Serba serbi

Banten Saiban, Ini Pentingnya Kata Ida Rsi Bhujangga Waisnawa Putra Sara Shri Satya Jyoti

Masyarakat Hindu Bali, tidak bisa lepas dari banten dan upakara dalam kesehariannya. Banten merupakan sarana suci, bagian dari yadnya yang dihaturkan

Tribun Bali/AA Seri Kusniarti
Ilustrasi banten saiban 

Laporan Wartawan Tribun Bali, A A Seri Kusniarti

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Masyarakat Hindu Bali, tidak bisa lepas dari banten dan upakara dalam kesehariannya.

Banten merupakan sarana suci, bagian dari yadnya yang dihaturkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan manifestasinya.

Sebagai bentuk rasa syukur umat, atas segala karunia yang diberikan di dunia.

Satu di antara banten yang harus ada setiap harinya, adalah banten saiban.

Hal ini dijelaskan Ida Rsi Bhujangga Waisnawa Putra Sara Shri Satya Jyoti, dari Gria Bhuwana Dharma Shanti, Sesetan, Denpasar.

Baca juga: Dua Minggu Jelang Coblosan, Bawaslu Bali Intens Awasi Penyaluran Bansos Covid-19

Baca juga: Badung Terima Dana Transfer DIPA APBN 2021 Sejumlah Rp 755 Miliar, Meningkat dari Tahun Sebelumnya

Baca juga: Gelandang Bali United Senang Klub yang Dibelanya Akan Kembali Berlaga

“Banten saiban disebut juga Yadnya Sesa, yang selalu dipersembahkan setiap hari sebelum makan. Hal ini memiliki makna, bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini ada yang menciptakan dan artinya ada yang memiliki,” jelas beliau kepada Tribun Bali, Kamis (26/11/2020).

Pemilik yang beliau maksud, adalah tiada lain Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa.

Sebab makanan yang ada di dunia ini, adalah ciptaan Tuhan untuk keberlangsungan kehidupan ciptaan-Nya.

“Maka dari itu, sebelum kita makan, terlebih dulu harus berbagi kepada ciptaan Tuhan yang lainnya, sehingga kita sebagai manusia tidak terlalu rakus, hanya untuk kepentingan diri sendiri,” tegas beliau.

Baca juga: WIKI BALI - Profil Gek Mirah, Penyanyi yang Sering Juarai Lomba Menyanyi

Baca juga: Kanit Laka Lantas Pastikan Kasus Laka di Simpang Tiga Soputan-Imam Bonjol karena Tabrakan

Baca juga: Pembahasan RAPBD 2021,Dua Fraksi DPRD Tabanan Tolak Poin Belanja Hibah & Penyertaan Modal ke Perusda

Sebab sesungguhnya makanan itu ada, karena telah diadakan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.

“Itulah sebabnya, kita wajib menghaturkan sebelum kita makan. Karena kalau kita makan tanpa menghaturkan terlebih dulu, sama halnya dengan mencuri,” imbuh beliau.

Seperti banten pada umumnya, pada banten saiban pun ada aturan khusus. Intinya, kata beliau, apapun yang dimakan manusia maka itu yang ada di dalam banten saiban.

“Boleh nasi lengkap dengan lauk, sesuai apa yang akan kita makan sehari-hari,” jelas Ida bhujangga.

Baca juga: GWK Cultural Park Siap Dibuka Kembali 4 Desember Mendatang dengan Protokol Kesehatan Ketat

Baca juga: 200 Ribu UMKM Manfaatkan DANA Bisnis, Meningkat 58 Persen dari Tahun Lalu

Baca juga: Hingga Kini, 184 Hotel dan Restoran di Badung Telah Menerima Dana Hibah Pariwisata dari Pusat

Terlihat di berbagai rumah yang ada di Bali, warganya terutama ibu atau anak perempuan akan membuat banten saiban pagi hari seusai memasak.

Sebelum hasil masakan dimakan anggota keluarga, maka akan diambil dahulu sedikit untuk dijadikan banten.

Dalam wadah khusus, akan disiapkan sedikit nasi, sayur, lauk, garam, dan sambal.

Semuanya diambil sejumput, lalu diletakkan di atas daun pisang atau daun yang lainnya.

Daun ini telah dipotong kecil-kecil, berbentuk persegi dan setelah selesai ditaruh di wadah nampan.

Baca juga: 244 Hotel dan Restoran Segera Terima Stimulus Pariwisata Kota Denpasar Tahap I

Baca juga: Eka Saputra Ungkap Detik-detik Penangkapan Artis ST dan MA Terduga Kasus Prostitusi Online

Baca juga: Antisipasi Ancaman Sewaktu-waktu, Lanud I Gusti Ngurah Rai Gelar Latihan Pertahankan Pangkalan

Baru kemudian dihaturkan keliling. Sesuai aturannya, seseorang sebelum matanding banten haruslah mandi dengan bersih.

Kemudian tidak sedang dalam kondisi cuntaka (kotor) akibat haid atau karena ada sanak keluarga yang meninggal.

Setelah mandi bersih, seseorang yang akan mebanten harus menggunakan kain dan selendang dengan rambut diikat.

Sehingga apa yang dihaturkan juga bersih dan suci.

Kebiasaan ini telah terjadi turun temurun di Bali, dan menjadi keseharian warga Pulau Dewata.

Baca juga: Lama Tak Jumpa, Persedas dan Erzonia Gelar Pertandingan Eksebisi di Peliatan Ubud

Baca juga: Pemkot Denpasar Terima DIPA 2021 dan Dana Transfer Daerah dari Pusat Senilai Rp 958 Miliar

Baca juga: Terkait Pembelajaran Tatap Muka, Kadisdikpora Bali: Jangan Malah Menakut-nakuti Orangtua

Ida bhujangga menjelaskan, jika tidak menghaturkan saiban maka tentu saja ada sanksi.

Namun bukanlah tentang sanksi material, lebih kepada sanksi moral yaitu kurangnya rasa sosial terhadap ciptaan Tuhan.

Hal ini berdampak kepada timbulnya rasa ego pada diri manusia.

“Di samping itu ada sanksi psikologis terhadap diri sendiri, yaitu kita merasa ada sesuatu yang kurang dalam diri sendiri,” tegasnya.

Mengenai aturannnya, beliau menjelaskan bahwa saiban sebaiknya dihaturkan pada pagi hari setelah selesai memasak.

“Nah bagi yang sama sekali tidak punya waktu, atau sibuk bekerja dan lain sebagainya. Maka saat makan, ia harus menyisihkan sedikit makanannya di pinggir piring atau tempat untuk dihaturkan sebelum makan,” jelas beliau.

Sementara untuk di rumah, saiban cukup dihaturkan di tempayan tempat air, di dekat tungku api, di sapu, di talenan/pisau, dan di tempat aliran pembuangan air (song embah).

Ini adalah tempat-tempat inti untuk menghaturkan saiban. Namun memang banyak warga di Bali, yang menghaturkan saiban di lebih banyak tempat.

“Sebenarnya cukup di tempat seperti di atas saja. Kalau mau di merajan, hanya di natar saja,” imbuh beliau.

Untuk mantra, bisa dengan bahasa Bali polos atau kerap disebut sesontengan. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved