Berita Jembrana
Jembrana Temukan 121 Kasus DBD, Meningkat Jauh dari Tahun Lalu
Selain tingginya kasus rabies, Jembrana juga dikepung dengan kasus penyakit demam berdarah (DBD).
Penulis: I Made Prasetia Aryawan | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
TRIBUN-BALI.COM, JEMBRANA - Selain tingginya kasus rabies, Jembrana juga dikepung dengan kasus penyakit demam berdarah (DBD).
Periode Januari-Mei 2022 tercatat sudah ada 121 kasus demam berdarah.
Jumlah ini menunjukkan tren peningkatan yang cukup tinggi. Sebab, pada tahun 2021 lalu, tercatat hanya ada 96 kasus.
Secara umum seluruh kecamatan terdapat kasus. Namun, kasus tertinggi ditemukan di Kecamatan Negara dan Kecamatan Melaya.
Baca juga: Bupati Tinjau Langsung Gladi Bersih Duta PKB Jembrana, Seniman Tampilkan Puja Saji Peneduh Bumi
Peningkatan kasus ini disebabkan oleh berbagai faktor salah satunya peralihan musim atu pancaroba.
Masyarakat pun kembali diharapkan untuk tetap waspada dan menerapkan perilaku 3M. Selain itu juga akan dilakukan fogging di wilayah yang ditemukan kasus.
Kepala Dinas Kesehatan Jembrana, dr Made Dwipayana menjelaskan, musim pancaroba memang kerap kali terjadi peningkatan kasus.
Baca juga: 367 Ekor Babi Penampahan Galungan di Jembrana Layak Konsumsi
Namun pihaknya sudah mulai melakukan fogging di beberapa tempat atau wilayah yang ditemukan kasus. Pelaksanaan fogging juga tak dilakukan secara acak, namun sesuai dengan kebutuhan dan kriteria wilayahnya.
"Memang kasusnya (DB) mengalami peningkatan. Tahun 2022 selama 5 bulan ini jumlah kasus sudah lebih tinggi dari tahun 2021 lalu," kata Dwipayana saat dikonfirmasi, Jumat 10 Juni 2022.
Dia melanjutkan, peningkatan kasus yang ditemukan disebabkan oleh berbagai faktor.
Salah satunya adalah cuaca. Kemudian gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yang kurang dilaksanakan selama ini.
Dengan kondisi tersebut pihaknya kini sudah mulai melakukan sosialisasi agar masyarakat lebih meningkatkan PSN tersebut.
Baca juga: NGEJOT Jelang Galungan Juni 2022, DPP Peradah Bali Berbagi ke Jembrana
"Untuk jumantik dari masing-masing desa sudah bergerak. Kemudian kita juga memiliki pemantau malaria daerah (PMD) yang melakukan pemantauan kasus dan memberikan edukasi ke masyarakat," ungkapnya.
Disinggung mengenai temuan kasus cikungunya di Jembrana, mantan Kadis Sosial ini menyebutkan masih belum ditemukan kasus.
Sebab selama ini laporan kasus muncul dari setiap Puskesmas dan dokter-dokter praktik di wilayah.
"Selama ini belum ada ditemukan untuk cikungunya," tandasnya. (*)
Berita lainnya di Berita Jembrana