Premanisme di Bali
Gubernur Bali Koster Tegas Tolak GRIB, Ancam Bubarkan Ormas Terdata Jika Bertindak Premanisme
Negara telah mengatur agar ormas tertib dan kondusif memberikan kontribusi bagi pembangunan bangsa dan negara.
Pada kesempatan itu, pihaknya juga menyatakan bahwa, Ansor dan Banser siap berkolaborasi dengan Pecalang dalam menjaga keamanan dan ketertiban di Bali, khususnya di Buleleng.
Disampaikan pula apabila ada kegiatan-kegiatan dari masyarakat Hindu, dipersilakan untuk memanggil Banser, untuk sama-sama membantu.
Demikian pula sebaliknya ketika ada acara teman-teman di Ansor/ NU, agar melibatkan teman-teman pecalang.
“Ini bagian dari kolaborasi karena kita saling membutuhkan,” tandasnya. (sar/gus/mer)
Hubungi Call Center Polri 110
Sementara itu, Kapolres Klungkung AKBP Alfons WP Letsoin meminta masyarakat segera melapor ke aparat, jika mengetahui adanya aksi premanisme, termasuk yang berkedok organisasi masyarakat (ormas).
AKBP Alfons mengatakan, aksi premanisme bisa berupa intimidasi, pemerasan, ataiu aksi lainnya yang menganggu kenyamanan dan ketertiban di masyarakat.
Jika merasa mengetahui aksi premnisme, khususnya di Kabupaten Klungkung agar langsung menghubungi Call Center Polri 110.
“Kami berharap dengan imbauan tersebut, masyarakat bisa melaporkan atau mencegah aksi-aksi premanisme yang mengganggu Kamtibmas,” ungkap AKBP Alfons belum lama ini.
Di samping kegiatan patroli dalam rangka menjaga situasi Kamtibmas tapi juga kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat. dalam menanggulangi praktik premanisme yang dapat merugikan masyarakat terutama para pelaku usaha.
“Segera informasikan atau laporkan ke nomor layanan tersebut atau langsung polres maupun polsek-polsek terdekat,” tegasnya kembali.
Di Kabupaten Gianyar, aparat kepolisian Polres Gianyar melaksanakan patroli dalam rangka Operasi Pekat Agung 2025.
Kegiatan ini digelar pada Minggu, 11 Mei 2025, pukul 09.30 di kawasan Sanga-Sanga Minyak Oles, Jalan Bakbakan, Desa Bakbakan, Kecelakaan Gianyar yang dalam catatan polisi, ini merupakan wilayah yang dikenal rawan aksi premanisme.
Patroli gabungan tersebut melibatkan personel Operasi Pekat Agung yang bersinergi dengan Regu Patroli Polres Gianyar. Di bawah komando IPDA I Made Sulatra, patroli ini menyasar titik-titik strategis yang berpotensi menjadi lokasi gangguan kamtibmas seperti premanisme dan tindak kriminal lainnya.
Karendalops Operasi Pekat Agung 2025, Kompol I Nengah Sudiarta, menegaskan bahwa kegiatan ini merupakan langkah preventif untuk memastikan keamanan masyarakat.
“Kegiatan ini merupakan bentuk nyata kehadiran Polri di tengah masyarakat untuk memberikan rasa aman dan nyaman. Kami ingin memastikan wilayah Gianyar bebas dari segala bentuk premanisme dan gangguan kamtibmas lainnya,” ujarnya.
Lebih lanjut, Kompol Sudiarta menyampaikan bahwa patroli serupa akan terus dilaksanakan secara berkala di wilayah-wilayah yang dinilai rawan tindak kejahatan, sebagai bagian dari komitmen Polres Gianyar dalam menjaga stabilitas dan ketertiban umum.
“Melalui kegiatan ini, diharapkan masyarakat dapat merasakan langsung dampak positif berupa peningkatan rasa aman dalam kehidupan sehari-hari,” ujarnya. (mit/weg)
Pengamat Kebijakan Publik Umar Ibnu Al-Khatab, SIPANDU BERADAT Efektif dan Efisien
Gubernur Bali, Wayan Koster (selanjutnya disebut Pak Koster), merespon dengan cepat dinamika politik di Bali pasca deklarasi organisasi masyarakat (ormas) Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya Bali.
Dalam respon cepat itu, kita melihat ketegasan Pak Koster di mana ia menolak kehadiran ormas apapun, termasuk GRIB Jaya Bali yang dianggapnya tidak membawa manfaat bagi masyarakat Bali, dan berkomitmen untuk mengembalikan setiap upaya penyelesaian masalah di dalam masyarakat kepada akar budaya Bali sendiri, yakni penyelesaian melalui desa adat, bukan organisasi yang meresahkan, apalagi organisasi yang membawa agenda yang tersembunyi dengan kedok ingin membangun Bali.
Respon Koster ini sejalan dengan respon masyarakat Bali yang menolak dengan keras pula kehadiran ormas yang dinilai akan memunculkan kerawanan sosial baru.
Tentu saja respon cepat Koster dapat dipahami.
Pertama, karena Bali adalah jantung pariwisata nasional dan menjadi destinasi dunia.
Kedua, keresahan publik yang meluas akibat gangguan organ-organ premanisme, dan jika Bali dan publik terganggu oleh keberadaan ormas yang bernuansa premanisme maka setiap ikhtiar untuk membangun Bali yang indah, sehat dan nyaman akan menjadi ikhtiar yang sia-sia.
Dalam posisi yang demikian itulah, sekali lagi, kita memahami mengapa Koster cepat merespon, baginya, ruang publik tidak boleh dirusak oleh perilaku preman yang berkedok organisasi, dan baginya pula, Bali adalah jantung yang wajib dijaga agar sehat “menghidupi” semua yang hidup di dalamnya.
Apalagi, Bali sedang melakukan recovery akibat didera Covid 19 sehingga membutuhkan situasi yang kondusif untuk bangkit, bagaimanapun, setiap tindakan ormas yang kebablasan akan mengancam masyarakat dan melecehkan otoritas pihak-pihak yang berwenang.
Secara spesifik, Koster sendiri telah mengeluarkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 26 Tahun 2020 Tentang Sistem Pengamanan Lingkungan Terpadu Berbasis Desa Adat atau SIPANDU BERADAT yang merupakan sebuah sistem pengamanan lingkungan masyarakat yang ditopang dengan sumber daya manusia berkualitas, sarana prasarana, dan sistem teknologi yang memadai untuk melakukan pengamanan wilayah (wewidangan) dan krama, baik krama desa adat, krama tamiu, maupun tamiu, dan sistem ini memiliki fungsi preemtif dan preventif sekaligus di dalam mengelola keamanan dan ketertiban lingkungan di desa adat.
Artinya sistem ini lebih mengakar di dalam masyarakat dan memiliki kemampuan deteksi, cegah, dan tangkal yang sangat efektif, apalagi di dalam Pergub Nomor 26 Tahun 2020 itu SIPANDU BERADAT memiliki tugas menghimpun masalah yang berpotensi memunculkan gangguan keamanan dan kerawanan sosial yang kemudian dilaporkan kepada pihak yang berwenang, bahkan bertugas menerima laporan masyarakat dan memberikan rekomendasi penyelesaian masalah kepada pihak yang berwenang.
Oleh karenanya, SIPANDU BERADAT akan menjadi instrumen yang efektif dan efisien di dalam membangun sebuah masyarakat yang aman dan nyaman.
Di sisi lain, ia juga akan menjadi alat yang tepat dan mudah diakses siapa pun untuk menjaga kenyamanan dan keamanan dirinya, dan secara luas bisa menjadi garda terdepan menjaga ketertiban masyarakat.
Hemat kita, keberadaan sistem pengamanan terpadu yang diinisiasi Pak Koster adalah jawaban yang dibutuhkan saat ini untuk menjaga kenyamanan dan keamanan masyarakat.
Dan sistem ini berada pada level yang paling dekat dengan masyarakat itu sendiri karena ia berakar di dalam desa adat, dan karenanya sistem ini sangat efektif, apalagi sistem ini bersifat kolaboratif dengan pihak-pihak yang paling berwenang dalam hal ketertiban dan keamanan, yakni kepolisian, dan juga dibantu oleh prajurit TNI pada tingkat desa yakni Bintara Pembina Desa (Babinsa), sifat kolaboratif ini memperlihatkan betapa sistem ini dirancang untuk mengintegrasikan komponen-komponen keamanan yang ada di dalam desa adat, seperti pecalang, Babinkamtibmas (Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat), Babinsa, perlindungan masyarakat (Linmas), dan satuan pengamanan (Satpam).
Dalam konteks ini, kita melihat betapa Koster ingin menjadikan sistem yang diinisiasinya ini sebagai model pengamanan yang sederhana namun efektif karena memberdayakan komponen yang strategis di dalam masyarakat, dan model ini akan semakin relevan jika kita melihat fenomena munculnya ormas-ormas yang mengaku dirinya ingin membantu masyarakat, namun dalam praktiknya justru meresahkan masyarakat karena menonjolkan premanisme di dalam menyelesaikan suatu masalah.
Kita mengapresiasi munculnya ormas-ormas baru karena dimungkinkan oleh undang-undang, dan merupakan bagian dari civil society, yakni kekuatan yang penting dalam masyarakat guna mendorong partisipasi warga negara, mengawasi pemerintah, mempromosikan perubahan sosial, dan membantu menciptakan kemaslahatan bagi semua orang.
Namun jika ormas-ormas itu jauh dari semangat undang-undang dan civil society, maka patutlah jika publik keras menolaknya, dan penolakan itu biasanya berbasis pengalaman di mana, misalnya, ada ormas yang dalam praktiknya menyusahkan dan meresahkan masyarakat, tidak bisa dipungkiri juga bahwa ada ormas yang bertindak arogan dan lebih mewakili kepentingan pihak-pihak tertentu, misalnya pihak penguasa dan pengusaha, ketimbang mewakili kepentingan masyarakat umum. Jika ormas-ormas semacam ini muncul dan hidup, maka masyarakat kecil yang paling pertama terancam dan menderita. Sebab, sebagian besar konflik sosial yang ada selalu menghadapkan rakyat kecil vis a vis ormas-ormas yang mewakili kekuatan-kekuatan ekonomi, dan lebih memprihatin lagi jika rakyat kecil harus berhadapan dengan ormas-ormas yang memiliki afiliasi politik dengan kekuatan politik tertentu yang notabene didukung dan dipilih oleh rakyat.
Akhirnya, kita berharap agar Sipandu Beradat menjadi sistem yang efektif sehingga masyarakat bisa menjadikannya sebagai instrumen yang mampu melindungi diri mereka, dan menjadikannya sebagai benteng terakhir di dalam menjaga ketahanan sosial dan berfungsi sebagai jaringan pengamanan sosial yang mampu melindungi masyarakat dari hal-hal yang mengancam kehidupan sosial mereka, dan kita juga berharap agar sistem bekerja tanpa kenal lelah untuk menghasilkan kemaslahatan bagi masyarakat. (nak)
Kumpulan Artikel Bali
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.