Berita Bali

Kasus Kekerasan Terhadap Anak di Bali Memprihatinkan, Denpasar Tertinggi Disusul Buleleng

Terbaru, seorang ayah di Buleleng tega memperkosa putri kandungnya yang berusia 7 tahun. Pelaku berinisial J itu sudah ditahan Polres Buleleng pada

dok Tribun Bali/Dwi Suputra
Ilustrasi kekerasan terhadap anak dan perempuan. 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR- Kasus kekerasan terhadap anak terus terjadi setiap tahunnya.

Terbaru, seorang ayah di Buleleng tega memperkosa putri kandungnya yang berusia 7 tahun.

Pelaku berinisial J itu sudah ditahan Polres Buleleng pada Selasa (30/4) lalu.

Baca juga: Pensiunan Polisi di Bali Dibui 9 Bulan, Peras Korban dengan Surat Ancaman Berisi Peluru Senpi

Ketua Komisi Penyelenggara Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPPAD) Bali, Ni Luh Gede Yastini mengatakan, pihaknya telah mendiskusikan dengan stakeholder di Singaraja.

“Apa sebenarnya yang menjadi masalah kenapa Singaraja ini cukup banyak kasus kekerasan walaupun sebetulnya kasus kekerasan itu terjadi merata di seluruh wilayah Provinsi Bali. Cuma di Buleleng memang cukup sering terjadi,” kata Yastini, Kamis (2/5).

Yastini mengatakan, banyak hal yang mempengaruhi kekerasan pada anak terjadi. Salah satunya kesadaran masyarakat yang memang harus terus dibangun.

Kemudian kemauan masyarakat yang juga berani melaporkan kejadian itu.

Selain itu, juga penguatan dalam keluarga, apalagi sekarang ini banyak ayah kandung yang melakukan kekerasan.

“Saya selalu berharap hukuman untuk pelaku kekerasan seksual itu berat agar jera orang melakukan. Yang menyebalkan misalnya hukumannya itu 8 tahun lalu mendapatkan remisi lalu di tahanan memang hanya enam tahun. Saya tahu itu memang hak dari seorang narapidana untuk mendapatkan remisi. Tapi kan tidak sebanding dengan anak yang menjadi korban,” tandasnya.

Baca juga: Anak Remaja hingga Perempuan Dewasa Rentan Jadi Korban Kekerasan Seksual Elektronik di Jembrana Bali

Yastini juga membeberkan data kekerasan pada anak di Bali rentang 2022-2023.

Kekerasan yang terjadi pada anak meliputi kekerasan seksual, fisik, psikis, penelantaran, penculikan, tindak pidana perdagangan orang (TPPO), pornografi, pernikahan dini dan konflik pengasuhan.

Di tahun 2022, total kasus kekerasan pada anak di Kota Denpasar sebanyak 241 kasus sedangkan di tahun 2023 sebanyak 207 kasus.

Sementara tahun 2022 total kasus kekerasan pada anak di Buleleng sebanyak 31 kasus, sedangkan di tahun 2023 sebanyak 42 kasus.

Dari data itu, kasus di Denpasar paling banyak disusul Buleleng.

Hukuman Tambah Sepertiga

Sungguh bejat. Bukannya melindungi, seorang ayah di Buleleng malah tega memperkosa putri kandungnya yang berusia 7 tahun.

Pelaku pemerkosa anak kandung di Buleleng berinisial J ini telah ditahan Polres Buleleng.

“Kami dapat informasi dari Polres Buleleng bahwa tersangka sudah ditahan tanggal 30 April 2024 dan anak sudah berada di tempat yang aman selama proses hukum berjalan,” kata Ketua KPPAD Bali, Ni Luh Gede Yastini.

Yastini berharap proses kasus ini bisa cepat berjalan karena merupakan kasus pelecehan seksual yang sesuai dengan aturan KUHP ada batas waktu penahanan.

Selain itu, agar anak juga cepat dapat pemulihan dan setelah kasus selesai bisa kembali ke rumah melanjutkan aktivitas seperti biasa seperti bersekolah.

Ancaman pidana untuk pelaku pun cukup berat. Terlebih yang melalukan pelecehan merupakan orangtua kandung, maka akan ada tambahan sepertiga hukuman.

“Jadi kalau ancaman pidana kan 5 sampai 15 tahun kemudian ditambah dengan sepertiga. Kita berharap maksimal hukumannya karena ini orangtuanya. Kita berharap dari Kepolisian dan pengadilan ini benar- benar melihat sebagai kasus yang berat dan benar- benar bisa memberikan ancaman yang maksimal sesuai dengan UU Perlindungan Anak,” bebernya.

Baca juga: Trauma Membekas Seumur Hidup Korban, Vonis Pelaku Kekerasan Seksual Dinilai Belum Sepadan

Rekaman suara korban saat dilakukan konseling tersebar di media sosial.

Di rekaman itu sang anak dengan jelas menjelaskan bagaimana kelakuan keji itu dilakukan.

Menanggapi hal tersebut, Yastini berharap masyarakat tidak menyebarkan di media sosial.

Sebab jejak digital itu akan disimpan selamanya dan anak itu akan dewasa serta akan memiliki masa depan.

“Sidang saja tertutup, hanya keluarga dan juga orang hukum yang ada. Nah ini kalau benar masyarakat itu sangat peduli, mencintai dan melindungi anak, saya mohon hal-hal yang berkaitan dengan pengakuan anak, baik itu tertulis maupun yang diucapkan, mohon dengan sangat untuk tidak disebarkan,” ungkapnya.

Selain itu, masyarakat juga diminta untuk tidak menyebarkan identitas anak. Seperti wajahnya, nama sekolahnya dan hal lainnya yang bisa menunjukkan identitas anak.

Apabila ada orang yang dengan sengaja menyebarkan identitas itu, bisa dipidana paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 500 juta sesuai dengan UU Sistem Peradilan Anak. (sar)

 

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved