Polisi Tembak Polisi
IPW Sebut Internal Polri Tak Mau Ferdy Sambo Dihukum Berat, Kasus Ismail Bolong Jadi Kartu AS Sambo?
Internal Polri disebut tidak mau jika Ferdy Sambo menerima hukuman berat akibat kaus Brigadir J
IPW Sebut Internal Polri Tak Mau Ferdy Sambo Dihukum Berat, Kasus Ismail Bolong Jadi Kartu AS Sambo?
TRIBUN-BALI.COM - Internal Polri disebut tidak mau jika tersangka intelektual pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J mendapatkan hukuman maksimal.
Hal tersebut disampaikan Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso lewat acara Satu Meja yang tayang di Kompas TV pada Rabu 25 Januari 2022.
Sugeng pun menyebut jika dirinya mendengar jika internal (Polri) tidak ingin Ferdy Sambo mendapatkan hukuman maksimal.
“Di dalam yang saya dengar, internal (Polri) tidak menghendaki Sambo itu juga mendapatkan hukuman maksimal,” ujar Sugeng.
Lebih lanjut, Sugeng menilai jika Ferdy Sambo dijatuhi hukuman maksimal maka ia pun disebut dapat membukan segeala kebobrokan anggota Polrinya lainya.
Dikutip dari Kompas.com, Sugeng pun mencontohkan terkait dengan Laporan Hasil Penyelidikan (LHP) Divisi Propam Polri terkait dugaan kasus suap tambang batu bara ilegal di Kalimantan Timur (Kaltim) yang terkait anggota Polres Samarinda, Kalimantan Timur, Ismail Bolong.
“Kalau misalnya terjadi dia mendapatkan hukuman maksimal dan merasa ditinggalkan'', dia bisa kemudian kecewa, kemudian dia bisa membuka sumber daya informasi yang dia miliki,” ucapnya.
Ada Hal Janggal Terkait dengan Kesaksian Sambo Soal LHP
Di sisi lain, Sugeng pun turut mencium ada hal yang mencurigakan terkait pernyataan Ferdy Sambo terkait LHP tersebut.
Baca juga: Saat Ferdy Sambo Dibayangi Hukuman Mati, Kasus Richard Mille dan Ismail Bolong Jadi Kartu As
Menurut Sugeng, di awal persidangan Ferdy Sambo dan terdakwa obstruction of justice penyidikan pembunuhan berencana Yosua, Hendra membenarkan soal adanya LHP soal kasus tambang ilegal itu.
Namun, beberapa waktu setelahnya, Sambo dan Hendra mengaku sudah tidak berwenang terkait LHP itu.
“Kalau dalam analisis saya itu, itu pernyataan tidak berwenang saya rasa ada pembicaraan supaya Anda tidak bicara lagi gitu. Atau dia memberi sinyal,” kata Sugeng.
Apalagi, ia mengatakan bahwa keterangan Sambo dan Hendra terkait LHP tersebut sudah masuk kategori sebagai dua alat bukti sehingga Sugeng menilai ada kemungkinan terjadi negosiasi terkait hal itu.
“Betul (menjadi bagian negosiasi terkait vonis),” kata Sugeng.
Diketahui, Ferdy Sambo dan empat terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana Yosua telah menjalani sidang tuntutan.
Kelima terdakwa dinilai jaksa terbukti bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap Yosua yang direncanakan terlebih dahulu sebagaimana diatur dan diancam dalam dakwaan Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.
Terdakwa Kuat Ma'ruf, Bripka Ricky Rizal atau Bripka RR, dan Putri Candrawathi dituntut pidana penjara 8 tahun.
Terdakwa Ferdy Sambo dituntut hukuman pidana penjara seumur hidup dan terdakwa Richard Eliezer atau Bharada E dituntut pidana penjara 12 tahun.
Bukan Wewenang Polri
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan menegaskan, kasus pembunuhan berencana Brigadir J sudah di luar wewenang Polri.
Sehingga, ia menyatakan pihaknya tak ada lagi sangkut pautnya apalagi ada kaitan dengan isu gerakan bawah tanah yang disebut-sebut oleh Menkopolhukam Mahfud MD.
"Saya rasa tahap itu sudah bukan proses penyidikan lagi, bukan ranah tugas Polri lagi, karena tugas Polri sudah lewat dan saat ini proses ada di pengadilan," kata Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta, Rabu 25 Januari 2023.
Ramadhan pun menekankan kasus tersebut tidak ada lagi kaitannya dengan penyidik Polri.
"Saya rasa kita sudah melewati tahap penyidikan, bukan merupakan kewenangan dari penyidik Polri lagi," tekannya.
Kasus Ismail Bolong Jadi Kartu AS Sambo
Dosen Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Alfons Loemau mengatakan kasus Ismail Bolong bukan satu-satunya kartu truf yang dimiliki Ferdy Sambo untuk membongkar skandal internal Kepolisian.
Menurut Alfons Loemau, kasus pemerasan yang melibatkan pejabat tinggi Polri dalam penanganan perkara Richard Mille merupakan satu di antara yang lainnya.
"Ismail salah satu, kemudian ada (kasus) arloji yang menyangkut beberapa petinggi di Bareskrim. Richard Mille, arloji mahal, puluhan miliar bahkan. Penyidiknya yang sudah jadi Kapolda sekarang di Kalimantan Selatan, itu sempat dilemparkan juga (isunya)," kata Alfons Loemau kepada wartawan, Kamis 26 Januari 2023.
Isu tersebut dihembuskan karena ancaman hukuman mati yang membayang-bayangi Ferdy Sambo dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yoshua.
Alfons menuturkan, kasus pemerasan dalam perkara Richard Mille sempat ramai diperbincangkan di media massa.
Tapi isu tersebut timbul secara sporadis.
Baca juga: Lewat Pledoinya, Ferdy Sambo Tolak Sejumlah Keterangan Bharada E Soal Eksekusi Brigadir J: Tak Benar
Menurut dia, hal ini sengaja dilempar oleh pihak Ferdy Sambo untuk menakut-nakuti lawannya di Kepolisian.
"Sudah ramai dan sekarang diam. Dan itulah bola-bola panas yang sengaja dilempar kiri kanan," ujarnya.
(*)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Dosen PTIK: Kasus Richard Mille Bagian dari Permainan Ferdy Sambo Takut-takuti Lawan di Polri dan di Kompas.com dengan judul Internal Polri Disebut-sebut Tak Mau Ferdy Sambo Dapat Hukuman Maksimal.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.