Dugaan Pelecehan di Tabanan
Dasaran Alit Ajukan Pledoi di Tabanan, Tangkis Tuntutan Delapan Tahun Jaksa
Kadek Agus Mulyawan mengatakan, bahwa dalam pledoi kali ini, isi dari pembelaan pihaknya yakni berupa tanggapan atas tuntutan
Penulis: I Made Ardhiangga Ismayana | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, TABANAN - Sidang lanjutan kasus dugaan kekerasan seksual dengan terdakwa, Kadek Dwi Arnata alias Jero Dasaran Alit (22), kembali disidangkan pada Senin 13 Mei 2024.
Dalam sidang dengan agenda pledoi ini, nota pledoi atau pembelaan dibacakan oleh Kuasa Hukum Dasaran Alit, Kadek Agus Mulyawan.
Nota itu dibacakan dihadapan Ketua Majelis Ronny Widodo, dan anggota Luh Made Kusuma Wardani dan I Gusti Lanang Indra Panditha. Dengan JPU Kadek Asprila dan Agung Anisca.
Kuasa Hukum Jero Dasaran Alit, Kadek Agus Mulyawan mengatakan, bahwa dalam pledoi kali ini, isi dari pembelaan pihaknya yakni berupa tanggapan atas tuntutan dan tuduhan-tuduhan JPU kepada kliennya.
Baca juga: Kasus Jero Dasaran Alit: 2 Saksi Meringankan, Rencana Keterangan Ahli pada Sidang Berikutnya
Atas tuduhan itu, maka pihaknya memberi tangkisan atas tuduhan tersebut.
Dalam hal ini, kata Agus, pihaknya tidak sependapat dengan semua tuntutan JPU.
Diantaranya itu tentang unsur-unsur pasal, dan juga tentang alat bukti.
“Karena kita harus bedakan alat bukti, secara hukum atau UU bagaimana. Sesuai dengan pasal 184 KUHAP itu, bahwa alat bukti yang dimintakan oleh pengadilan itu adalah alat bukti yang sah. Jadi bukan sebagai alat bukti saja,” ucapnya.
Kata Agus lagi, hal-hal yang sifatnya tidak sependapat dengan unsur-unsur pasal itu dalam analisis yuridisnya yaitu JPU menitik beratkan pada ancaman pasal 6 huruf C. Yang bunyinya yakni pasal 6 huruf a, pasal 6 huruf C UU TPKS (Tindak Pidana Kekerasan seksual) tentang penyalahgunaan kedudukan atau wewenang.
Unsur dalam pasal itu harusnya dibuktikan, atau tidak dibuatkan secara global.
“Harusnya dibuktikan satu per satu. Menurut hemat kami, unsur itu harus dibagi menjadi dua. Yaitu unsur subjektif dan objektif. Unsur subjektif itu menyangkut seseorang atau niat kita. Objektif itu terkait dengan unsur perbuatan dan tindakan,” terangnya.
“Misalnya saja setiap orang yang dimaksud itu siapa? Jero atau orang lain. Kemudian, yang bersifat objektif itu perbuatan apa yang dilanggar. Misalnya menyalahgunakan wewenang, kepercayaan nah itu harus dibuktikan, kerentanan tipu muslihat itu harus dibuktikan. Jadi tidak bisa dibuat unsur secara global,” imbuhnya.
Belanjut ke alat bukti, Agus melanjutkan, bahwa alat bukti itu harus sesuai pasal 184 KUHAP.
Seperti bukti surat atau visum dalam persidangan ini.
Visum ini apa bisa digunakan untuk menunjukkan bukti kekerasan. Sebab, yang digunakan oleh JPU itu tidak menujukkan tindak kekerasan. Tidak menujukkan bukti luka-luka. Tapi diajukan untuk sebagai alat bukti.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.