Berita Bali

KASUS Kekerasan Seksual di Buleleng & Jembrana, Korban Terus Menangis Tiap Ingat Ayahnya!

Ia sekarang sedang mendapat pendampingan konseling psikologis, dan juga meditasi. Ia selalu menangis setiap mengingat ayahnya.

tribun bali/dwisuputra
Ilustrasi pelecehan - Korban rudapaksa di Buleleng mengalami depresi berat. Ia sekarang sedang mendapat pendampingan konseling psikologis, dan juga meditasi. Ia selalu menangis setiap mengingat ayahnya. 

TRIBUN-BALI.COM - Korban rudapaksa di Buleleng mengalami depresi berat.

Ia sekarang sedang mendapat pendampingan konseling psikologis, dan juga meditasi. Ia selalu menangis setiap mengingat ayahnya.

Diberitakan sebelumnya, mantan anggota dewan Buleleng periode 2004-2009 dilaporkan merudapaksa anak kandungnya sendiri.

Perempuan berusia 17 tahun itu dirudapaksa tiga kali. Korban dievakuasi ke sebuah panti asuhan yang dirahasiakan.

Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Perlindungan Perempuan dan Anak, Nyoman Riang Pustaka mengatakan, korban sudah berani bercerita. Ia tidak menyangka sosok ayah yang seharusnya melindungi justru melakukan perbuatan bejat pada anaknya.

Baca juga: TRAGEDI Kebakaran Ludeskan Vila Milik Bule Swiss di Karangasem, Kerugian Diperkirakan Rp 1 Miliar

Baca juga: CATAT! Ini 13 TKP Kasus Curanmor Sindikat Antar Provinsi, Simak Penjelasan Polres Tabanan

Ilustrasi - Korban rudapaksa di Buleleng mengalami depresi berat.

Ia sekarang sedang mendapat pendampingan konseling psikologis, dan juga meditasi. Ia selalu menangis setiap mengingat ayahnya.
Ilustrasi - Korban rudapaksa di Buleleng mengalami depresi berat. Ia sekarang sedang mendapat pendampingan konseling psikologis, dan juga meditasi. Ia selalu menangis setiap mengingat ayahnya. (Tribun Bali/Dwi S)

"Kondisinya sekarang depresi. Untuk sementara kami pisahkan dulu dari keluarga. Dia kami berikan konseling dan diikutkan meditasi. Korban tidak terima dengan perbuatan ayahnya. Ia tidak menyangka kejadian ini dilakukan oleh orangtuanya," kata Riang, Senin (3/6).

Riang tidak bisa menampik banyak kasus tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) yang dialami oleh anak di bawah umur di Buleleng. Sejak Januari hingga Juni 2024 ini, tercatat sudah ada 17 kasus. Sebagian besar pelakunya orang terdekat seperti ayah, paman hingga tetangga.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan bersama akademisi, Riang mengungkapkan ada alasan pelaku nekat melakukan hal ini bahkan kepada anak kandungnya. Ada faktor masa lalu yang berdampak pada umur selanjutnya.

"Setiap orang memiliki ketidaknormalan akibat kejadian tertentu. Secara teori, di masa golden age ada hal psikologis yang dialami pelaku, hingga berdampak pada umur selanjutnya," papar Nyoman Riang.

"Ditambah lagi pada perkembangan umur selanjutnya, lingkungan keluarga misalnya tidak bagus. Jadi jaringan otaknya membenarkan sesuatu yang salah, sampai tidak bisa mengendalikan dirinya," sambungnya.

Atas tingginya kasus yang terjadi di Buleleng, sebagai antisipasi Riang mengaku telah rutin melakukan edukasi di lingkungan keluarga serta kalangan remaja, terkait pola asuh terhadap anak serta kesehatan reproduksi.

"Orangtua juga kami imbau mulai mengajarkan anak secara dini tentang privasi. Walaupun antara anak dan orangtua, jangan dibiasakan sejak kecil mandi bersama, tidur di satu tempat tidur yang sama. Kebiasaan ini sedang kami sampaikan ke orangtua dan para remaja," jelasnya.

Kelanjutan Pendidikan

Sementara itu di Jembrana, Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) telah berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Jembrana. Dua instansi ini membahas ihwal kelanjutan pendidikan korban kekerasan seksual.

Korban berusia 14 tahun dan disetubuhi oleh tiga pria dewasa mendapat perhatian dari Kementerian Sosial (Kemensos). "Kemarin Kemensos juga datang ke Jembrana ingin mengetahui perkembangan korban," jelas Ketua UPTD PPA Jembrana, Ida Ayu Sri Utami Dewi.

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved