Demo AWK
GNA Merasa Tak Memukul AWK, Polda Bali Periksa Terlapor Kasus Dugaan Penganiayaan
GNA mengakui yang terlihat di video benar dirinya, namun ia tak merasa telah memukul AWK
Penulis: Adrian Amurwonegoro | Editor: Irma Budiarti
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Bali memanggil pihak terlapor, GNA, dalam kasus dugaan tindak penganiayaan terhadap anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Gusti Ngurah Arya Wedakarna (AWK), di Mapolda Bali, Denpasar, Bali, Rabu (11/11/2020).
Saat diperiksa dan diperlihatkan video dugaan kasus pemukulan terhadap AWK oleh penyidik, GNA mengakui yang terlihat di video benar dirinya, namun ia tak merasa telah memukul AWK.
GNA yang merupakan anggota Perguruan Sandhi Murti memenuhi panggilan Polda Bali didampingi Tim Advokat Komponen Rakyat Bali dan sejumlah anggota Sandhi Murti dan Puskor Hindunesia.
Rombongan GNA bersama tim advokat tiba di Ditreskrimum Polda Bali sekira pukul 10.33 Wita.
Namun pemeriksaan baru mulai dijalani pukul 13.00 Wita hingga usai sekitar 16.30 Wita.
"Hari ini (kemarin, red) kami tim advokat mendampingi GNA, memenuhi undangan dari Polda Bali untuk klarifikasi kepada GNA yang merupakan anggota Sandhi Murti," kata Koordinator Tim Advokat Komponen Rakyat Bali, Anak Agung Ngurah Mayun Wahyudi, kepada awak media.
Terkait kapasitas GNA dalam pemanggilan ini, tim advokat mengaku belum bisa memastikan.
Sebab dalam undangan yang diterima tiga hari lalu hanya menyebutkan salah satu anggota Sandhi Murti itu diminta untuk klarifikasi.
"Surat undangan hanya menyangkut klarifikasi, rekan tim hukum belum begitu paham. Kami baru bisa memastikan usai proses klarifikasi dari tim penyidik Polda Bali,” ujarnya.
Setelah menjalani pemeriksaan, diketahui GNA dipanggil untuk klarifikasi dengan status sebagai saksi terlapor.
20 Pertanyaan
Dalam pemeriksaan yang berlangsung hampir selama empat jam itu, GNA yang didampingi kuasa hukumnya dicecar 20 pertanyaan oleh tim penyidik.
Pertanyaan seputar kegiatan demo di Kantor Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Bali pada 28 Oktober 2020.
"Pertanyaannya menyangkut tentang kegiatan di Kantor Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Bali, tanggal 28 Oktober 2020 lalu. Dari mana peristiwanya, siapa yang ikut kegiatan pada saat itu, ya seputar itu, ada 20 pertanyaan," kata Ngurah Mayun.
Baca juga: Polda Bali Tangani Sebanyak 6 Berkas Laporan Berkaitan dengan AWK, Bakal Diproses Semua
Baca juga: Kuasa Hukum Sebut Anggota Sandhi Murti Tak Melakukan Pemukulan Terhadap AWK, Lupa, Seperti Kerasukan
Tim kuasa hukum menegaskan, dalam proses klarifikasi, GNA menyatakan tidak melakukan hal seperti yang dipertanyakan penyidik terkait video kasus dugaan pemukulan dalam aksi unjuk rasa tersebut.
"Tidak ada melakukan hal seperti yang disampaikan di video itu. Situasi pada saat itu begitu kacau. Menurut keterangan yang diperiksa, dia menyatakan tidak melakukan yang dimaksud dalam video tersebut," ujar Ngurah Mayun.
Dikonfirmasi terpisah oleh Tribun Bali, kuasa hukum GNA lainnya, I Nengah Yasa Adi Susanto, juga menyatakan kliennya tidak melakukan tindak pemukulan terhadap AWK.
Hal ini disampaikan GNA di hadapan penyidik.
"Iya, dari penyidik mengajukan 20 pertanyaan, salah satunya menanyakan dan menunjukkan bukti rekaman video pemukulan, klien saya merasa benar bahwa itu dirinya, tapi dia tidak merasa memukul atau menyentuh AWK," kata dia.
Ia menjelaskan, dalam demonstrasi di Kantor DPD RI Bali tersebut terjadi kegaduhan.
Masyarakat terpancing sisi emosionalnya saat melihat AWK menantang dan mengacungkan kepalan tangan di hadapan massa.
"Ada banyak masyarakat saat itu histeris. Mungkin juga karena mereka merasa agama atau kepercayaannya dilecehkan oleh Wedakarna, sehingga terjadi kegaduhan saling dorong, klien kami lupa apa yang terjadi. Dia tidak ingat apa-apa, makanya dia tidak pernah merasa melakukan pemukulan atau apa," sebutnya.
Kliennya, GNA, mengaku kaget setelah melihat video ada dirinya di situ.
GNA tidak menampik bahwa itu benar dirinya.
Namun menyanggah tudingan pemukulan terhadap AWK.
"Dia (klien) baru tahu, kaget ketika melihat video, loh kok ada saya itu, padahal dia sendiri tidak merasa melakukan pemukulan itu. Dia bilang tidak memukul, kalau memukul sudah dia pukul, sesuai dengan video kan kayak nyemash ke kepala. Tidak ada melakukan itu dia bilang," ungkapnya.
Adi menyebut, kliennya merasa seperti kerasukan setelah merasa agama dan kepercayaannya dilecehkan waktu itu, serta tidak ingat apa yang terjadi saat demo ricuh dan suasana kacau.
"Dia (klien) tidak ingat apa apa, seperti kerasukan karena waktu itu banyak orang seperti kerasukan, merasa agama dan kepercayaan dilecehkan seperti ada yang merasuki, jadi dia tidak ingat apa-apa waktu itu," tandasnya.
Terkait agenda pemanggilan kembali, tim kuasa hukum memastikan bakal bersifat kooperatif terhadap penyidik dari Polda Bali jika ada pemanggilan.
"Kalau pemanggilan kembali, itu kewenangan penyidik kalau dianggap perlu dipanggil kami akan datang untuk memberikan keterangan sesuai dengan apa yang diketahui oleh yang dilaporkan atau dipanggil," jelas Ngurah Mayun.
Sebelumnya, aksi unjuk rasa yang dilakukan Perguruan Sandhi Murti bersama Puskor Hindunesi dan elemen masyarakat lainnya di Kantor DPD Provinsi Bali, Jl Cok Tresna, Renon, Denpasar, Rabu (28/10/2020) siang, berlangsung ricuh.
Baca juga: Anggota Perguruan Sandhi Murti yang Datang Ke Polda Bali Karena Laporan AWK Berinisial GNA
Baca juga: Dilaporkan ke Badan Kehormatan DPD RI Oleh 35 Organisasi, AWK: Silakan Saja
Arya Wedakarna yang merasa dirinya dipukul atau dianiaya oleh massa pengunjuk rasa kemudian melapor ke Ditreskrimum Polda Bali usai demo tersebut.
AWK datang ke Polda Bali dengan menyerahkan sejumlah barang bukti, berupa video, barang yang dirusak, hingga hasil visum dari RS Polri Trijata, melalui Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di Polda Bali.
Pertanyakan Kasus
Sementara itu, Pinisepuh Perguruan Sandhi Murti, I Gusti Ngurah Harta, menyesalkan tindakan Polda Bali yang memanggil anggotanya terkait kasus dugaan pemukulan terhadap AWK.
Menurutnya, pemanggilan ini memperlihatkan Polda Bali tak adil dalam penanganan kasus yang dilaporkan masyarakat.
"Polda (dalam penanganan kasus) harus seimbang," kata Ngurah Harta saat dihubungi Tribun Bali melalui sambungan telepon dari Denpasar, Rabu (11/11/2020).
Ngurah Harta kemudian mempertanyakan penanganan kasus dikarenakan beberapa laporannya terkait AWK belum digubris oleh pihak Polda Bali.
Berbagai laporan tersebut di antaranya kasus penganiayaan yang dilakukan AWK terhadap ajudannya, kasus penistaan terhadap pendeta Hindu atau sulinggih di Bali, dan kasus AWK yang mengaburkan sejarah karena mengaku sebagai raja Majapahit.
"Kok laporan ini tidak diproses. Sedangkan laporannya AWK secepat ini diproses. Ada apa ini? Kan begitu. Ini yang menjadi tanda tanya," kata Ngurah Harta.
Dirinya pun menilai, ada ketidakadilan dari Polda Bali dalam menangani kasus.
"Itu orang kita kok cepat sekali diproses. Sementara laporan kita sudah 8 bulan sampai saat ini ndak diproses," paparnya.
Seharusnya, kata dia, jika pelaporan yang dilakukan AWK berjalan cepat, maka laporan pihaknya terhadap AWK seharusnya tidak berjalan lama.
Dirinya menegaskan, jika memang laporan yang dibawa ke Polda Bali terus mandeg, maka pihaknya akan melaporkan langsung ke Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) di Jakarta.
Wakil Direktur Reskrimum Polda Bali AKBP Suratno menyatakan pemanggilan terhadap GNA tersebut untuk memintai keterangan sesuai prosedur hukum yang berlaku.
"Ya kami panggil karena dia sebagai terlapor tentu kami akan mintai keterangan sesuai prosedur," ungkap AKBP Suratno saat dikonfirmasi awak media.
Dia menyebut ada enam laporan yang menyangkut AWK, baik pelapor maupun terlapor.
AKBP Suratno menyebutkan, semua kasus yang masuk terkait AWK baik sebagai pelapor maupun pelapor diproses secara transparan.
"Initinya semua soal Pak AWK kami proses, baik Pak AWK sebagai pelapor maupun sebagai terlapor. Laporan yang berkaitan soal Pak AWK ada 6 di krimum, baik itu yang dilaporkan Pak AWK maupun Pak AWK sebagai terlapor, termasuk dugaan penistaan agama," beber mantan Kapolres Buleleng ini.
(ian/sui)
