Berita Bali
Sidang Dugaan Korupsi LPD Sangeh, Hakim Pertanyakan Kerterlibatan Pihak Lain yang Belum Diproses
Sidang dugaan korupsi Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat Sangeh, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, Bali
Penulis: Putu Candra | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Sidang dugaan korupsi Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat Sangeh, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, Bali, dengan terdakwa Nyoman Agus Aryadi (52) kembali bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Kamis, 23 Februari 2023.
Dalam sidang yang digelar secara luring ini, tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali menghadirkan tiga saksi.
Baca juga: Terbukti Korupsi, Dua Pengurus BUMDes Mekar Laba, Temukus, Buleleng Divonis Berbeda
Para saksi yaitu Ni Wayan Suci selaku kepala bagian kredit LPD, Ni Ketut Deni Harum Sari sebagai staf bagian kredit, dan I Nyoman Suparta selaku surveyor LPD.
Di persidangan selain memeriksa keterangan para saksi, hakim ketua Agus Akhyudi mempertanyakan ke tim JPU, kenapa hanya terdakwa Agus Aryadi yang diproses.
Sedangkan para pihak yang namanya tertera dalam dakwaan belum diproses.
Baca juga: Mantan Bendahara Badan Usaha Milik Desa Kerta Buana Sidemen Jadi Tersangka Korupsi!
Diketahui, dalam dakwaan disebutkan bahwa terdakwa melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dengan pengurus dan karyawan LPD Desa Adat Sangeh, yaitu Ni Wayan Suci selaku kepala bagian kredit, Ni Ketut Deni Harum Sari selaku staff bagian kredit dan I Gusti Ayuwikani selaku kasir atau bendahara.
"Jaksa apakah tiga orang ini sudah diproses? Karena dalam dakwaan ada nama tiga orang ini. Ini didakwaan konstruksinya pasal 55," tanya hakim ketua Agus Akhyudi."
"Saat ini masih (status) saksi untuk terdakwa Agus Ariadi," jawab JPU.
Baca juga: Bali Corruption Watch Harapkan Ada Informasi Transparan Terkait Kasus Korupsi Unud
"Jangan sampai perbuatan yang dilakukan berjamaah ini, nantinya satu orang saja yang bertanggung jawab. Apalagi masalah pembebanan uang pengganti," ujar hakim ketua Agus Akhyudi.
Sementara dalam pemeriksaan saksi, majelis hakim mencecar ketiga saksi terkait kredit fiktif. Saksi Ni Wayan Suci mengaku mengetahui adanya kerugian pada tubuh LPD Sangeh hingga munculnya kredit fiktif.
"Ada berapa nasabah fiktif," tanya hakim ketua Agus Akhyudi. "Ada149 nasabah kredit fiktif nilainya Rp96 miliar," jawab saksi Ni Wayan Suci.
Baca juga: Pejabat KPU Badung Ditetapkan Tersangka Dugaan Korupsi Penyelenggaraan Pilbup/Pilwabup 2020
Dikejar mengenai ke mana aliran uang kredit fiktif yang digunakan terdakwa, saksi Ni Wayan Suci mengaku tidak tahu apa-apa.
"Saya tidak tahu kemana aliran uang itu dan digunakan untuk apa," ucapnya.
Kembali dikejar terkait adanya praktik kotor di tubuh LPD Sangeh, saksi Ni Wayan Suci sempat mengelak.
Baca juga: Giliran Kejari Buleleng Didatangi Krama Desa Sudaji, Desak Usut Dugaan Korupsi BKK Subak
"Sebelumnya praktik kredit fiktif sudah sering terjadi di LPD Sangeh," kejar hakim ketua Agus Akhyudi. "Tidak yang mulia," jawab saksi Ni Wayan Suci dengan nada pelan.
Tak pelak, jawaban dari saksi Ni Wayan Suci membuat hakim Agus Akhyudi geram.
"Saksi takut anda dipecat. Hingga mau mengerjakan apa yang diperintahkan terdakwa," tanyanya. "Iya yang mulia," jawab saksi Ni Wayan Suci.
Baca juga: Jaksa Banding, Tidak Terima Vonis Korupsi BUMDes Besan Klungkung hanya 3 Tahun
"Anda jangan berlindung karena anda disuruh. Nama anda sudah masuk dalam dakwaan. Jangan mau disuruh nyemplung sumur."
"Ada kerterlibatan perbuatan anda dalam perkara ini. Anda merugikan masyarakat. Ini baru satu perbuatan, belum lagi ada pemalsuan dokumen"
"Saya akan kejar ini sebagaimana dakwaan. Jangan main-main, karena ini uang masyarakat," tegas hakim ketua Agus Akhyudi dengan nada tinggi.
Baca juga: Budiarsa Didakwa Korupsi Alkes RSUD Badung, Rugikan Negara Rp6,2 Miliar
Saksi Ni Ketut Deni Harum Sari juga mengaku takut dipecat.
"Sudah tahu ini perbuatan tidak benar, kenapa anda lakukan. Takut dipecat?" kejar hakim anggota Nelson. "Saya hanya bawahan yang menjalani perintah pimpinan. Saya bekerja di bawah tekanan," jawabnya.
Hakim Nelson kembali mengejar terkait aliran uang dari 149 kredit fiktif.
"Dari 149 kredit fiktif, uangnya dikirim ke mana," tanyanya. "Uang yang dicairkan dari kredit fiktif itu, sebagian ditransfer ke terdakwa, sebagian lagi ke rekening atas nama Ayu BPD," ungkap Saksi Ni Ketut Deni Harum Sari.
Sedangkan saksi I Nyoman Suparta menjelaskan, terkait pembayaran bunga kredit fiktif, terdakwa memakai uang dari pengajuan kredit fiktif yang cair.
"Jadi menumpuk ya. Bayar bunga kredit fiktif dari uang kredit fiktif," tanya hakim Nelson. Saksi I Nyoman Suparta hanya mengiyakan.
"Berarti anda tahu dari awal ada kredit abal-abal," kejar hakim Nelson. "Betul," jawab Saksi I Nyoman Suparta singkat.
Sama dengan dua saksi lainnya, saksi I Nyoman Suparta mengaku takut dipecat oleh terdakwa yang menjabat sebagai ketua LPD. Karena alasan itu lah, saksi Nyoman Suparta yang mengaku sebagai analis ikut menandatangi pencairan kredit fiktif.
"Saya takut dipecat," ucapnya.
Dikonfrontasi prihal aliran uang kredit fiktif yang telah cair, saksi Nyoman Suparta sempat diam dan mengaku lupa.
"Dari pencairan uang kredit fiktif itu, uangnya masuk ke mana? Kalau anda tidak ingat, saya bacakan keterangan anda di BAP."
"Di sini (BAP) anda menyatakan uangnya masuk ke terdakwa," kejar hakim ketua Agus Akhyudi. "Iya benar, seperti keterangannya saya di BAP," ucap saksi Nyoman Suparta.
Seperti diketahui dalam perkara ini, tim JPU dari Kejati Bali mendakwa dengan pasal berlapis. Disebutkan perbuatan Agus Aryadi telah merugikan perekonomian negara sebesar Rp57 miliar.
Dakwaan kesatu primair, perbuatan terdakwa tersebut, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan dakwaan subsidair, Agus Aryadi dinilai melanggar Pasal 3 Jo. Pasal 18. Atau kedua, Pasal 9 Jo. 18 Undang-Undang yang sama.
Lebih lanjut diungkap dalam surat dakwaan JPU, bahwa terdakwa Agus Aryadi selaku Ketua LPD Desa Adat Sangeh bersama-sama pengurus lainnya selama kurun waktu 2016 hingga 2020 diduga melakukan tindak pidana korupsi.
Disebutkan terdakwa sebagai orang yang melakukan, menyuruh melakukan dan turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum.
Yakni membuat kredit fiktif dan manajemen laba, membuat kasbon, dan tidak memasukkan pembayaran materai dari biaya administrasi pemberian kredit sebagai pendapatan LPD Desa Adat Sangeh.
Dari perbuatan itu telah melanggar prinsip kehati-hatian pengelolaan LPD serta tidak melaksanakan sistem administrasi LPD secara transparan.
Terdakwa diduga melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri sebesar Rp56.112.543.783. Pula memperkaya para pengurus maupun karyawan LPD Desa Adat Sangeh sebesar Rp1.095.689.141.
Sehingga dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dengan total sebesar Rp57.208.232.924. Ini sebagaimana Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan LPD yang diterbitkan oleh Inspektorat Kabupaten Badung Nomor: X700 / 10 / V / Inspektorat Tanggal 14 Nopember 2022. (*)
Berita lainnya di Korupsi di Bali
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.