Jerinx SID Dilaporkan ke Polda Bali
Keberatan Atas Dakwaan Tim Jaksa Penuntut Jerinx dan Tim Penasihat Hukum Ajukan Eksepsi
Setelah sidang dua kali diskor oleh majelis hakim, karena tim penasihat hukum telat hadir dan adanya gangguan teknis koneksi jaringan internet, akhirn
Penulis: Putu Candra | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Setelah sidang dua kali diskor oleh majelis hakim, karena tim penasihat hukum telat hadir dan adanya gangguan teknis koneksi jaringan internet, akhirnya sidang perkara dugaan ujaran kebencian kembali digelar secara virtual atau online, Selasa (22/9/2020).
Jerinx pun telah didampingi tim penasihat hukumnya.
Dari jalannya sidang dengan agenda pembacaan kembali surat dakwaan oleh tim jaksa, Jerinx dan tim penasihat hukumnya menyatakan, keberatan atas dakwaan jaksa penuntut.
Awal sebelum sidang dimulai, Hakim Ketua Ida Ayu Nyoman Adnya Dewi terlebih dahulu menanyakan kepada Jerinx, apakah dirinya pada sidang sebelumnya mengerti atas dakwaan jaksa yang telah dibacakan di persidangan.
"Pada persidangan yang lalu, saat majelis memerintahkan penuntut umum membacakan dakwaan, saudara memilih walkout dan dakwaan dibacakan penuntut umum. Terhadap dakwaan yang telah dibacakan itu, apakah saudara terdakwa sudah mengerti. Karena dari awal persidangan saudara sudah ditanyakan, dan telah menerima surat dakwaan dari penuntut umum," tanya Hakim Adnya Dewi.
• Danlanud I Gusti Ngurah Rai Kolonel (Pnb) Radar Soeharsono Beri Contoh Nyata Antisipasi Covid-19
• KPU Bali Batasi Kampanye Maksimal 50 Orang, Berikut Ini Rencana Aturan Pilkada Serentak 2020
• Bupati Mas Sumatri Gelontorkan Bantuan 512.797 Masker
"Maaf Yang Mulia, saya tidak mengerti karena saya tidak mendengarnya langsung," saut Jerinx dari balik layar monitor.
Lantaran Jerinx menyatakan tidak mengerti, majelis hakim pun memerintahkan tim jaksa membacakan kembali dan menjelaskan isi dakwaan.
Saat jaksa akan membacakan surat dakwaan, Jerinx kembali menegaskan, dirinya menolak sidang online dan meminta sidang digelar secara offline.
"Maaf Yang Mulia, saya sebagai terdakwa tetap menolak sidang online, dan meminta sidang offline atau tatap muka. Karena kepentingan sidang bukan hanya untuk korban tapi untuk saya. Bukan juga untuk jaksa penuntut umum dan hakim. Selebihnya saya serahkan ke penasihat hukum untuk membela kepentingan hukum saya. Terima kasih, Yang Mulia," tegas Jerinx.
• Sri Mulyani Perkirakan Ekonomi Kuartal III Minus 2,9 Persen, Lebih Dalam dari Proyeksi Sebelumnya
• Kasus Laka Kembali Meningkat Sejak Era Baru, Kasat Lantas Polresta Denpasar Beri Imbauan
• Daftar Para Menteri Jokowi yang Kena Covid-19 Sampai Masuk ICU
Permintaan Jerinx itu diperkuat kembali oleh anggota penasihat hukumnya, Sugeng Teguh Santoso.
Ia menyampaikan bahwa persidangan ini adalah upaya pencarian kebenaran materiil dan harus mengakomodasi kepentingan korban serta terdakwa.
"Kami sampaikan mewakili kepentingan Jerinx. Persidangan ini adalah upaya pencarian kebenaran materiil. Di sana kepentingan keadilan dari korban harus diakomodir. Kepentingan juga pencarian keadilan untuk terdakwa diakomodir. Kita para officer keadilan harus mengakomodasi. Parameter-parameter penegakan hukum untuk mendapatkan keadilan yang cermat, presisi telah ditetapkan dalam Undang-Undang yaitu KUHAP," jelasnya.
Untuk mengakomodasi kepentingan pencarian keadilan itu, Sugeng meminta sidang dilakukan secara offline agar didapat satu persidangan yang legitimate dan tidak mengesampingkan tujuan keadilan.
• Cari Nafkah di Bali, Driver Ojek Online Tewas Kecelakaan di Denpasar, Tinggalkan Istri dan Dua Anak
• Sempat Tutup karena Pegawai Positif Covid-19, Kini Diskominfo Gianyar Sudah Buka Seperti Biasa
• Klaster Perkantoran di Denpasar, 138 Pegawai Swasta dan BUMN Positif Covid-19, GTPP Imbau Waspada
"Berkaitan dengan sidang lalu, kita sudah meminta, ternyata problem-nya pada soal produk-produk yang menjadi rujukan majelis hakim dalam memutuskan sidang offline. Oleh karena itu, kami telah bersurat ke MA untuk meminta petunjuk dan juga pendapat, tanggapan agar persidangan atas nama Pelapor korban IDI, dan terdakwa atas nama I Gede Aryastina dilakukan secara offline," tegasnya.
Menanggapi pendapat dan permintaan itu, majelis hakim tetap bersikukuh untuk sementara menggelar sidang online sembari menunggu petunjuk dari Mahkamah Agung.
"Kalau ditunggu kapan akan turun pendapat dari MA? Ini akan menunda waktu persidangan. Sedangkan proses penahanan terdakwa berjalan terus dan tidak bisa diperpanjang lagi," ujar Hakim Adnya Dewi.
Di sisi lain, tim jaksa penuntut tetap mengikuti prosedur persidangan sesuai keputusan majelis hakim.
"Kami sepakat untuk sidang kali ini dilanjutkan secara online yang telah ditetapkan majelis hakim pada sidang sebelumnya," kata Jaksa Otong Hendra Rahayu.
Usai para pihak berpendapat dan akhirnya menyetujui. Hakim pun meminta tim jaksa untuk membacakan dan menjelaskan kembali isi dakwaan.
Seusai jaksa membacakan dakwaan, hakim menanyakan Jerinx, apakah telah mengerti dengan isi dakwaan.
"Saya ada dua pertanyaan, kenapa tidak dibacakan secara penuh dan diartikan secara penuh. Yang ada kata "Kacungnya". Kedua, sebenarnya salah saya apa sih," tanya Jerinx.
"Nanti di pembuktian. Saudara belum dinyatakan bersalah. Jadi itu menyangkut pembuktian. Tapi apakah saudara mengerti yang telah dijelaskan penuntut umum. Silakan berkonsultasi dengan penasihat hukum saudara, apakah menerima, akan mengajukan keberatan atau eksepsi terhadap dakwaan penuntut umum," tanya Hakim Adnya Dewi.
"Sudah. Maaf Yang Mulia, nanti saya akan mengajukan eksepsi dan penasihat hukum saya yang akan mengajukan eksepsi. Terima kasih," jawab Jerinx.
Dengan diajukan eksepsi majelis hakim pun memberikan waktu kepada terdakwa beserta penasihat hukumnya untuk mempersiapkan nota keberatan.
"Terdakwa mengajukan eksepsi dan kami penasihat hukum juga mengajukan eksepsi. Sekiranya kalau boleh mohon waktu dua minggu," pinta Sugeng.
Namun permintaan Sugeng ditolak majelis hakim, karena hakim telah membuat rancangan persidangan.
Sidang akan kembali digelar, Selasa 29 September 2020, dengan agenda pembacaan nota keberatan atau eksepsi oleh terdakwa dan penasihat hukumnya. (*)