Berita Jembrana
Gunakan Modus Berbeda, Polres Jembrana Tangani 10 Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak Tahun Ini
Satreskrim Polres Jembrana menangani 10 kasus kekerasan seksual Januari-10 Desember tahun 2023 kemarin.
Penulis: I Made Prasetia Aryawan | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
TRIBUN-BALI.COM, JEMBRANA - Satreskrim Polres Jembrana menangani 10 kasus kekerasan seksual Januari-10 Desember tahun 2023 kemarin.
Jumlah tersebut adalah adalah anak sebagai korban, baik pencabulan hingga persetubuhan.
Polisi mewanti-wanti para orangtua serta keluarga terdekat agar lebih memperhatikan aktivitas anaknya masing-masing agar jangan sampai hal serupa terulang kembali.
Baca juga: Residivis Serahkan Diri di Jembrana, Ketut Sudarsana Diantar Langsung Ibunda
Disisi lain, UPTD PPA dan P2K2 Jembrana juga sangat perihatin dengan kondisi kasus yang masih tinggi.
Terlebih lagi, ada sejumlah warga yang sudah uzur atau berusia 60 tahun bahkan lebih, menjadi pelakunya.
Mereka yang justru melindungi justru berniat merusak masa depan generasi emas.
Menurut data yang diperoleh dari Satreskrim Polres Jembrana, total kasus kekerasan seksual selama tahun 2023 tercatat 20 kasus.
Baca juga: Wabup Jembrana Berbagi Bantuan Bapak Asuh Pada Anak Stunting, Wujud Keseriusan Penanganan Stunting
Rinciannya, delapan kasus persetubuhan dan dua kasus perbuatan cabul.
Sementara di tahun 2022 lalu, tercatat ada 12 kasus kekerasan seksual yang ditangani. Rinciannya, 9 kasus persetubuhan dan dua kasus perbuatan cabul pada anak.
"Jika dibandingkan tahun 2023 lalu, ada penurunan kasus," kata Kasat Reskrim Polres Jembrana, AKP Agus Riwayanto Diputra saat dikonfirmasi, Senin 11 Desember 2023.
Baca juga: Bupati Jembrana Sosialiasi Pencegahan Sunting, Tekankan Generasi Muda Mentaati Usia Pernikahan Ideal
Dia melanjutkan, dari kasus yang ditangani selama ini, para pelaku yang diamankan lebih dominan melakukan perbuatan bejat persetubuhan tehadap anak di bawah umur. Sebagian, melakukan perbuatan pencabulan.
Berbagai modus dilakukan oleh pelaku, mulai dari mengancam mencabut semua fasilitas anaknya yang terjadi pada kasus ayah setubuhi anak kandungnya.
Kemudian ada pemerkosaan, pacaran dengan menjanjikan akan bertanggung jawab atau menikahi korban dan terakhir seorang lansia melakukan perbuatan cabul dengan merayu membelikan es krim.
Baca juga: Polisi Buru Pemberi Kerja Promosi Situs Judi Online, Polres Jembrana Koordinasi ke Siber Polda
"Modus yang dilakukan pelaku berbeda-beda. Mulai dari memaksa, berjanji bertanggungjawab, hingga mengiming-imingi korbannya es krim. Apapun alasannya tetap tidak dibenarkan karena korban masih berusia di bawah umur," tegasnya.
Dengan masih tingginya kasus kekerasan seksual di gumi makepung ini, AKP Agus Riwayanto mengimbau kepada seluruh orang tua dan keluarga agar benar-benar menjaga anak jangan sampai terjerumus terhadap pergaulan bebas yang menjurus kepada sex bebas.
Selain itu, juga jangan mudah percaya kepada orang terdekat karena tidak menutup kemungkinan para pelaku adalah orang-orang terdekat korban.
"Mari bersama-sama untuk menjaga generasi emas Indonesia khususnya anak-anak yang berada di wilayah hukum Jembrana. Jangan sampai kasus serupa terulang kembali," imbaunya.
Terpisah, Kepala UPTD PPA Jembrana, Ida Ayu Sri Utami Dewi mengakui sangat perihatin dengan masih tingginya kasus kekerasan seksual terhadap anak di Jembrana.
Padahal dirinya bersama tim telah melakukan upaya pencegahan seperti sosialisasi hingga edukasi ke masyarakat untuk mengantisipasi hal tersebut terjadi.
"Mari bersama-sama mencegah agar hal seperti ini tidak terulang kembali di kemudian hari. Karena peran orang tua, keluarga hingga lingkungan sangat penting," tegasnya.
Sebelumnya, Ketua Pencegahan dan Penanganan Korban Kekerasan (P2K2) Jembrana, Ida Bagus Panca Sidarta mengutuk keras atas perilaku pria lansia terhadap balita berusia 3 tahun di Kecamatan Melaya.
Sebab, tindakan asusila yang dilakukan sudah di luar batas kewajaran. Pria lansia tersebut nekat mencabuli anak balita dengan iming-iming bakal memberikan es krim.
"Kami harap diberikan hukuman setimpal. Selain itu juga harus diusut tuntas, termasuk korban lainnya," tegasnya.
Disinggung mengenai pencegahan yang bisa dilakukan, dirinya mengakui selain sosialisasi sebagai upaya preventif harus lebih intensif lagi.
Selain itu, upaya represif dengan memberikan hukuman maksimal sebagai salah satu upaya memberikan efek jera sehingga kasus serupa tidak terulang.
"Harus dilakukan secara bersama-sama, mulai dari sosialiasi, edukasi hingga pengawasan agar hal serupa tak terjadi lagi," tandasnya.
Ayah Setubuhi Anak Kandung Divonis 10 Tahun Penjara
Sementara itu, terdakwa kasus kekerasan seksual atau persetubuhan terhadap anak kandungnya, IMS (40) divonis 10 tahun penjara dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri (PN) Negara, Rabu 6 Desember 2023 malam lalu.
Putusan tersebut berkurang 5 tahun dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) sebelumnya. Penuntut umum dan terdakwa masih pikir-pikir dengan putusan tersebut.
Sidang putusan perkara ini juga diikuti langsung oleh Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Jembrana, Salomina Meyke Saliama hingga pihak keluarga terdakwa.
Putusan yang dibacakan Ketua Majelis Hakim, Ni Gusti Made Utami menyatakan terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 6 huruf c Jo Pasal 4 ayat (2) huruf c UU RI Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual Jo Pasal 15 ayat (1) huruf a Pasal 64 ayat (1) KUHP dan Pasal 191 ayat 1 UU No 8 tahun 1981.
Selain vonis pidana penjara 10 tahun dikurangi masa tahanan, majelis hakim juga mengabulkan tuntutan jaksa penuntut umum yang membebani terdakwa membayar restitusi senilai Rp42.720.000.
Restitusi tersebut sesuai dengan penilaian restitusi oleh LPSK, restitusi diberikan terdakwa kepada korban.
Hal yang memberatkan terdakwa adalah memperdaya hingga membuat trauma pada anak koeban. Kemudian hal yang meringankan adalah korban telah memaafkan dan terdakwa diakui sebagai tulang punggung keluarga.
Serta pertimbangan bahwa terdakwa belum pernah berurusan dengan hukum, memiliki tanggungan karyawan, bersedia membayar restitusi, dan bersikap sopan dalam persidangan.
"Mengadili menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yang memanfaatkan kerentanan, ketidaksetaraan atau ketergantungan anak dengan penyesatan menggerakkan anak untuk melakukan persetubuhan atau perlakuan cabul," ucap Ketua Majelis Hakim, Ni Gusti Made Utami. (*)
Berita lainnya di Pelecehan Anak di Bawah Umur
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.