Pendidikan

UKT Berpotensi Naik, Beasiswa Terancam Diputus! Efisiensi untuk Program Makan Siang Bergizi Gratis

Lebih lanjut, Sekjen FRONTIER-Bali AA Gede Surya Sentana menyampaikan pemerintah tidak serius menangani masalah pendidikan di Indonesia.

Istimewa
FRONTIER - Gerakan Mahasiswa FRONTIER Bali mengirim karangan bunga di depan Kantor Kemenkeu Wilayah Bali pada Minggu (16/2). Hal ini sebagai peringatan berkabung atas pemangkasan anggaran pendidikan. 

Pemerhati Ekonomi dari Celios, Bhima Yudhistira mengatakan dampak dari pemangkasan dana transfer daerah ini tentu akan berpengaruh kepada berbagai faktor ekonomi. “Pertama, kebijakan tersebut akan mencederai asas dari desentralisasi fiskal atau otonomi daerah. Utamanya dalam pengelolaan anggaran,” jelas, Bhima. 

Satu sisi, beberapa pemerintah daerah sangat membutuhkan dana transfer daerah, terutama untuk mendorong ekonomi lokal. Termasuk untuk mendorong bantuan-bantuan sosial dan juga bagi daerah-daerah pemekaran baru yang sangat membutuhkan dana-dana transfer daerah.

Kedua, yang dikhawatirkan kalau pemangkasan yang sangat signifikan sampai 50%. Hal itu bisa merugikan vendor-vendor yang ada di daerah, bisa memperlambat penyerapan tenaga kerja di daerah dan bisa menurunkan pertumbuhan ekonomi yang ada di daerah.

“Padahal kondisi ekonomi 2025 ini dengan pertumbuhan ekonomi nasional hanya 5 persen, ini membutuhkan lebih banyak lagi penguatan kapasitas fiskal di daerah,” kata dia. 

Termasuk untuk bisa menciptakan efek berganda kayak ekonomi nasional, menciptakan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru, mendorong swasembada pangan dan swasembada energi. 

“Tapi kalau anggarannya dipangkas signifikan daerah mau berbuat apa? Jadi ini sangat disesalkan dan harus ditinjau ulang lagi keputusan dari pemerintah pusat memangkas dana transfer daerah dan desa,” ujarnya.

Sementara itu, Pengamat ekonomi, Prof. Dr. I Nyoman Sri Subawa sekaligus Rektor Undiknas turut memberikan tanggapannya terkait penerapan efisiensi anggaran. Prof. Subawa melihat jika efisiensi dilakukan di semua lini, tentu akan menjadi fokus bagi pemerintah baik pusat maupun daerah dan apa yang mesti serta harus dituntaskan. Contohnya masalah kemiskinan yang memerlukan pendanaan cukup besar. Begitu juga masalah kesehatan serta pendidikan.

“Banyak sekolah-sekolah dari sisi fasilitas tidak memadai. Dari sisi kualitas guru demikian sehingga bagaimana kita mau pendidikan itu maju kalau guru maupun fasilitasnya tidak memadai. Bagaimana sekolah adik-adik siswa itu belajar dengan baik kalau fasilitasnya tidak baik?” jelasnya pada, Sabtu (15/2). 

Efisiensi yang ia cermati adalah efisiensi terkait dengan pertemuan-pertemuan yang sebaiknya dikurangi yang memang tidak diperlukan misalnya Perjalanan Dinas. Yang semestinya tidak harus dilakukan sekian kali perjalanan dinas. Jadi lebih kepada program apa yang mesti dan harus dituntaskan.

Terlebih memang Inpers Nomor 1 Tahun 2025 merupakan hak prerogatif Presiden untuk melakukan upaya penuntasan persoalan bangsa dan negara ini. Untuk saat ini program makan bergizi gratis menjadi pokok, tentu ini mesti harus dicarikan dari mana anggaran itu. Dengan mengefisienkan anggaran yang mungkin tidak diperlukan atau memang berlebihan itu misalnya. 

Menurutnya, efisiensi anggaran hal yang positif bagi Bali. Untuk Bali pada pembangunan Pusat Kebudayaan Bali (PKB) yang belum tuntas. Nah, apakah nanti akan diberikan anggaran untuk menuntaskan itu di Pemerintahan Daerah dan Provinsi Bali? 

Dikatakan hal ini harus dicari jalan keluarnya seperti apa ataupun pembangunan satelit untuk komunikasi di seluruh Bali yang akan dirancang oleh Pemerintah Daerah Provinsi Bali yang ke depan ini sehingga perlu dicari dari mana penerimaan pemerintah atau Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang bisa di dikira-kira untuk pendanaan infrastruktur seperti itu. 

Sementara pengaruh untuk daya beli sangat bergantung dari bagaimana tenaga kerja apakah pengangguran itu semakin banyak atau tidak. Menurutnya daya beli merupakan hal yang sangat relatif. 

Pendapatannya terbesar Bali dari pariwisata kemudian apakah hal itu sudah tersalurkan ke tenaga kerja atau belum. Jika tersalurkan dengan mereka memiliki pendapatan, tentu tenaga kerja mempunyai daya beli yang cukup tinggi. 

“Tetapi kalau saya melihat di Bali tidak itu persoalannya. Di Bali persoalannya tentu bagaimana tenaga kerja kita terserap dengan baik khususnya di sektor pariwisata karena kita semua orang tidak mungkin kita mumpuni sektor pariwisata menjadi sektor ekonomi kita kan begitu. 

Halaman
1234
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved