Persentase Kematian Akibat Corona di Indonesia Masih Tinggi, 3 Hal Ini yang Dilewatkan
Berikut ini setidaknya tiga fakta di lapangan yang mempengaruhi penghitungan persentase kematian COVID-19.
Dengan kata lain, ada sekitar 17.500 kasus bergejala yang diperkirakan tidak terdeteksi per 25 Maret 2020.
• Cadangan Pangan di Karangasem Masih Cukup di Tengah Wabah Corona
• Pura Desa Lan Puseh Desa Adat Denpasar Adakan Upacara untuk Memohon Berakhirnya Penyebaran Covid-19
• Doa Serentak di Pulau Bali, Keuskupan Denpasar Gelar Ekaristi Khusus Doa Bagi Pencegahan Covid-19
Jumlah ini bisa mencapai 35.000 pada akhir Maret 2020, dengan asumsi bahwa jumlah kasus di Indonesia bertambah dua kali lipat setiap enam hari seperti laporan Max Roser dan tim dari Oxford University Inggris.
Persentase temuan kasus di Indonesia sangat rendah jika dibanding Korea Selatan yang mampu mendeteksi 78% kasus bergejala, dengan menerapkan strategi pemeriksaan massal.
Penelitian Timothy juga melaporkan rendahnya persentase temuan kasus bergejala di negara-negara dengan jumlah kematian yang tinggi, seperti Italia, Spanyol dan Iran.
Hal ini sangat mungkin mencerminkan adanya tren keterlambatan penemuan kasus di negara-negara dengan jumlah kematian yang tinggi, termasuk Indonesia.
Pemeriksaan massal dan cepat baru dimulai pekan lalu di Jakarta, Jawa Barat, dan Banten, hampir tiga pekan setelah kasus pertama diumumkan. Hasilnya mungkin akan diketahui dalam beberapa pekan ke depan.
• Pasien Sembuh Virus Corona: Mental Seperti Baja, Muka Seperti Tembok Berlin, dan Telinga Harus Tuli
• Penguatan Pencegahan Corona, Koster Instruksikan Pembatasan Keluar Masuk Bali Diperketat
2. Mayoritas infeksi bergejala ringan atau tidak bergejala
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan 80% penderita COVID-19 mengalami gejala ringan (mirip dengan gejala flu biasa) atau bahkan tanpa gejala, 15% dengan gejala berat, dan 5% kritis.
Ini seperti piramida, yang menunjukkan kasus kritis muncul paling sedikit di atas.
Gejala ringan dapat berupa demam, batuk, pilek atau sakit tenggorokan, gejala berat berupa sesak napas yang membutuhkan bantuan oksigen, sedangkan kondisi kritis adalah kondisi yang membutuhkan bantuan alat pernapasan.
Hal ini mengakibatkan kemungkinan besar orang yang mengalami gejala ringan akan mengobati diri sendiri sampai sembuh, sehingga tidak terdeteksi oleh sistem kesehatan.
Sedangkan orang yang terinfeksi tapi tidak mengalami gejala apa pun, sangat mungkin tidak akan terdeteksi kecuali diketahui memiliki riwayat kontak erat dengan kasus positif.
Sebuah penelitian dari Imperial College London Inggris juga melaporkan bahwa mayoritas orang yang terinfeksi COVID-19 tidak terdeteksi karena hanya mengalami gejala ringan, tidak spesifik atau bahkan tidak mengalami gejala.
Temuan ini mengindikasikan bahwa jumlah kasus COVID-19 yang dilaporkan hingga saat ini masih sangat jauh dari jumlah kasus yang sebenarnya terjadi di masyarakat, termasuk di Indonesia.
3. Kematian berhubungan dengan adanya penyakit kronis penyerta