Berita Bali

NASIB Produsen AMDK di Bali Terancam Gulung Tikar, Omzet Pengusaha Air Kemasan Terjun Bebas

Mereka mengaku bingung memikirkan nasib usahanya, yang kemungkinan akan mengalami kebangkrutan jika SE tersebut tetap dijalankan.   

PIXABAY
ILUSTRASI - Surat Edaran (SE) Gubernur Bali, Wayan Koster, yang salah satu poinnya terkait pelarangan produsen memproduksi Air Minum Dalam Kemasan (AMDK), di bawah satu liter membuat resah para pelaku usaha di Bali. Mereka mengaku bingung memikirkan nasib usahanya, yang kemungkinan akan mengalami kebangkrutan jika SE tersebut tetap dijalankan.    

TRIBUN-BALI.COM -  Surat Edaran (SE) Gubernur Bali, Wayan Koster, yang salah satu poinnya terkait pelarangan produsen memproduksi Air Minum Dalam Kemasan (AMDK), di bawah satu liter membuat resah para pelaku usaha di Bali.

Mereka mengaku bingung memikirkan nasib usahanya, yang kemungkinan akan mengalami kebangkrutan jika SE tersebut tetap dijalankan.   

PT Tirta Mumbul Jaya Abadi, anak perusahaan PDAM Buleleng, yang memproduksi AMDK “Yeh Buleleng” adalah satu satu perusahaan AMDK yang merasakan dampak dari kebijakan pelarangan tersebut.

Direktur Utama PT Tirta Mumbul Jaya Abadi, yang juga perintis usaha ini, Nyoman Arta Widnyana mengatakan tidak mudah bagi perusahaan untuk mengubah produk yang pangsa pasarnya sudah banyak di masyarakat.

“Apalagi perusahan kami itu hampir 70 persen produknya, adalah AMDK botol dan cup. Pokoknya drop sekali saya dengan adanya kebijakan seperti ini,” ujarnya.

Baca juga: Kasus Dugaan Penganiayaan di Buleleng Bali, Perbekel Putu Mara Laporkan Balik Warganya

Baca juga: Hitungan Angsuran KUR BRI Juni 2025, Syarat dan Dokumen Mudah untuk Pinjaman Rp1-90 Juta

ILUSTRASI - Surat Edaran (SE) Gubernur Bali, Wayan Koster, yang salah satu poinnya terkait pelarangan produsen memproduksi Air Minum Dalam Kemasan (AMDK), di bawah satu liter membuat resah para pelaku usaha di Bali.

Mereka mengaku bingung memikirkan nasib usahanya, yang kemungkinan akan mengalami kebangkrutan jika SE tersebut tetap dijalankan.   
ILUSTRASI - Surat Edaran (SE) Gubernur Bali, Wayan Koster, yang salah satu poinnya terkait pelarangan produsen memproduksi Air Minum Dalam Kemasan (AMDK), di bawah satu liter membuat resah para pelaku usaha di Bali. Mereka mengaku bingung memikirkan nasib usahanya, yang kemungkinan akan mengalami kebangkrutan jika SE tersebut tetap dijalankan.    (Istimewa)

Dia mengaku memang para produsen AMDK pernah diundang Gubernur Koster, beberapa kali untuk membicarakan terkait SE pelarangan ini.

Tapi, lanjutnya, para produsen tidak bisa berbuat apa-apa saat itu mengingat sikap Gubernur Koster yang tetap tegas melarang pengusaha untuk memproduksi AMDK di bawah satu liter. 

Dia juga merasa heran, kenapa permasalahan sampah di Bali ini hanya menyoroti sampah dari kemasan AMDK saja. Padahal, menurutnya, sampah kemasan AMDK itu hanya menyumbangkan 4,5 persen saja dari total sampah yang ada di Bali.

“Bingung saja, kok kita dijadikan kambing hitam dari permasalahan sampah di Bali ini,” katanya. Dengan adanya pelarangan ini, menurut dia, perusahaan sudah pasti akan mengalami penurunan omzet yang sangat drastis.

“Tidak hanya kami, semua usaha AMDK juga pasti akan mengalami nasib serupa. Ini kan bisa mengganggu perekonomian nasional juga,” ucapnya.

Menurutnya, dengan penuruan omzet yang sangat besar, tidak tertutup kemungkinan juga akan berdampak kepada para karyawan di perusahaan yang saat ini jumlahnya ada 54 orang.

Itu belum termasuk distributor dan warung-warung yang menjadi rekanan perusahaan. “Kita akan tetap berusaha. Tapi, untuk mengubah pangsa pasar dari cup dan botol ke kemasan satu liter itu kan tidak mudah, butuh waktu lama untuk menggarap pasarnya.

Sementara, karyawan harus dibayar setiap bulannya. Bisa bertahan saja sudah syukur. Apalagi di tengah persaingan ketat di industri AMDK saat ini, ditambah lagi kondisi ekonomi perekonomian yang belum membaik saat in,” tukasnya.

Karenanya, dia berharap Kementerian Perindustrian yang menjadi “induk semang” bagi industri AMDK bisa membantu mereka mengatasi masalah yang disebabkan adanya kebijakan Gubernur Bali yang melarang produsen untuk memproduksi AMDK di bawah satu liter.

“Pemerintah kan ingin mendorong ada pertumbuhan sebesar 8 persen. Tapi, kalau begini kan, mana ada pertumbuhan dari AMDK nantinya,” ujarnya.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved