POPULER BALI Kronologi Uang Rp 94 Juta Bertebaran di Jalan | Kisah Ratu Gede Mas Mecaling di Kesiman
Tiga berita Bali populer di Tribun Bali: Kronologi Uang Rp 94 Juta Bertebaran di Jalan hingga Kisah Ratu Gede Mas Mecaling di Kesiman.
"Bapak lihat, tidak ada bus umum di geladak kendaraan. Kalau adapun, penumpang satu bus cuma terisi 7 orang.
Ada 10 penumpang saja sudah paling banyak itu. Karena penumpang turun, jualan saya jadi terdampak," ucap Fajar.
"Kalau bus yang dari Bali ke Jawa masih lumayan terisi kursi penumpangnya. Yang dari Jawa ke Bali, drop," kata Fajar.
Doddy Risdianto, mualim feri KMP Dharma Rucitra yang layani penyeberangan Selat Bali.
Ia juga mengakui adanya penurunan penumpang.
"Biasanya memang ramai jelang Natal dan Tahun Baru. Kini turun," kata Doddy saat ditemui Tribun Bali, Rabu (23/12/2020).
3. Kisah Ratu Gede Mas Mecaling di Kesiman Denpasar
Zaman dahulu I Gede Mecaling yang kini dikenal dengan nama Ida Bhatara Ratu Gede Mas Mecaling kerap datang dari Nusa Penida ke Kesiman, Denpasar, Bali.
“Konon beliau datang menggunakan perahu, dari Nusa Penida langsung masuk ke sungai dan tiba di Kesiman.
Makanya di bawah sungai sekarang ada batu perahu,” sebut I Wayan Turun, warga Banjar Kedaton, Desa Adat Kesiman, Denpasar, Rabu (23/12/2020).
Batu ini cukup besar, sebagai tanda perjalanan Ratu Gede Mas Mecaling.
Ratu Gede Mas Mecaling datang ke Kesiman dengan membawa 15 bhuta kala yang mengiringinya.
Setelah itu, di Pura Maling Kiuh, Ratu Gede Mas Mecaling sangkep atau rapat untuk mencari tetadahan (korban/tumbal) di Kesiman.
Baca juga: Kisah Kesaktian Ratu Gede Mas Mecaling Dalem Ped, Dianugerahi Ajian Kanda Sanga hingga Panca Taksu
“Makanya pada zaman dahulu, ketika jalanan tidak seramai sekarang.
Jika ada yang memanggil dari luar meminta ayam, tetapi wajahnya tidak terlihat jangan disapa balik,” katanya.
Bunyi panggilan gaib itu ‘idih siape sik’ yang berarti minta ayam satu.
Konon jika seseorang menggubris panggilan entah dari siapa itu, maka malapetaka akan terjadi.
Bahkan yang terburuk adalah orang yang membalas panggilan itu bisa meninggal dunia.
Kemudian ada aturan lain, ketika tepat jam 12 siang, tidak boleh berjalan di jalan raya.
Karena Ratu Gede Mas Mecaling sedang keluar dan berjalan bersama bhuta kala.
Baca juga: POPULER SEPEKAN: Kondisi 3 Mobil dalam Bentrok FPI-Polisi | Ashanty Habiskan Rp 900 Juta Sebulan
“Demikian kepercayaan di Desa Adat Kesiman yang diceritakan dari dahulu,” katanya.
Satu di antara bhuta kala pengiring Ratu Gede Mas Mecaling adalah I Kala Baung, yang menguasai pinggir pantai.
Agar tidak terjadi malapetaka, maka setiap kedatangan Ratu Gede Mas Mecaling dihaturkan hidangan.
Berupa bebantenan di Pantai Biaung oleh Mangku Dalem Wresana.
Setelah itu, pada sasih kesanga Desa Adat Kesiman yang menghaturkan hidangan atau bebantenan di Padang Galak.
Sebelum akhirnya Ratu Gede Mas Mecaling kembali ke Dalem Ped, Nusa Penida, lewat laut.