Gunung Agung Terkini
Misteri Gunung Agung, Apakah akan Meletus Secara Eksplosif atau Kembali ke Fase Normal?
Tremor overscale itu merupakan kali ketujuh sejak gunung yang akrab disebut Sang Giritohlangkir ini mengalami fase kritis.
Penulis: I Wayan Erwin Widyaswara | Editor: Ida Ayu Made Sadnyari
TRIBUN-BALI.COM, AMLAPURA - Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) merekam gempa tremor membesar Rabu (6/12/2017) pukul 14.40 Wita sampai pukul 17.00 Wita.
Gempa Tremor membesar ini terekam dari alat seismograf pasca terjadinya gempa tremor overscale pukul 14.46, sampai pukul 15.06.
Baca: Asap Pekat Gunung Agung Hingga 2200 Meter, Gempa Low Frekuensi 15 Kali Dalam 6 Jam Terakhir
Baca: TERKINI, Gunung Agung yang Tampak Tenang Keluarkan Asap 2 Warna, PVMBG Ingatkan Ini
Baca: Wisatawan Mulai Berdatangan Sejak Bandara Ngurah Rai Dibuka, Tapi Ini Kondisinya
"Gempa tremor overscale ini gempa yang melebihi kemampuan alat untuk merekam. Sedangkan tremor membesar ini tremor yang amplitudonya kecil, terus menuju ke amplitudo yang lebih besar. Jadi masih bisa direkam seismograf," kata Kepala Sub-Bidang Mitigasi Pengamatan Gunung Api Wilayah Timur, PVMBG, Devy Kamil Syahbana.
Baca: Warga Datangi Pos Pantau Gunung Agung Usai Asap Pekat Keluar, PVMBG: Itu Ada Abunya
Menurut Devy, gempa tremor overscale menandakan masih adanya suplai magma ke permukaan.
Tremor overscale itu merupakan kali ketujuh sejak gunung yang akrab disebut Sang Giritohlangkir ini mengalami fase kritis.
Hasil pengamatan Gunung Agung pada pukul 12.00 sampai pukul 18.00, PVMBG masih merekam adanya gempa-gempa di tubuh Gunung Agung.
Sebagaimana hasil pengamatan sebelumnya, gempa dengan frekuensi rendah masih mendominasi.
Selain itu, tercatat adanya hembusan dengan amplitudo 6 mm, dan 35 detik.
Gempa low frekuensi yang terekam sebanyak 12, dengan amplitudo 4, sampai 23 mm, dengan durasi 40, sampai 65 detik.
Gempa vulkanik dangkal dan tektonik lokal juga masih terekam.
PVMBG juga masih merekam gempa tremor menerus (microtremor) dengan amplitudo 1, sampai 24 mm (dominan 3 mm).
Kondisi cuaca di kawasan Gunung Agung teramati mendung dan hujan dengan kilat petir yang terlihat bekali-kali.
Angin bertiup lemah ke arah barat.
Suhu udara 23-28 °C dan kelembaban udara 71-90%. Volume curah hujan tidak tercatat.
Gunung jelas hingga kabut 0-III. Asap kawah bertekanan lemah hingga sedang teramati berwarna putih dan kelabu dengan intensitas tipis dan tinggi 1000-1500 m di atas puncak kawah.
Dengan demikian, hingga saat ini Gunung Agung masih berada pada fase kritis atau masih berstatus awas (level IV).
PVMBG merekomendasikan agar masyarakat di sekitar Gunung Agung dan pendaki atau pengunjung/wisatawan agar tidak berada, tidak melakukan pendakian dan tidak melakukan aktivitas apapun di Zona Perkiraan Bahaya yaitu di dalam area kawah Gunung Agung dan di seluruh area di dalam radius 8 km dari kawah gunung dan ditambah perluasan sektoral ke arah utara-timur laut dan tenggara-selatan-barat daya sejauh 10 km dari kawah gunung.
Zona Perkiraan Bahaya sifatnya dinamis dan terus dievaluasi dan dapat diubah sewaktu-waktu mengikuti perkembangan data pengamatan Gunung Agung yg paling aktual/terbaru.
Letusan VEI 5
Anomali Gunung Agung masih terjadi hingga kemarin.
Apakah Gunung Agung benar-benar meletus secara eksplosif (meledak ke atas), atau malah kembali ke fase normal? Hal ini masih menjadi misteri.
Devy mengatakan, jika dilihat dari catatan sejarah letusannya, Gunung Agung adalah satu di antara tujuh gunung api di dunia yang sempat meletus dengan skala VEI 5 secara berturut-turut. Apa itu VEI?
VEI atau kepanjangan dari Volcanic Explosivity Index, kata Devy, adalah skala yang digunakan untuk mengukur kekuatan erupsi atau ledakan sebuah gunung api.
Devy mengatakan, Gunung Agung bahkan memiliki ciri khas dengan letusan berskala VEI 5 dua kali berturut-turut.
"Artinya memang ini adalah satu-satunya gunung di Indonesia yang pernah mengalami eksplosivitas yang sangat tinggi dua kali berturut-turut. Biasanya di gunung lain ada fase erupsi yang kecil, baru fase yang besar," kata Devy.
Sementara itu, sejak status awas 22 September 2017 hingga kemarin, skala VEI Gunung Agung paling tinggi VEI 2.
VEI dua ini, kata Devy, seribu kali lipat lebih lemah dibanding VEI 5.
Bukan cuma itu, Gunung Agung yang dinamakan Sang Giri Tohlangkir ini adalah satu di antara 59 gunung yang sempat meletus dengan skala VEI 5.
"Total gunung api di dunia itu ribuan. Jadi yang memiliki skala letusan VEI 5 cuma 59 gunung api. Gunung Agung salah satunya," kata Devy.
Lalu bagaimana dengan potensi letusan sekarang?
Apakah ada kemungkinan bakal mencapai VEI 5 sebagaimana yang terjadi pada tahun 1843 dan 1963?
Sayangnya belum ada satupun ahli vulkanologi yang bisa menjawab secara pasti.
"Bisa jadi masuknya lebih rendah dari itu, bisa juga tidak. Kami tidak bisa memastikan. Yang bisa kami lakukan adalah terus memonitor datanya. Kalau ada indikasi erupsi yang lebih besar, tentunya kami akan menyesuaikan dengan rekomendasi kami," kata pria asal Aceh ini.
Saat ini, PVMBG masih menetapkan status Gunung Agung pada level IV awas.
Itu artinya, dengan masih awasnya status Gunung Agung, PVMBG menyarankan agar masyarakat tetap mengikuti rekomendasi dari PVMBG.
Untuk memaksimalkan pemantauan Gunung Agung, PVMBG menggunakan sejumlah alat, di antaranya 3 CCTV untuk memantau kondisi visual Gunung Agung, 11 stasiun untuk merekam kondisi secara seismik, 5 stasiun GPS, 3 tiltmeter untuk mengukur kadar deformasi (perubahan bentuk), dan peralatan geokimia serta seismograf dll.
"Cuma, dengan kondisi gunung yang sering diselimuti kabut ini agak menyulitkan kami. Kami berharap agar tidak ada kabut supaya kami bisa mengkoneksikan antara data seismik dengan kondisi visual," jelas Devy. (*)