Berita Buleleng

85 Persen dari 352 Siswa SMP di Buleleng Punya Kemampuan Intelektual Rendah

Pemerintah Kabupaten Buleleng telah melakukan asesmen untuk mengetahui kemampuan intelektual siswa, menindaklanjuti kasus siswa SMP yang tidak mampu

Tribun Bali/Muhammad Fredey Mercury
BERI KETERANGAN - Bupati Buleleng, I Nyoman Sutjidra saat menghadiri rapat kerja BAM di kantor gubernur Bali. Ia memberi pemaparan mengenai kondisi siswa SMP di Buleleng yang belum bisa calistung. 

85 Persen dari 352 Siswa SMP di Buleleng Punya Kemampuan Intelektual Rendah

TRIBUN-BALI.COM, BULELENG - Pemerintah Kabupaten Buleleng telah melakukan asesmen untuk mengetahui kemampuan intelektual siswa, menindaklanjuti kasus siswa SMP yang tidak mampu baca, tulis, hitung (calistung).

Hasilnya, dari 352 siswa yang diuji hampir 85 persen memiliki kemampuan intelektual rendah. 

Hal tersebut diungkapkan Bupati Buleleng, I Nyoman Sutjidra saat rapat kerja bersama Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI, Kamis (22/5/2025).

Baca juga: Polres Buleleng Bali Dalami Persetubuhan Anak Di Bawah Umur, Terlibat Jasa Teman Kencan Berbayar

Rapat tersebut berlangsung di ruang Wiswa Shaba Pratama Kantor Gubernur Bali. 

Mengenai masalah gangguan belajar pada siswa SMP di Buleleng, Sutjidra mengaku pihaknya sudah memerintahkan Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Buleleng, untuk melakukan pendataan.

Hingga selanjutnya dilakukan asesment untuk mengetahui kemampuan intelektual siswa. 

Baca juga: Tenaga Honorer di Buleleng Datangi Kantor DPRD, Minta Kejelasan Status

"Pada asesment yang dilakukan, secara umum saya lihat anak yang memiliki ciri-ciri intelektual rendah. Saya sempat uji dua orang untuk menulis namanya sendiri, dan mereka cukup kesulitan."

"Memang akhirnya mereka bisa melakukannya, tapi butuh waktu lama. Padahal yang bersangkutan kelas 8. Demikian juga saat diminta menulis nama orang tuanya. Setelah diasesmen, ternyata memiliki IQ di bawah rata-rata," ungkapnya.

Menurut Sutjidra, kondisi ini pasti juga dialami kabupaten lainnya.

Baca juga: Dahului Truk lantas Tabrak Pikap di Buleleng, Rama Terpelanting hingga Tak Sadarkan Diri

Namun demikian pihaknya mengaku tidak masalah saat gangguan belajar ini diekspose.

"Karena dengan cara inilah kami selaku kepala daerah bisa tahu masalah pendidikan yang ada di bawah," ucapnya. 

Sutjidra juga mengaku sempat diprotes salah satu orang tua siswa pasca memerintahkan Kepala Disdikpora untuk tidak meluluskan siswa yang tidak bisa calistung.

Baca juga: VIDEO Kasus Penganiayaan Antar Siswa SMKN 7 Denpasar Bali, Kepala Korban Ditendang Berulang Kali

"Tapi saya tetap komitmen agar aturan itu dilaksanakan. Karena tujuannya agar siswa memiliki pengetahuan dasar," katanya. 

Sementara Kepala Disdikpora Buleleng, Putu Ariadi Pribadi pada kesempatan itu memaparkan, berdasarkan hasil pendataan sejatinya ada 375 siswa yang mengalami gangguan belajar.

Seluruh siswa tersebut selanjutnya diberikan asesmen bekerjasama dengan psikologi pradnyagama Bali pada 7 Mei 2025. 

"Namun yang datang saat itu hanya 352 siswa. Sedangkan sisanya akan dilaksanakan tes susulan," ucapnya. 

Sementara hasil asesmen dari 352 siswa tersebut, diketahui 6 orang memiliki kemampuan kecerdasan rata-rata dengan nilai tes IQ 91-100.

Baca juga: Penganiayaan Antar Siswa SMKN 7 Denpasar Viral, Bermula dari Korban Rekam Kakak Kelas

Selain itu ada 46 orang atau 13,07 persen memiliki kecerdasan dibawah rata-rata dengan hasil nilai tes IQ 81-90. 

Hasil tes kemampuan intelektual itu juga mencatat ada siswa dengan disabilitas intelektual ringan sebanyak 110 siswa atau 31,25 persen, dengan nilai tes IQ di 70-80.

Disabilitas intelektual sedang ada 146 siswa atau 41,48 persen, dengan nilai tes IQ 60-69. Serta 44 siswa atau 12,50 persen terkategori borderline dengan nilai tes IQ kurang dari 60. 

"Dapat disimpulkan hampir 85 persen siswa di Buleleng yang belum bisa calistung, mengalami disabilitas intelektual," ujarnya. 

Ariadi mengatakan, tim psikolog merekomendasikan agar siswa tersebut sekolah ke pelayanan khusus, tidak di sekolah reguler. 

"Ke depan perlu solusi, karena anak-anak tersebar di 60 sekolah, ini perlu carikan solusi pelayanan pendidikan khusus. Kalau dibawa ke SLB (Sekolah Luar Biasa), kesannya orang tua tidak siap anaknya disekolakan disana," ucap dia.

Ariadi menambahkan, adanya siswa SMP yang belum bisa calistung disinyalir karena kebijakan sekolah reguler wajib menerima siswa berkebutuhan khusus.

"Sedangkan di satu sisi, sekolah reguler belum punya guru pendamping khsusus untuk anak berkebutuhan khusus. Termasuk juga sarana dan prasarana," ungkapnya. (*)

 

Berita lainnya di Siswa di Buleleng

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved