Pendidikan

FIP Undiksha Turunkan Tim Dosen dan Mahasiswa, Dampingi Ratusan Siswa SMP Tak Bisa Baca di Buleleng

Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Undiksha membentuk tim pendamping yang terdiri dari dosen dan mahasiswa.

Tribun Bali/Ni Luh Putu Wahyuni Sari
BERI KETERANGAN - Wakil Gubernur Bali, Nyoman Giri Prasta pada Senin 21 April 2025 usai ditemui di DPD PDIP Bali. 

Terkait dugaan apakah kasus serupa terjadi di luar Kabupaten Buleleng, Giri Prasta mengaku belum mendapatkan informasi tersebut. “Kalau saya belum mendengar informasi. Jadi, yang normal ini, yang tidak keterbelakangan mental itu semua bagus,” ujarnya.

Ia memastikan, siswa-siswa yang belum bisa membaca akan mendapatkan perhatian dan penanganan khusus dari pemerintah, bekerja sama dengan pemerintah kabupaten setempat. “Sudah pasti. Kami sudah berbicara dengan Bupati Buleleng dan Pak Wakil Bupati pun penangan khusus ini sudah pasti,” katanya.

Lebih lanjut, Giri Prasta menekankan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap kejadian ini. Ia menyebut ada kemungkinan kurangnya perhatian dari pendidik maupun orang tua, dan perlu ada pemilahan apakah kasus tersebut berkaitan dengan hambatan mental atau tidak. 

“Saya pikir ini memang kesalahan pendidik dan tidak ada perhatian dari orang tua. Ataukah memang anak ini memang keterbelakangan mental? Jadi, kita akan lakukan pemilahan terhadap persoalan ini sehingga apapun yang terjadi pokoknya itu harus bisa baca tulis sesuai dengan kemampuannya dia nanti,” jelasnya.

Di sisi lain, Ketua Komisi Penyelenggara Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPAD) Bali, Ni Luh Gede Yastini menilai kondisi tersebut sangat memprihatinkan dan perlu ditindaklanjuti dengan langkah konkret.

“Kondisi ini memang sangat memprihatinkan bagi dunia pendidikan kita karena angka yang diberitakan juga cukup tinggi, namun demikian kami berharap agar dilakukan assessment lebih dalam terkait kondisi ini,” ucapnya pada, Senin (21/4). 

Ia menekankan pentingnya pendalaman lebih lanjut terhadap faktor-faktor penyebab ketidakmampuan membaca pada anak-anak. Menurutnya, tanpa pemetaan masalah yang jelas, intervensi atau solusi yang diberikan bisa saja tidak tepat sasaran.

“Mengenai anak tidak bisa membaca, apa faktor penyebabnya yang harus lebih digali lagi dan dipastikan sehingga intervensi atau langkah penanganan/solusi bisa dilakukan tepat sasaran dan efektif,” imbuhnya.

Yastini menggarisbawahi bahwa ada 3 aspek utama yang harus diperhatikan dalam penanganan kasus tersebut. Pertama, kondisi anak, termasuk kemampuan baca tulis dan hal-hal yang mungkin menjadi hambatan seperti faktor psikologis. 

Kedua, lingkungan keluarga yang semestinya berperan besar dalam mendukung pembelajaran anak. Ketiga, peran sekolah dalam memastikan akses pendidikan yang berkualitas bagi semua siswa. “Dalam penanganan ini juga ada 3 aspek yang menurut kami harus diperhatikan,” katanya.

Pertama, kondisi anak. Sejauh mana kemampuan baca tulisnya termasuk kondisi yang menghambat anak, misalnya kondisi psikologis atau ada hal lain. Kedua, kondisi keluarga. Hal ini karena sangat penting sebagai bagian yang harus dapat mendukung anak dalam pembelajaran dan memberikan motivasi bagi anak.

Kemudian yang ketiga, yakni lingkungan sekolah. “Bagaimana komitmen sekolah dalam memberikan perhatian kepada anak memberikan pendidikan berkualitas pada semua anak,” terangnya.

“Kami sejauh ini fokus pada anak putus sekolah dan kalau laporan belum pernah ada laporan kasus anak tidak bisa membaca ke KPAD. makanya belajar dari kasus ini, kedepan kami akan koordinasi juga terkait hal ini dengan dinas pendidikan kabupaten/kota,” kata dia. (mer/sar)


Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved