Berita Denpasar
Berlaku Mulai Tahun 2027, Potongan Gaji 2,5 Persen Tapera Terburu-Buru dan Memberatkan Karyawan
Para pekerja kini akan kembali kena potongan yang akan membuat gaji yang diterima setiap bulannya berkurang.
Penulis: Putu Supartika | Editor: Ni Ketut Dewi Febrayani
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Para pekerja kini akan kembali kena potongan yang akan membuat gaji yang diterima setiap bulannya berkurang.
Setelah potongan untuk BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan, para pekerja akan kena potongan lagi yakni Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Bahkan Presiden Joko Widodo telah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020.
PP yang diresmikan pada 20 Mei 2024, akan mengatur simpanan Tapera yang harus disetorkan oleh peserta, yang terdiri dari ASN, karyawan swasta, dan pekerja mandiri.
Baca juga: GAJI Karyawan Akan Dipotong 2,5 Persen untuk Tapera, FSPM Bali: Ini Memberatkan Pekerja!
Berdasarkan Pasal 15 Ayat 1 dalam PP tersebut, besaran simpanan yang ditetapkan adalah 3 persen dari gaji atau upah untuk peserta pekerja dan penghasilan untuk peserta pekerja mandiri.
Ayat 2 Pasal 15 menyebutkan, untuk peserta pekerja, simpanan ditanggung bersama oleh pemberi kerja sebesar 0,5 persen dan pekerja sebesar 2,5 persen, yang akan berlaku mulai 2027.
Sekretaris Federasi Serikat Pekerja Mandiri (FSPM) Bali, I Dewa Made Rai Budi Darsana mengatakan, potongan 2,5 persen bagi pekerja dengan gaji UMR nilainya cukup memberatkan.
“Menurut saya, apapun bentuk kebijakan yang mau dibuat, hendaknya harus dilakukan sosialisasi, serta melibatkan semua elemen masyarakat, apa tujuannya dan mengapa ada kebijakan seperti itu," katanya, Selasa (28/5).
Baginya, sosialisasi sangat penting untuk menghindari kebingungan di kalangan pekerja.
“Potongan UMR 2,5 persen itu cukup memberatkan pekerja. Kenaikan upah pekerja tahun ini saja tidak sampai 4 persen, sehingga potongan ini akan sangat terasa bagi mereka,” katanya.
Pihaknya pun menganggap jika kebijakan itu terburu-buru dan kurang melibatkan unsur masyarakat.
"Pemerintah seringkali membuat kebijakan yang terburu-buru, tanpa melibatkan unsur-unsur yang ada di masyarakat," tegasnya.
Baca juga: Gaji Karyawan Akan Dipotong 2,5 Persen untuk Tapera, FSPM Bali: Memberatkan Pekerja
Ketika ditanya tentang potongan lain, seperti JHT atau BPJS, ia menjelaskan bahwa total potongan dari BPJS dan atau JHT saja sudah mencapai sekitar 4 persen.
Dirinya juga mempertanyakan efektivitas kebijakan ini mengingat perbedaan upah di setiap daerah.
"Setiap daerah upahnya berbeda-beda, dan apakah setiap pekerja sudah dibayar upahnya sesuai peraturan? Ini saja sampai saat ini masih menjadi persoalan," katanya.
Menurutnya, pemerintah seharusnya memberikan subsidi kepada rakyat, bukan malah membuat kebijakan yang memberatkan rakyat.
Sementara itu, Pengamat Kebijakan Publik, Trubus Rahadiansyah menilai, kebijakan ini sangat membebani buruh, karyawan hingga pemberi kerja karena harus menanggung 3 persen dari dananya untuk program tersebut.
Dia mencontohkan, bila Upah Minimum Regional (UMR) Jakarta sebesar Rp 5 juta, artinya karyawan dan pemberi kerja harus membayar Rp 150 per bulan.
Perinciannya, Rp 25 ribu oleh perusahaan dan Rp 125 ribu ditanggung karyawan.
“Persoalannya apakah perusahaan mau? Berat itu, kalau perusahaan karyawannya sampai 1.000? Pelaku perusahaan akan menjerit itu. Apalagi di tengah karyawan yang dihadapkan iuran wajib BPJS,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Selasa (28/5).
Baca juga: Mudahkan Masyarakat Punya Rumah, bank bjb Dorong KPR Sejahtera FLPP dan Tapera Tahun 2023
Trubus mengungkapkan, karyawan juga tetap harus membayar iuran BPJS Ketenagakerjaan yang juga memiliki pilihan untuk Kredit Perumahan Rakyat (KPR). Sementara itu, mereka juga akan dibebankan dengan aturan Tapera ini.
“Ini jadi berat buat dia, artinya ada tumpang tindih kebijakan yang memberatkan para pekerja,” ungkapnya.
Dia tak memungkiri, kebijakan ini ada niat baik dari pemerintah untuk masyarakat yang berpenghasilan rendah untuk memiliki rumah.
Namun, kata dia, aturan ini dikeluarkan tanpa ada sosialisasi ke publik yang kemudian menimbulkan tanda tanya besar terkait implementasinya.
“PP 21 ini belum ada urgensinya, tapi niatnya baik. Ini keluar tanpa ada sosialisasi dulu, tanpa ada komunikasi publik dulu, karena ujung-ujungnya masyarakat harus membayar. Artinya upah yang akan diterima akan semakin kecil. Kita berharap pemerintah ke depan harus ikut memikirkan,” terangnya.
Trubus menambahkan, aturan ini dikhawatirkan dampaknya akan melebar, salah satunya ke penciptaan lapangan kerja, sebab orang-orang yang akan membuka usaha bakal ada beban baru.
“Ini harus jadi pertimbangan di implementasinya itu. Bagaimana mereka yang menolak seperti apa tak ada itu, harusnya ada skemanya. Saya lihat kebijakan ini, bagi mereka yang penghasilannya besar artinya kelas menengah ke atas, yang diuntungkan sebenarnya ASN. Yang menjadi korban karyawan mandiri karena harus menanggung 3 persen sendiri,” katanya. (sup/kontan)
Tabungan Perumahan Rakyat
Presiden Joko Widodo
Tapera
Sekretaris Federasi Serikat Pekerja Mandiri
BPJS
Kredit Perumahan Rakyat (KPR)
| Wali Kota Denpasar Jaya Negara Dukung Penuh SPKLU Center Bali, Upaya Wujudkan Net Zero Emission 2060 |
|
|---|
| Pemkot Denpasar Fokus Normalisasi Antsipiasi Banjir, Kejar Perbaikan Trotoar dan Drainase di 2026 |
|
|---|
| 220 Pohon Terimbas Proyek PUPR Denpasar Sepanjang 2025, Kontraktor Diminta Menyiapkan Bibit Pohon |
|
|---|
| TARGET Perbaikan Trotoar & Drainase di 2026, Pemkot Denpasar Fokus Normalisasi karena Ancaman Banjir |
|
|---|
| IMBAS Proyek PUPR Selama 2025, 220 Pohon Kena Dampak! Kontraktor Diminta Menyiapkan Bibit Pohon |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.