Kering Berkepanjangan, PHDI Laksanakan Upacara Nunas Sabeh Mapag Toya

Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali menggelar upacara Nunas Sabeh Mapag Toya untuk memohon turunnya hujan di Halaman Kantor PHDI Bal

Penulis: Wema Satya Dinata | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
Tribun Bali/Wema Satya Dinata
Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali menggelar upacara Nunas Sabeh Mapag Toya untuk memohon turunnya hujan di Halaman Kantor PHDI Bali, Jumat (6/12/2019). 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR-Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali menggelar upacara Nunas Sabeh Mapag Toya untuk memohon turunnya hujan di Halaman Kantor PHDI Bali, Jumat (6/12/2019).

Ketua PHDI Bali, Prof. I Gusti Ngurah Sudiana mengatakan Upacara nunas sabeh mapag toya ini termasuk dalam upacara Dewa Yadnya.

Upacara ini pertama kali dilaksanakan oleh PHDI Bali akibat kekeringan yang berkepanjangan.

Ia menerangkan dilihat dari siklus alam, dari dulu memang ada bulan atau tahun yang menyebabkan panas terlalu panjang.

Kedekatan Irina Putri Spaso yang Tak Pernah Jauh dari Sosok Istri Pelatih Bali United Teco

Timnas U-22 Indonesia Dibawa ke Sekolahan Sebagai Ruang Ganti, Indra Sjafri: Tutup Aib Mereka

141 Siswa SMP Jadi Kader Anti-Korupsi, Peringati Hari Anti-Korupsi, Kejari Negara Gandeng Disdik

Pada tahun 2019 ini terjadi panas yang sangat panjang tidak saja di Bali, tetapi juga di seluruh Indonesia.

Dikatakannya di Bali seharusnya mulai bulan November atau Desember sudah turun hujan.

Menurut Prof.Sudiana salah satu penghambat turunnya hujan di kawasan Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan adalah karena maraknya penggunaan laser.

“Tetapi karena ada laser di beberapa tempat di Sarbagita maka itu menghambat turunnya hujan karena ketika mendung itu disorot laser, kemudian dia bisa hilang,” kata Prof.Sudiana.

Skuat Bali United Kunjungi Puja Mandala Nusa Dua, Teco Terkesan Kerukunan Antarumat Beragama

Tak Masuk APBD Bangli 2020, Program Beasiswa Perguruan Tinggi Belum Dianggarkan dan Terancam Mandek

Medali SEA Games Indonesia, Pelari Senior Agus Prayogo Tambah Pundi Emas dari Marathon

 
Sesuai Lontar Widhi Sastra Tapini dan beberapa lontar yang lain, memang kalau sudah panas berkepanjangan dan susah turun hujan, menurut Hindu di Bali ada suatu tradisi memohon hujan kepada Dewa Wisnu supaya beliau berkenan turun agar alam ini tidak kekeringan.

“Pada hari inilah kita laksanakan upacara itu dengan pelaksanaanya PSM Bali. Kita Parisadha yang mengkoordinir. Kita harapkan upacaranya tidak saja hanya di PHDI Bali tetapi di subak yang sudah berjalan, silahkan dijalankan,” tuturnya.

 
Dengan bersama-sama melaksanakan upacara mapag toya terutama di Sarbagita ini, pihaknya meyakini Ida Batara Wisnu akan menurunkan hujan.

Dikatakan tradisi ini memang berdasarkan sastra supaya Bali tidak mengalami kekeringan.

Raih Medali Emas SEA Games Saat Ayah Berpulang, Edgar: Sedih, Papa Tak Bisa Nonton Saya Tanding

Nusa Penida Peringkat Pertama Destinasi Backpacker Terbaik 2020

Sukses Dalam Pengelolaan Manajemen Risiko, PT PELNI Raih Penghargaan Bergengsi

Orang yang diminta untuk melaksanakan adalah para pemangku dan disaksikan dharma pepati.

“Jadi Ketua Sulinggih PHDI Bali menyaksikan dan memberikan restu, selanjutnya untuk pelaksanaannya ada di PHDI,” imbuhnya.

 
Untuk menyempurnakan pelaksanaan upacara, pihak panitia juga nunas tirta ke Pura Puncak Padang Dawa dan Pura Taman Sari.

 
“Diharapkan supaya beliau hadir ke sini karena di sana (Pura Puncak Padang Dawa dan Pura Taman Sari) sudah hujan, hadir memberikan mendung dan hujan,” harapnya.

Kontrak Ricky Fajrin di Bali United Segera Tuntas, Klub Malaysia dan Thailand Jalin Komunikasi

Nusa Penida Peringkat Pertama Destinasi Backpacker Terbaik 2020

Di samping itu, dengan dilaksanakan upacara Mapag Toya, Ida Batara Wisnu berkenan memberikan penganugerahan kepada kita semua supaya kawasan Sarbagita ini tidak kekeringan.

Untuk mengantisipasi kekeringan ini, sambung dia, hal yang dapat dilakukan adalah, melakukan reboisasi terhadap hutan yang menipis, dan pohon-pohon yang telah mati. 

Selanjutnya PHDI mengimbau pertama kepada masyarakat menanam pohon-pohonan lagi, melakukan penghijauan .

“Kalau bisa satu minggu, satu keluarga menanam pohon dan menaburkan benih-benih supaya alam ini kembali hijau, dengan demikian akan mudah turun hujan, tumbuh dengan baik dan banyak menghasilkan oksigen,” imbaumya.

Kedua, mengimbau kepada pelaksana proyek agar menghentikan penggunaan laser, paling tidak selama sebulan sehingga alam kembali bersikulasi dengan baik.

Mangkrak 8 Bulan, Pembangunan Jembatan Metra-Kedui Bangli Dilanjutkan Tahun 2020

Anggaran Sampah di Bangli hanya Cukup untuk Enam Bulan, Hanya Dipatok Rp 1,7 Miliar di 2020

Kalau sirkulasi alam tidak baik, maka dikhawatirkan bisa mengubah hukum alam.

“Kalau alam sampai kekeringan maka efeknya sangat banyak sekali pada mahkluk hidup,” ucapnya.

Ketiga, mengimbau kepada Pemerintah baik Gubernur dan Walikota/Bupati agar memberi imbauan untuk menghentikan penggunaan laser bulan-bulan ini. Sehingga hujan turun, masyarakat tidak gerah, dan PDAM tidak kekurangan air.

“Kalau ini tidak diimbau dan dihentikan sementara kita khawatir satu bulan kedepan kita akan kekurangan air,” jelas Prof.Sudiana. 

Minta Keringanan kepada Jaksa dan Hakim, Sudikerta: Saya Menyesal dan Bersalah

I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra Atau Ari Askhara Diberhentikan Menteri BUMN sebagai Dirut Garuda

Sementara itu, Karo Kesra Setda Provinsi Bali Anak Agung Gde Geriya mendukung pelaksanaan ritual Nunas Sabeh Mapag Toya ini. 

 
Menurutnya tradisi ini sudah dilaksanakan secara turun menurun ketika terjadi musim kemarau berkepanjangan.

“Tradisi ini juga dilakukan oleh krama subak sejak masa lampau saat mereka mau menanam dan bercocok tanam,” kata Gung Geriya.(*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved