Berita Bali
Biaya LRT Bali Tiga Kali Lipat, Bappenas Kebut Target Pembangunan LRT Tahun 2024
Ervan Maksum mengatakan, ada beberapa kendala pembuatan LRT di Bali yang membuat ongkos pembuatannya menjadi mahal.
Penulis: Ni Luh Putu Wahyuni Sari | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Proyek Light Rail Transit (LRT) di Bali diusulkan untuk dibagun di bawah tanah. Pembangunan ini akan memakan biaya tiga kali lipat dari proyek LRT pada umumnya.
Deputi Bidang Sarana dan Prasarana di Kementerian Bappenas (Kementerian/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional), Ervan Maksum mengatakan, ada beberapa kendala pembuatan LRT di Bali yang membuat ongkos pembuatannya menjadi mahal.
Diantaranya adalah aturan membuat bangunan di Bali yang tidak boleh melebihi pohon kelapa, tinggi bangunan di Bali juga tidak bisa lebih dari lima lantai dan ketika masyarakat Hindu sedang melakukan upacara keagamaan, tidak boleh ada sesuatu di atas lokasi upacara tersebut.
Maka dari itu sistem fly over pun tak bisa juga diterapkan di Pulau Dewata.
Baca juga: Pembangunan LRT Bawah Tanah di Bali Mahal, Pemerintah Masih Usahakan Dana Dari Investor
Sementara jika dilakukan pelebaran jalan ke kanan atau ke kiri banyak terdapat areal Suci Pura yang juga berada di setiap rumah warga.
Dan biaya pembebasan lahan tentunya akan menjadi lebih mahal.
Ervan mengemukakan permasalahan infrastruktur itu selalu pada ‘clean and clean’ lokasi lahan yang membuat waktu pengerjaan menjadi panjang.
Namun menurut Ervan, mahal atau murahnya pembuatan LRT di Bali, sebetulnya bukan masalah.
“Asal pendapatannya ada, justru itu yang dicari pertama adalah pendapatannya dari mana? Jangan dulu dilihat spending-nya kalau itu murah seperti Kereta Api Jakarta Airport, ke atas memang murah memanfaatkan lahan, namun tidak laku tidak ada revenue (pendapatan) jadi mahal,” jelasnya, Selasa 26 September 2023.
Ervan menegaskan, tidak ada opsi pembangunan LRT akan dibebankan ke APBD Bali.
Justru, Ervan mengatakan jika tidak menggunakan APBN, Bappenas akan mencarikan pendanaan melalui Obligasi Aktivitas Swasta (PAB) finanching.
Dengan adanya LRT ini dinilai dapat mengurangi kemacetan di Bali, terutama pada jalur pariwisata seperti Sunset Road, Seminyak, Canggu, Sanur, Jimbaran, Nusa Dua, Mengwi.
“Sebetulnya masalahnya ada di letak tekstur Pulau Bali yang ‘cekiknya’ itu yang memang mau ke mana lagi, kasarnya begitu. Dan airport ada di bawah lehernya Pulau Bali. Dan itu akumulatif solusinya dengan kereta api untuk mengurai dulu. Jadi yang paling penting adalah mengurainya dulu,” bebernya.
Kini proses Feasibility Study (FS) LRT di Bali telah usai dilakukan di Korea Selatan.
Bapenas pun menargetkan pembangunan LRT di Bali akan segera berlangsung pada 2024.
Untuk biaya pembuatan LRT bawah tanah di Bali tergantung pada fasenya.
Pada fase 1A yakni jalur Bandara ke Central Park Kuta akan menghabiskan Rp 5 triliun, fase 1B yakni jalur Central Parkir ke Seminyak akan menghabiskan Rp 10 triliun dan beberapa jalur lainnya sampai ke Mengwi.
Ervan mengatakan, pembangunan harus dikejar karena dia khawatir jika pembangunan LRT di Bali diundur terus-menerus, akan mengurangi niat wisatawan untuk datang ke Bali karena permasalahan kemacetan yang tidak berangsur membaik.
Solusi membangun LRT di bawah tanah merupakan hasil dari Feasibility Study (FS) yang dilakukan oleh salah satu konsultan dari Korea Selatan.
“Itu mungkin solusi karena di beberapa negara, seperti di San Francisco, fly over malah dipotong karena secara estetika tidak bagus. Teknologi ke bawah sebetulnya sudah lama. Sebetulnya pembangunan di bawah jauh lebih memungkinkan dan bagusnya lagi di Indonesia ini menurut UU Agraria yang disebut kepemilikan bukan sampai ke dalam bumi. Jadi kita bisa menggunakan ruang bawah tanah,” paparnya.
Dengan adanya LRT di Bali, diyakini Ervan kegiatan yang dilakukan oleh wisatawan dan masyarakat akan jauh lebih efisien.
Ia pun mengambil contoh sama seperti di Hongkong, dimana wisatawan yang menginap di hotel dapat langsung melakukan check-in ke Bandara.
Nantinya LRT di Bali juga akan dibuatkan konsep semirip itu dan akan melewati beberapa rute pariwisata, seperti Jimbaran, Sanur, Sunset Road, Seminyak, Kuta, Canggu hingga Mengwi.
Hal ini diyakini dapat memangkas waktu yang biasanya menghabiskan waktu 2 jam untuk ke Bandara menjadi cukup kurang lebih 15 menit saja.
“Ini dapat membuat airport bisa menjadi hub internasional karena orang bisa overnight di situ, dapat stay dengan waktu yang lebih terprediksi, terukur dan cepat. Kalau sekarang orang tidak bisa jadikan hub karena untuk keluar membutuhkan waktu 2,5 jam. Jadi hanya menjadi transit. Dan itu bisa jadi alternatif,” tandasnya.
Ervan mengatakan, LRT ini akan difokuskan untuk akses ke Bandara saja dan bukan menjadi transportasi publik.
Namun, LRT ini tetap dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Ervan mengatakan, dengan begitu nantinya masyarakat boleh menggunakan LRT dan lebih murah tarifnya.
Namun, kata Ervan, jika membandingkan tarif saat menaiki LRT dengan sepeda motor sulit untuk menemukan angka pastinya.
“Karena kalau bilang apple to apple dibanding LRT dengan sepeda motor biaya per-KM pasti tidak ketemu. Tapi kalau bicara semuanya kalau dengan Bandara bisa fleksibel melakukan itu,” imbuhnya.
Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Bali, IGW Samsi Gunarta mengatakan, tidak semua nantinya LRT dibangun di bawah tanah.
“Itu opsinya begitu. Kita ada opsi untuk dibangun di bawah tanah. Tapi tidak semuanya. Jadi nanti kalau nanti ada yang bisa di permukaan, ya di permukaan, biar lebih murah,” jelas Samsi, Selasa.
Samsi pun sepakat dengan Bappenas ketika LRT di Bali akan dibangun di bawah tanah akan menghabiskan dana tiga kali lipat.
Menurutnya, perhitungan anggaran akan habis tiga kali lipat itu masuk akal karena memang melakukan pembangunan kereta di bawah tanah cukup mahal.
Ia juga mengatakan, sebetulnya LRT ini merupakan bagian dari kereta Bandara hingga ke Mengwi.
“Fase 1A itu sampai Seminyak nah kemudian itu dibelah lagi untuk pelaksanaannya fase 1A dan fase 1B. Yang 1A itu Bandara ke Central Parkir, kemudian 1B Central Parkir sampai ke Seminyak. Nah nanti fase 2 dari Canggu ke Mengwi gitu,” imbuhnya.
Penambahan fase jalur untuk LRT di Bali ini akan berproses satu per satu.
Yang diharapkan dapat menyelesaikan persoalan kemacetan di kawasan Kuta dan Kuta Utara.
Ketika disinggung apakah pembangunan LRT akan menggunakan APBD, Samsi mengatakan Pemerintah masih melihat dari sisi investor yang memungkinkan dan bagaimana nanti pengembaliannya.
“Jadi ada hitungan-hitungan yang bisa dipersiapkan jika itu mau dijalankan,” tandasnya.
Nantinya akan dicari rute LRT agar tidak masuk ke areal kawasan suci tempat ibadah.
Samsi mengatakan ia akan mempersiapkan rute-rute tersebut agar tidak ada konflik pada kawasan suci.
Namun jika jadi dibangun di bawah tanah ia menilai relatif akan aman.
“Mereka (Konsultan Pembangunan LRT) belum masuk Indonesia sampai sekarang. Yang untuk Fase 1A ya, kalau fase 1B sih sudah ada konsultannya. Mereka sudah kerja, tapi belum selesai. Yang fase 1A ini belum berproses masih di Korea (Selatan),” katanya. (sar)
Masyarakan Enggan Berkendara Umum
KEHADIRAN Light Rail Transit (LRT) di Bali digadang-gadang akan mengurangi kemacetan, terutama yang terjadi di daerah pariwisata.
Namun, apakah memang saat ini Bali sudah membutuhkan LRT untuk mengatasi kemacetan?
Ketua Komisi 3 DPRD Provinsi Bali, AA Ngurah Adhi Ardhana mengatakan, pemerintah lebih baik membenahi fasilitas pejalan kaki terlebih dahulu.
“Menurut saya, fasilitas berjalan kaki yang baik dan terkoneksi mendahului terkait LRT. LRT adalah solusi pada saat kendaraan umum yang ada sudah tidak mampu melayani masyarakat. Namun faktanya masyarakat Bali sampai saat ini belum berkeinginan untuk menggunakan kendaraan umum,” kata Adhi Ardana, Selasa 26 September 2023.
Adhi Ardana tidak memungkiri kemacetan di Bali dalam pandangannya yakni akibat budaya masyarakat yang selalu menggunakan kendaraan pribadi dalam beraktivitas.
Kendaraan umum belum diminati. Keberminatan terhadap kendaraan umum berujung atas belum kerkoneksi dan terintegrasi antar moda di Bali.
“Selain dari pada tingkat keberminatan berjalan kaki yang rendah karena tidak bagusnya fasilitas umum berupa pedestrian atau trotoar yang juga mesti tersambung dengan baik,” imbuhnya.
Namun, kata Adhi, dengan adanya perencanaan LRT di Bali, salah satu tambahan moda kendaraan umum baru yang akan menyempurnakan sambungan antar tujuan dan antar moda atau terkoneksi dan terintegrasi.
“Setuju, namun tentunya agar trase yang direncanakan harus memiliki tingkat keberminatan tinggi, agar tidak berulang kebijakan Bus TMD yang hampir selalu kosong,” bebernya.
Terkait pembangunan LRT di bawah tanah, Adhi mengatakan, pastinya akan terkendala masalah tanah yang pastinya harus dibebaskan saat dilalui oleh LRT bawah tanah tersebut.
Meskipun ruang atas akan tetap memiliki nilai ekonomis yang cukup.
Dan mengenai harga pembuatan LRT bawah tanah yang terkesan mahal, Adhi mengatakan akan menjadi kajian dari investor.
“Besaran biaya tentu bukan menjadi bahasan kita, namun menjadi kajian oleh pihak ke 3 yang memiliki keyakinan bahwa investasinya akan berhasil,” katanya. (sar)
Kumpulan Artikel Bali
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.