Dampak Naiknya Iuran BPJS Kesehatan, Pemprov Bali Hitung Ulang Pembiayaan

Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) resmi menaikkan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan

Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Meika Pestaria Tumanggor
Tribun Bali
BPJS 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) resmi menaikkan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Hal itu diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang ditandatangani pada 24 Oktober 2019.

Menanggapi kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bali, I Dewa Made Indra mengatakan bahwa untuk implementasi di Provinsi Bali masih perlu dilakukan pembahasan lebih lanjut.

Informasi yang ia dapatkan, iuran BPJS Kesehatan untuk sisa waktu di tahun 2019 ini masih dibiayai oleh Pemerintah Pusat.

Setelah itu baru akan dibiayai oleh masing-masing daerah.

Naik Rp 200 Ribu, UMK Jembrana Tahun 2020 Rp 2.557.102

Dinilai Mengganggu Citra Pariwisata Badung, Dewan Minta TPS Balangan Dikaji Ulang

Ia mengaku Pemprov Bali masih berupaya menghitung pembiayaan tersebut bersamaan dengan proses pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD).

"Sedang di DPRD, kan kemarin Pak Gubernur sudah mengantarkan (Raperdanya). Ini ada kebijakan baru lagi," kata Sekda Dewa Indra di Denpasar, Jum'at (1/11/2019).

Ia juga mengaku sudah menugaskan Dinas Kesehatan Provinsi Bali untuk menghitung ulang kebutuhan tambahan biaya atas kenaikan iuran tersebut.

Setelah dihitung ulang, nantinya akan disampaikan ke Gubernur Bali, Wayan Koster dan pihak DPRD Bali untuk alokasi anggarannya.

Sementara itu, Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Provinsi Bali ikut urug pendapat dengan adanya kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini.

Kepala ORI Bali, Umar Ibnu Alkhatab berharap dengan adanya kenaikan BPJS Kesehatan ini pelayanannya tidak lagi bermasalah.

"Itu yang paling penting. Jangan sampai kenaikan (iuran) BPJS (Kesehatan) itu menambah ruetnya pelayanan. Karena beban yang ditanggung BPJS kan cukup besar. Mungkin saja kenaikan itu untuk menutupi kekurangan sebelumnya," tuturnya.

Anak Bendesa Adat Tegal Linggah Tabanan Kecelakaan Maut, Kepala Raka Pecah Membentur Truk

UMK Badung Disepakati Rp 2.930.092, Bagaimana dengan Gianyar dan Lainnya?

Selain menuntut agar membenahi kekurangannya, Umar juga meminta BPJS Kesehatan untuk segera mengumumkan apa saja yang di-cover dari adanya kenaikan iuran tersebut.

"Karena di lapangan publik itu bingung ketika datang ke rumah sakit, (ternyata) ini enggak di-cover, obatnya habis dan sebagainya," kata dia.

Akibatnya, publik memberikan penilaian yang buruk kepada BPJS Kesehatan.

Sebagaimana dilansir Kompas.com, dalam Pasal 34 beleid tersebut diatur bahwa kenaikan iuran terjadi terhadap seluruh segmen peserta mandiri kategori pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP) yang mulai berlaku 1 Januari 2020.

Iuran peserta kelas 3 akan meningkat menjadi Rp 42.000, dari saat ini sebesar Rp 25.500.

Iuran peserta kelas 2 akan meningkat menjadi Rp 110.000 dari saat ini sebesar Rp 51.000.

Iuran peserta Kelas 1 akan naik menjadi Rp 160.000 dari saat ini sebesar Rp 80.000.

75 Persen Perusahaan Belum Terapkan UMK, Karangasem Usulkan UMK Tahun 2020 Rp 2,5 Juta

Koster Tetapkan UMP Bali Rp 2,4 Juta, UMK Badung Jadi yang Tertinggi Sebesar Rp 2,9 Juta

Selain kenaikan untuk peserta mandiri, diatur juga kenaikan untuk peserta penerima bantuan iuran (PBI).

Iuran bagi Peserta PBI yang didaftarkan oleh pemerintah daerah yaitu sebesar Rp 42.000, naik dari sebelumnya Rp 23.000.

Kenaikan iuran PBI yang berasal dari anggaran pemerintah ini akan berlaku surut pada 1 Agustus 2019. (sui)

Dasar Perhitungan Iuran Berubah

Pengedar Sabu Lintas Kabupaten Tertangkap, Dody Tergiur Upah 500 Ribu

Ramalan Zodiak Cinta Hari Ini: Masih Jomblo, Jangan Khawatir Aries, Kejutan Menyenangkan Menunggumu!

Dalam Pasal 30, juga diatur tentang kenaikan perhitungan iuran peserta pekerja penerima upah (PPU) yang terdiri atas ASN, prajurit, Polri.

Besaran iuran sebesar lima persen dari gaji per bulan terdiri dari empat persen yang dibayar oleh pemberi kerja dan satu persen dibayar oleh peserta.

Sebelumnya, pemberi kerja membayar tiga persen dan peserta dua persen.

Sementara Pasal 32 mengatur batas tertinggi dari gaji per bulan yang digunakan sebagai dasar perhitungan besaran iuran peserta PPU.

Batas tertinggi itu naik menjadi Rp 12 juta dari sebelumnya sebesar Rp 8 juta.

Kebakaran Hutan di Lereng Gunung Batur, Api Membara 100 Meter dari Pura Pasar Agung

Kasus Pura Pucak Gegelang Belum Jelas Kelanjutannya, Kelian dan PHDI Mengaku Belum Dihubungi BPR

Pada Pasal 33 diatur bahwa gaji yang digunakan sebagai dasar perhitungan iuran bagi peserta PPU terdiri dari gaji pokok, tunjangan keluarga, tunjangan jabatan atau tunjangan umum, tunjangan profesi, dan tunjangan kinerja.

Sebelumnya, yang dijadikan dasar perhitungan hanya gaji pokok dan tunjangan keluarga. Berdasarkan Pasal 33A, perubahan ketentuan komposisi persentase tersebut berlaku mulai 1 Oktober 2019. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved