RUU KUHP
Anggota Komisi III DPR RI Setuju dengan RUU KUHP 2022, Namun Berikan Syarat Khusus Rekodifikasi
Anggota komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) akui setuju dengan RUU KUHP namun dengan syarat khusus
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Anggota komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) akui setuju dengan RUU KUHP namun dengan syarat khusus.
Hal tersebut diungkapkan langsung oleh anggota fraksi Partai Demokrat Santoso yang mengharapkan adanya rekodifikasi untuk RUU KUHP tersebut mengingat banyak masyarakat yang kurang setuju.
Santoso mengharapkan adanya pembaharuan melalui rekodifikasi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Dia juga meminta pembaharuan hukum pidana tersebut tidak sembarang mengkriminalisasi dan mereduksi hak-hak masyarakat.
Baca juga: DPR Sahkan RKUHP, 12 Aturan Dianggap Bermasalah, Kumpul Kebo Hingga Kritik Pemerintah Dipertanyakan
"Namun penting untuk diingat, serta perlu dipastikan bahwa semangat kodifikasi dan dekolonisasi dalam KUHP ini jangan sampai mengkriminalisasi dan mereduksi hak-hak masyarakat,” ujar Santoso dalam keterangan tertulis yang dilansir dari Kompas.com, Rabu 7 Desember 2022 lalu.
Santoso mengimbau pemerintah untuk memastikan bahwa implementasi RUU KUHP tidak akan merugikan masyarakat, melalui pengaturan yang berpotensi mengkriminalisasinya.
Pemerintah, kata dia, justru harus mampu menjamin terpenuhinya hak-hak masyarakat terutama hak atas kebebasan berpendapat.
Oleh karena itu, menurut Santoso, diperlukan pemahaman dan kehati-hatian oleh aparat penegak hukum dalam mengimplementasikan RUU KUHP.
“Penting untuk disadari bahwa saat ini masih terdapat keresahan pada banyak masyarakat terkait beberapa pengaturan tertentu, antara lain tentang penyerangan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden (wapres), serta penghinaan terhadap lembaga negara,” jelasnya.
Baca juga: AJI Denpasar Gelar Aksi Tunggal di Bajra Sandhi, Tolak 17 Pasal Bermasalah Dalam RKUHP
Santoso mengungkapkan bahwa koridor dan berbagai batasan yang telah ditetapkan terkait peraturan tersebut dalam RUU KUHP harus secara jelas dipahami dan dijalankan oleh penegak hukum dengan baik.
Dengan begitu, ia meyakini, tidak akan terjadi penyalahgunaan hukum dalam implementasinya.
Hal ini juga berlaku terhadap para jurnalis agar jangan sampai melakukan diskriminasi dalam rangka menjalankan profesinya.
“Karena itu perlindungan terhadap hak seluruh masyarakat serta edukasi terhadap aparat menjadi pekerjaan rumah (PR) utama yang harus diprioritaskan oleh pemerintah setelah pengesahan RUU KUHP ini,” imbuh Santoso.
Meskipun daft RKUHP sudah resmi berubah menjadi Undang-Undang, namun Koalisi Masyarakat Sipil menilai ada 12 aturan yang bermasalah dalam Undang-Undang tersebut.
Berdasarkan keterangan yang diterima Kompas.com, berikut beberapa aturan yang dianggap bermasalah: