UMKM Bali
Gerabah Sari: Menjaga Warisan Leluhur Bali Melalui Kerajinan Tangan yang Berkualitas
Gerabah Sari adalah sebuah UMKM yang berfokus pada kerajinan gerabah, yang awalnya digunakan untuk keperluan upacara keagamaan.
Penulis: I Made Wira Adnyana Prasetya | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
Gerabah Sari: Menjaga Warisan Leluhur Bali Melalui Kerajinan Tangan yang Berkualitas
TRIBUN-BALI.COM, BADUNG - Gerabah Sari adalah sebuah UMKM yang berfokus pada kerajinan gerabah, yang awalnya digunakan untuk keperluan upacara keagamaan.
Seiring waktu, Gerabah Sari telah berkembang menjadi produsen furniture yang digunakan dalam industri pariwisata.
Terletak di Jalan Mawar, Gang Jepun, Banjar Basang Tamiang, Kapal, Badung, Bali, usaha ini terus bertumbuh dan dikenal sebagai salah satu pengrajin gerabah terbaik di Bali.
Baca juga: Jadi Pembicara HLF MSP, Ini 4 Kunci Penguatan Pembiayaan Mikro Untuk UMKM dari Menteri Teten
Gerabah Sari dipimpin oleh I Nyoman Suarjana, seorang pengrajin berusia 64 tahun yang telah memimpin kelompok pengrajin gerabah sejak tahun 1971.
Beliau mengaku tergerak untuk meneruskan warisan leluhurnya dan mengembangkan potensi kerajinan gerabah menjadi produk dengan nilai jual tinggi, baik di pasar lokal maupun internasional.
“Pada awalnya, seluruh warga Banjar Basang Tamiang adalah pengrajin gerabah. Namun, sekarang hanya orang-orang tua saja yang menekuni bidang ini, salah satunya saya” ungkap I Nyoman Suarjana.
Baca juga: UMKM Domu Wire Craftsman: Menghidupkan Kembali Warisan Sumba dalam Karya Seni Anyaman Kawat
Ia melanjutkan, “Saya mewarisi usaha ini dari nenek moyang sejak tahun 1971, awalnya ya hanya sebagai sarana upacara adat, tapi seiring zaman, saya kembangkan lagi untuk kebutuhan pariwisata/perhotel, seperti lampu, pot, guci, dan furniture lainnya. Untuk upacara keagamaan, kami biasa membuat pasung, senden, dulang, caratan, dan lain-lain.”
Perkembangan Gerabah Sari tidak lepas dari dukungan berbagai pihak, termasuk Gubernur Bali Ida Bagus Rai Mantra, yang membantu melalui pendanaan, penyediaan alat, dan pelatihan.
Dukungan ini sangat berperan dalam memajukan usaha yang kini telah dikenal hingga ke luar Bali.
Baca juga: Brida Denpasar Siapkan 62 Hak Cipta dan Hak Merek untuk UMKM di Denpasar
Dalam proses pembuatan kerajinan gerabah, I Nyoman Suarjana menjelaskan teknik tradisional yang digunakan.
"Dulu, kami membuat tanah liatnya sendiri. Tanah liat dijemur, diayak, lalu dicampur dengan batu padas yang sudah dihaluskan seperti pasir, dan ditambah air."
"Campuran ini diaduk hingga cukup keras dan mudah dibentuk. Setelah itu, kami menggunakan mesin putar manual untuk membentuk tanah liat sesuai keinginan. Proses pengeringan bisa memakan waktu hingga satu minggu untuk mengurangi kadar airnya agar tidak pecah saat dibakar. Jika sudah kering, gerabah kemudian dibakar di tungku, dan setelah itu mungkin diberi finishing dengan cat atau motif.”
Baca juga: UMKM Pie Susu Putri: Dari Usaha Rumahan Hingga Jadi Produk Terkenal di Gianyar Bali
I Nyoman Suarjana juga telah memanfaatkan media sosial, khususnya Facebook, untuk memasarkan produk Gerabah Sari.
“Kami banyak mendapatkan pesanan dari masyarakat Hindu di luar Bali yang ingin membeli kerajinan gerabah untuk upacara adat. Mereka tahu dari media, dan untuk di Bali sendiri, produk kami sudah tersebar di seluruh kabupaten,” ujarnya.
Selain produk gerabah untuk upacara keagamaan, Gerabah Sari juga dikenal dengan produk furniture yang telah diekspor ke berbagai negara, seperti Malaysia, Australia, dan Singapura.
"Kami sering ekspor, terutama ke Malaysia, sebelum bom Bali. Sekarang, ekspor lebih sedikit, tetapi masih ada. Saat pertemuan G20, hotel-hotel di Bali banyak mencari produk kami, jadi sekarang lebih banyak untuk pariwisata di Bali," tambahnya.
Haraga tiap kerajinannya berfariasi, untuk grabah yang digunakan sebagai sarana keagamaan berkisar dari Rp 3.000 – Rp 50.000, sedangkan untuk pariwisatanya berkisar dari Rp25.000 – Rp300.000 tergantung pesanan yang diinginkan.
Meskipun telah meraih kesuksesan, I Nyoman Suarjana menghadapi tantangan, seperti kesulitan mencari bahan baku yang harus diambil dari luar daerah, serta kekhawatiran akan punahnya budaya gerabah ini di kalangan generasi muda yang kurang berminat belajar.
“Saya sempat melakukan pelatihan di hampir seluruh kabupaten di Bali, bahkan sampai keluar Bali, seperti di Lombok, Jawa, dan Kalimantan. Di Banjar Basang Tamiang ini, saya selalu memberikan pelajaran kepada anak-anak, sebab mereka adalah generasi penerus. Syukurlah, ada beberapa yang bisa membuat kerajinan gerabah, dan astungkara, budaya ini bisa terus berlanjut,” kata I Nyoman Suarjana.
Gerabah Sari bukan hanya sebuah UMKM, tetapi juga penjaga warisan budaya Bali yang kaya.
Usaha ini terus berkembang dan tetap relevan di tengah arus modernisasi, dengan harapan bahwa seni kerajinan gerabah dapat terus hidup dan dihargai oleh generasi mendatang. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.