Berita Bali

HARUS Ditutup & Dibongkar! Komisi I DPRD Bali Cek Bangunan di Pantai Bingin dan Step Up Jimbaran 

Komisi 1 DPRD Bali minta penutupan dan pembongkaran terhadap sejumlah bangunan usaha yang dinilai melanggar aturan tata ruang.

TRIBUN BALI/ NI LUH PUTU WAHYUNI SRI UTAMI
DEWA NYOMAN RAI ADI - Komisi 1 DPRD Bali minta penutupan dan pembongkaran terhadap sejumlah bangunan usaha yang dinilai melanggar aturan tata ruang. 

TRIBUN-BALI.COM  – Komisi 1 DPRD Bali minta penutupan dan pembongkaran terhadap sejumlah bangunan usaha yang dinilai melanggar aturan tata ruang.

Adalah bangunan di wilayah Pantai Bingin, Kabupaten Badung dan Step Up Indonesia di kawasan Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung. Rekomendasi tersebut telah disampaikan langsung Komisi I DPRD Bali dalam kunjungan lapangan pada Jumat (13/6). 

Wakil Ketua Komisi I DPRD Bali, Dewa Nyoman Rai Adi menegaskan, rekomendasi ini dikeluarkan secara langsung oleh pihak legislatif tanpa perlu menunggu keputusan dari eksekutif maupun gubernur.

Hal ini menurutnya sudah sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2018. 

“Rekomendasi itu langsung saya berikan kepada perusahaan tertentu. Karena itu sudah sesuai dengan aturan yang ada yaitu PP 12 tahun 2018. Jadi tidak harus melalui eksekutif maupun gubernur,” ujarnya.

Dewa Rai menambahkan, pelanggaran yang ditemukan mencakup beberapa poin krusial. Antara lain pelanggaran terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Bali, khususnya dalam hal sempadan pantai, jurang, dan tebing, serta ketinggian bangunan yang melebihi ketentuan.

Baca juga: BIDIK Aktivitas Pembangunan Tanpa Izin, Kasatpol PP Bali Atensi Pantai Bingin Hingga Nusa Penida!

Baca juga: LANSIA Ditemukan Tak Bernyawa di Tegalan, Asal Desa Siangan Gianyar, Ini Kronologinya!

BERI KETERANGAN - Kepala Satpol PP Provinsi Bali, Dewa Darmadi.
BERI KETERANGAN - Kepala Satpol PP Provinsi Bali, Dewa Darmadi. (Tribun Bali/ Ni Luh Putu Wahyuni Sri Utami.)

“Karena terdapat suatu pelanggaran pada perusahaan tertentu. Satu, yang kami lihatkan pelanggaran pada RTRW tata ruang Provinsi Bali. Satu, sempadan pantai, kedua sempadan jurang, sempadan tebing, dan ketinggian bangunan,” tegasnya.

DPRD Bali memberikan rekomendasi tegas berupa penutupan dan pembongkaran bangunan yang melanggar. “Ditutup dan dibongkar,” ujarnya singkat.

Menurut Dewa Rai, langkah ini merupakan bentuk pengawasan nyata dari DPRD Bali terhadap pelaksanaan Perda Tata Ruang di wilayah Bali secara keseluruhan. “Harus (diikuti), enggak boleh tidak. Makanya kami selaku lembaga yang punya fungsi kontrol terus kami control,” kata dia. 

“Bukan hanya di tempat itu (Badung), tetapi secara regional Bali. Ke depan nanti baik ke (Kabupaten) Buleleng, Karangasem, di daerah mana pun kami akan turun untuk menyelamatkan Perda Tata Ruang itu,” ucapnya.

Ia juga menyebut, langkah tegas ini merupakan momen pertama kalinya DPRD Bali secara resmi mengeluarkan rekomendasi hingga ke tahap pembongkaran bangunan usaha yang melanggar.

“Karena selama ini belum pernah ada (sampai rekomendasi dibongkar). Tidak sampai (pembongkaran). Ah, tetapi untuk sekarang kami sudah tidak ada ampun lagi. Sikat semua pelanggaran,” tegasnya.

Salah satu bangunan usaha yang menjadi sorotan utama adalah Step Up di kawasan Jimbaran. “Step Up sudah jelas. Belum lagi yang lain. Ini ada data, ini lagi. Tunggu saja. Ada data yang lain,” katanya.

Disinggung mengenai berpotensi pemutusan hubungan kerja (PHK) massal terhadap pekerja restoran dan hotel di kawasan Pantai Bingin, Dewa Rai menegaskan bahwa penegakan hukum tetap menjadi prioritas utama dibandingkan pertimbangan sosial-ekonomi seperti PHK. “Itu soal lain. Itu soal lain,” kata Dewa Rai. 

Meski mengakui bahwa pihaknya mempertimbangkan dampak sosial dari kebijakan tersebut, Dewa Rai menegaskan pelanggaran terhadap Perda Tata Ruang merupakan dasar utama tindakan DPRD.

“Kalau yang itu kita pikirkan, itu jelas menjadi pertimbangan. Tapi yang utama, yang menjadi pertimbangan kita dasarnya dulu. Ini tata ruang loh. Sudah berbentuk Perda, aturan dan secara hukum ini harus ditegakkan. Itu masalah karyawan, itu masalah nomor dua. Kalau itu diutamakan, habis juga Bali,” ujarnya.

Menurutnya, akar persoalan justru berada pada kesadaran hukum para pelaku usaha yang sejak awal membangun di atas lahan yang bukan miliknya atau di kawasan yang secara aturan tidak diperbolehkan.

“Kalau dampak sosial sudah kita tahu, bahwa itu jelas ada karyawan khan. Ya, sekarang bergantung dari manusianya. Kalau manusianya harus sadar ini tanah negara itu, bukan tanah saya, khan begitu. Kalau bukan tanah saya, ya sudah enggak usah membangun,” katanya.

Dewa Rai juga menyoroti bagaimana praktik-praktik pembangunan ilegal justru menjadi akar dari munculnya permasalahan sosial lanjutan seperti pekerja yang kehilangan pekerjaan.

“Sehingga memberikan harapan bagi pekerja-pekerja yang tidak tahu, tidak paham hukum, mereka bekerja. Nah, sekarang kalau diketahui bahwa ini ada pelanggaran, mereka berdalih pada ini karyawan saya begini-gini,” ucapnya.

Namun, ia kembali menegaskan bahwa dalih terkait karyawan atau dampak sosial tidak bisa mengaburkan inti persoalan, yakni pelanggaran terhadap perda tata ruang. “Itu soal lain, itu sekali lagi ya. Yang utama ya pelanggarannya dulu,” kata dia.

Sebelumnya, DPRD Bali telah memanggil para pemilik usaha yang bersangkutan untuk diberikan penjelasan mengenai pelanggaran yang terjadi. “Sudah. Itu sudah. Sudah dipanggil ke sini. Berapa hari yang lalu kan udah dipanggil,” jelasnya.

Ia mengungkapkan bahwa sebagian pemilik usaha, khususnya yang berada di Pantai Bingin, mengakui bahwa lahan yang mereka menggunakan bukan merupakan milik pribadi dan berharap adanya toleransi dari pemerintah. Namun, hal itu ditolak oleh DPRD Bali.

SIDAK - Komisi I DPRD Bali bersama Satpol PP Bali serta instansi terkait lainnya, yang tergabung dalam Tim Terpadu Penertiban Usaha Wisata Provinsi Bali, menggelar inspeksi mendadak (sidak) ke Pantai Bingin, Pecatu, Kuta Selatan, Badung, Selasa 6 Mei 2025.
SIDAK - Komisi I DPRD Bali bersama Satpol PP Bali serta instansi terkait lainnya, yang tergabung dalam Tim Terpadu Penertiban Usaha Wisata Provinsi Bali, menggelar inspeksi mendadak (sidak) ke Pantai Bingin, Pecatu, Kuta Selatan, Badung, Selasa 6 Mei 2025. (Istimewa)

“Sampaikan ya, mereka menyadari bahwa itu bukan tanahnya mereka. Itu yang Pantai Bingin. Jadi mereka juga maunya mengajukan agar ada toleransi. Bagi kami di pemerintah tidak ada sikap toleransi lagi. Itu sudah perusakan lingkungan. Ya, tata ruang lagi. Kalau dibiarin mau apa Bali ini?” tegasnya.

Komisi I memberikan tenggat waktu maksimal dua pekan kepada pemilik usaha untuk melakukan pembongkaran secara mandiri. Jika tidak dilakukan, maka eksekusi akan langsung dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Bali.

“Pertama sekarang secara simbolis dengan Satpol PP (Satuan Polisi Pamong Praja). Nanti akan kami kasih waktu luang selama mungkin maksimal 2 minggu untuk mereka lakukan. Tapi dalam waktu 2 minggu tidak dilakukan, ya Pemprov harus turun langsung,” katanya.

Ia juga meminta Satpol PP bergerak cepat dan menunaikan tugas pengawasan dan penegakan aturan. “Harus dilakukan. Ini khan tugas dan fungsinya Satpol PP. Dan harus mereka lakukan, tidak boleh tidak,” pungkasnya. (sar)

Pelanggaran Tata Ruang di Nusa Penida

DPRD Provinsi Bali kembali menerima laporan dugaan pelanggaran serupa di wilayah Nusa Penida, Kabupaten Klungkung. Wakil Ketua Komisi I DPRD Bali, Dewa Nyoman Rai Adi menyayangkan lemahnya pengawasan pemerintah daerah yang dinilai membiarkan pelanggaran terus terjadi tanpa tindakan konkret. 

Dewa Rai menyebut kondisi ini sebagai bentuk pembiaran oleh pemerintah daerah, yang selama ini tidak menunjukkan reaksi terhadap berbagai pelanggaran tata ruang di wilayah Bali. “Kalau pembiaran boleh bilang iya. Karena selama ini kok tidak ada reaksi, khan begitu? Ini karena terus terang saja, kami di lembaga sibuk.

Jadi begitu ada masukan dari masyarakat dan kami turun ke bawah langsung, oh ada ini fakta,” katanya, Jumat (13/6). 

Ia menegaskan bahwa temuan-temuan tersebut akan menjadi titik awal langkah tegas DPRD Bali dalam menegakkan Peraturan Daerah (Perda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). “Ini harus. Makanya ke depan dari sinilah kita akan mulai. Mana-mana dan siapapun yang berusaha melanggar yang namanya Perda RT RW ini, ya kita sikat habis. Demi ajeg Bali, demi namanya tata ruang,” tegasnya.

Terkait bangunan PT Step Up Solusi Indonesia dan usaha-usaha di Pantai Bingin, menurutnya, jika dalam waktu yang telah diberikan tidak ada tindakan dari pihak yang melanggar, maka DPRD akan melanjutkan langkah ke tahapan berikutnya.

“Kalau enggak lanjut, nanti lanjut ke proses peradilan. Karena itu melanggar hukum. Tadi karena sementara seperti saya sampaikan tadi, ini masih dalam ruang lingkup Perda. Berarti kami tidak mau membawa ranahnya ke proses hukum nasional kepada kepolisian. Ini masih ruang lingkup Satpol PP,” jelasnya.

Namun, ia memperingatkan bahwa jika pelaku membangkang, maka tidak tertutup kemungkinan kasus akan direkomendasikan untuk ditindak secara hukum pidana. “Kecuali mereka membangkang, terpaksa kami rekomendasi,” tegasnya.

DPRD Bali, kata Dewa Rai, tidak hanya berbicara, tetapi sudah mulai bergerak nyata dalam menjalankan fungsi pengawasan secara langsung di lapangan. “Ini merupakan bentuk konkret dan bukti nyata bahwa lembaga DPRD betul-betul bergerak sesuai dengan aturan yang ada. Menegakkan hukum sebagai langkah konkret terhadap fungsi pengawasan kita di lembaga,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa pelanggaran tata ruang di Jimbaran dan Kuta Selatan hanyalah permulaan dari berbagai kasus lain yang mulai terungkap di berbagai daerah di Bali. DPRD Bali telah menyusun agenda turun ke seluruh wilayah untuk memetakan dan menindak pelanggaran tata ruang lainnya.

“Ini kan baru satu. Baru di daerah Jimbaran sama Kuta Selatan. Belum lagi Kuta Utara. Anggap Badung. Nanti kita ke secara regional, seluruh Bali nanti. Termasuk Gianyar, Klungkung, Bangli, Karangasem lagi, Buleleng, Negara,” katanya.

Saat ditanya apakah sudah ada laporan pelanggaran baru setelah kasus di Jimbaran, Dewa Rai mengonfirmasi bahwa laporan sudah masuk dan salah satunya berasal dari Klungkung, tepatnya di Nusa Penida. “Laporannya sudah,” katanya.

“Yang satu saya buka saja di Klungkung, Nusa Penida. Difokuskan di Badung saja dulu. Karena sementara itu yang yang kami lihat faktanya, itu sementara dulu. Dan ini kita buktikan dulu. Bahwa kita tidak main-main. Jadi, ke depan siapa pun investor tidak ada istilah main-main lagi dengan-dengan istilah aturan yang ada,” tutupnya. (sar)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved