Berita Bali

Sidang Praperadilan Rektor Unud, Kejati Bali Bantah Permohonan Praperadilan Tim Hukum Rektor Unud

Terkait penetapan tersangka Prof Antara dan tersangka lainnya, termohon menyatakan, para tersangka tersebut telah melakukan pemungutan ke beberapa.

Penulis: Putu Candra | Editor: Anak Agung Seri Kusniarti
Can
Gede Pasek Suardika selaku anggota tim hukum Rektor Universitas Udayana (Unud), Prof. DR. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng (pemohon) mengatakan, jawaban praperadilan dari pihak termohon yakni Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali banyak mengelak. Dirinya pun optimistis jika praperadilan yang diajukannya diterima oleh hakim. 

Bukan pungutan tanpa dasar atau pungutan liar yang merugikan keuangan negara.

"Terkait dengan dalil-dalil yang dikemukakan oleh pemohon tersebut, termohon secara tegas menyatakan menolaknya karena apa yang didalilkan oleh pemohon hanya bersifat subyektif dan tidak melihat substansi permasalahan secara utuh," tegas jaksa Nengah Astawa di muka persidangan.

"Bahwa terkait dengan apakah dalam pungutan dana SPI penerimaaan mahasiswa baru, seleksi jalur mandiri Universitas Udayana merupakan pungutan tanpa dasar atau pungutan liar, merupakan materi pokok perkara yang harus dan akan diuji dalam pemeriksaan pengadilan tindak pidana korupsi," imbuhnya.

Terkait penetapan tersangka Prof Antara dan tersangka lainnya, termohon menyatakan, para tersangka tersebut telah melakukan pemungutan ke beberapa mahasiswa yang di dalam keputusan rektor seharusnya tidak dikenakan.

 Prof Antara diwawancarai oleh awak media usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi kasus dugaan SPI mandiri Unud di Kejati Bali.
 Prof Antara diwawancarai oleh awak media usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi kasus dugaan SPI mandiri Unud di Kejati Bali. (Putu Candra/Tribun Bali)

"Untuk membuktikan apa yang telah ditemukan oleh termohon selaku penyidik, merupakan masuk ke dalam materi pokok penyidikan yang akan dapat dibuktikan melalui proses persidangan bukan dalam ranah praperadilan," katanya. 

Termohon juga tegas membantah dalil pemohon terkait penghitungan kerugian negara, yang tidak berdasarkan perhitungan lembaga negara berwenang.

"Termohon sampaikan disini bahwa BPK bukan satu-satunya lembaga yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perhitungan keuangan negara akan tetapi masih ada lembaga-lembaga lain yang bisa melakukan perhitungan kerugian negara, dan sebagaimana di dalam kesimpulan rapat kerja nasional Mahkamah Agung RI dengan jajaran pengadilan 4 (empat) Lingkungan Peradilan Seluruh Indonesia Tahun 2009 tanggal 9 Oktober 2009," papar jaksa Nengah Astawa.

Terkait penetapan tersangka, termohon menyatakan, ditetapkannya Prof Antara sebagai tersangka telah melalui proses penyelidikan dan penyidikan.

Di mana dalam tindakan penyidikan telah diperoleh alat bukti dan barang bukti yang sah. Diantaranya alat bukti keterangan para saksi, keterangan ahli, bukti surat dan bukti petunjuk.

"Berdasarkan 3 alat bukti yang telah dikumpulkan oleh termohon atau jaksa penyidik maka penetapan tersangka, atas nama pemohon sudah memenuhi ketentuan dalam Pasal 1 butir 14 KUHAP, karena pada asasnya penetapan tersangka adalah berdasarkan adanya bukti permulaan yang bisa saja diperoleh baik dalam tahap penyelidikan maupun tahap penyidikan," papar jaksa Nengah Astawa.

Mengenai pencegahan pemohon ke luar negeri yang dinyatakan tidak berdasarkan hukum. Dengan tegas termohon menyatakan, dalil pemohon tersebut tidak berdasar.

Ini karena termohon tidak pernah menerbitkan surat pencegahan dimaksud. Surat No:KEP-44/D/Dip.4/03/2023 tanggal 24 Maret 2023 tentang Pencegahan Keluar Negeri diterbitkan oleh Kejaksaan Agung RI.

Dengan telah diuraikannya jawaban atas dalil pemohon, termohon meminta kepada hakim prapradilan memutuskan, menerima jawaban termohon atas permohonan praperadilan yang diajukan oleh pemohon untuk seluruhnya.

"Menolak permohonan praperadilan dari pemohon untuk seluruhnya. Menyatakan permohonan pemeriksan praperadilan yang diajukan oleh pemohon tidak ada dasar hukumnya. Menyatakan Surat Penetapan Tersangka Nomor : Print-329B/N.1/Fd.2/03/2023 tanggal 08 Maret 2023 adalah sah menurut hukum.

Atau apabila hakim praperadilan berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya," pinta jaksa Nengah Astawa. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved