah dari liang kuburnya.
Sepupu dari Dewa Aji Tapakan, Dewa Putu Cakra menjelaskan jika sebenarnya pihak keluarga besar merasa khawatir dengan keputusan yang diambil oleh salah satu anggota keluarganya tersebut.
Namun, karena Dewa Aji Tapakan sudah siap dan itu merupakan kehendak Ida Sesuhunan, pihak keluarga tidak bisa berbuat banyak dan pihak keluarga besar hanya akan berdoa agar prosesi tersebut lancar dan tidak terjadi hal yang tidak diinginkan terhadap Dewa Aji Tapakan.
“Kita hanya bisa berdoa dan berharap kepada Ida Sesuhunan agar anggota keluarga kami selalu diberi keselamatan,” ujar Dewa Putu Cakra. (*)