Berita Buleleng

Keunikan Ngaben Massal di Desa Pedawa! Tidak Pakai Bade & Dilaksanakan di Tukad Pengangkidan

Masyarakat di desa setempat juga menyebut upacara pengabenan ini sebagai tradisi ngangkid, lantaran tidak dilakukan di setra.

Penulis: Ratu Ayu Astri Desiani | Editor: Anak Agung Seri Kusniarti
Ratu Ayu Astri Desiani/ Tribun Bali
Desa Pedawa, Kecamatan Banjar, Buleleng, menggelar ngaben massal pada Senin (27/2/2023). Tradisi ngaben di desa ini terbilang cukup unik, tidak menggunakan bade atau lembu. Masyarakat di desa setempat juga menyebut upacara pengabenan ini sebagai tradisi ngangkid, lantaran tidak dilakukan di setra. Melainkan dilaksanakan di Tukad Pengangkidan yang ada di desa setempat. 

TRIBUN-BALI.COM, SINGARAJA - Desa Pedawa, Kecamatan Banjar, Buleleng, menggelar ngaben massal pada Senin (27/2/2023).

Tradisi ngaben di desa ini terbilang cukup unik, tidak menggunakan bade atau lembu.

Masyarakat di desa setempat juga menyebut upacara pengabenan ini sebagai tradisi ngangkid, lantaran tidak dilakukan di setra.

Melainkan dilaksanakan di Tukad Pengangkidan yang ada di desa setempat.

Baca juga: Kabupaten Tabanan di Bali Kini Miliki Pusat Terapi Anak Berkebutuhan Khusus

Baca juga: Ogoh-Ogoh Kali Cita Pralaya ST Tunas Muda, Manfaatkan Bahan Alam, Daun Nangka hingga Cabai Kering

Desa Pedawa, Kecamatan Banjar, Buleleng, menggelar ngaben massal pada Senin (27/2/2023).

Tradisi ngaben di desa ini terbilang cukup unik, tidak menggunakan bade atau lembu.

Masyarakat di desa setempat juga menyebut upacara pengabenan ini sebagai tradisi ngangkid, lantaran tidak dilakukan di setra.

Melainkan dilaksanakan di Tukad Pengangkidan yang ada di desa setempat.
Desa Pedawa, Kecamatan Banjar, Buleleng, menggelar ngaben massal pada Senin (27/2/2023). Tradisi ngaben di desa ini terbilang cukup unik, tidak menggunakan bade atau lembu. Masyarakat di desa setempat juga menyebut upacara pengabenan ini sebagai tradisi ngangkid, lantaran tidak dilakukan di setra. Melainkan dilaksanakan di Tukad Pengangkidan yang ada di desa setempat. (Ratu Ayu Astri Desiani/ Tribun Bali)

Kelian Adat Desa Pedawa, Wayan Sudiastika, mengatakan upacara ngaben massal ini dilaksanakan setiap lima tahun sekali.

Sehingga bila ada masyarakat yang meninggal dunia, maka jenazahnya hanya dikubur dan tidak boleh dikremasi.

Dalam prosesi penguburan itu, keluarga yang ditinggalkan hanya menghaturkan banten punjung serta dupa yang tidak boleh dinyalakan selama tiga hari.

"Setelah tiga hari berkunjung ke kuburan, sudah tidak ada proses apa-apa lagi. Namun sebelannya berlaku selama 42 hari," jelasnya.

Untuk menyucikan roh orang-orang yang sudah meninggal dunia, agar mencapai surga dan sebagai pembayaran utang sentana kepada leluhur, masyarakat kemudian melaksanakan tradisi ngangkid.

Tradisi ngangkid ini tidak menggunakan jasad atau tulang manusia yang sudah dikubur, melainkan hanya melalui arwah tau roh.

Desa Pedawa, Kecamatan Banjar, Buleleng, menggelar ngaben massal pada Senin (27/2/2023).

Tradisi ngaben di desa ini terbilang cukup unik, tidak menggunakan bade atau lembu.

Masyarakat di desa setempat juga menyebut upacara pengabenan ini sebagai tradisi ngangkid, lantaran tidak dilakukan di setra.

Melainkan dilaksanakan di Tukad Pengangkidan yang ada di desa setempat.
Desa Pedawa, Kecamatan Banjar, Buleleng, menggelar ngaben massal pada Senin (27/2/2023). Tradisi ngaben di desa ini terbilang cukup unik, tidak menggunakan bade atau lembu. Masyarakat di desa setempat juga menyebut upacara pengabenan ini sebagai tradisi ngangkid, lantaran tidak dilakukan di setra. Melainkan dilaksanakan di Tukad Pengangkidan yang ada di desa setempat. (Ratu Ayu Astri Desiani/ Tribun Bali)

Tradisi ini dimulai dari proses nyurat lau-lau di sanggah kemulan. Nyurat lau-lau ini merupakan penulisan lontar yang berisikan nama arwah, yang akan diaben dengan menggunakan aksara Bali.

Lontar tersebut kemudian diletakkan dalam sebuah wadah yang bisa disebut dengan adegan.

"Setelah nyurat lau-lau, adegan itu kemudian dibawa ke Tukad Pengangkidan untuk pemanggilan roh atau arwah yang akan diaben.

Kegiatan ini dilakukan oleh beberapa balian.

Selanjutnya roh dibawa ke bale untuk natab banten pengangkidan, kemudian tahap terakhir ngeluwer di mana rohnya dilepas dengan menggunakan asap," terangnya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved