Berita Bali

Dari Bali Wamenkes Beber Kans Indonesia Memimpin Industri Vaksin Dunia, Tantangan Ada di Harga Jual

Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono Harbuwono menegaskan bahwa industri vaksin Indonesia

Penulis: Adrian Amurwonegoro | Editor: Ady Sucipto
Tribun Bali/Adrian Amurwonegoro
BERPOSE - Konferensi pers di sela gelaran Pertemuan Umum Tahunan ke-26 Developing Countries Vaccine Manufacturers Network (DCVMN AGM) di The Meru Sanur, Denpasar, Bali, Rabu 29 Oktober 2025.    

Dalam sambutan melalui video di forum ini, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, menyampaikan bahwa Indonesia telah mengambil langkah besar menuju kemandirian. 

Budi Gunadi Sadikin menekankan pentingnya kemandirian dalam sektor kesehatan, sebuah pelajaran berharga yang dipetik dari pandemi COVID-19.

"Pandemi COVID-19 memberi kita pelajaran berharga. Ketahanan kesehatan harus dibangun, bukan dipinjam. Ketika rantai pasokan global terhambat, mereka yang paling rentan di dunia seringkali menjadi yang terakhir," ujar Menkes Budi.

Inti dari solusi ini, lanjutnya, adalah kemandirian, yaitu kemampuan setiap negara untuk memproduksi, mengembangkan, dan mendistribusikan sendiri produk kesehatan esensial mereka.

Langkahnya, Indonesia memperkuat kapasitas regional memperluas produsen vaksin dari satu menjadi empat, dengan kapasitas gabungan mencapai 3,3 miliar dosis per tahun.

Baca juga: Tumbuhkan Semangat Baru, YKAI Bali Ajak Anak-Anak Berwisata ke Marine Safari Bali

Mendorong transfer teknologi denganbembangun kemampuan memproduksi vaksin dengan platform baru seperti mRNA, serta memproduksi vaksin HPV dan PCV domestik.

Menjalin kemitraan dengan memperkuat kolaborasi dengan mitra global seperti CEPI, Yayasan Bill Gates, Organisasi Kerja Sama Islam, Keamanan dan Kemandirian Vaksin ASEAN untuk memperluas produksi lokal dan memajukan inovasi.

CEO DCVMN, Rajendra Suri, menegaskan bahwa jaringan produsen dari negara berkembang memiliki peran sentral, bukan sekadar pelengkap. 

"Selama COVID-19, produsen vaksin negara berkembang telah memproduksi lebih dari 9,8 miliar dosis vaksin COVID-19 dari 15,9 miliar total produksi global. Jadi, 62 persen dari produksi global telah dibuat oleh produsen vaksin negara berkembang," ungkap Suri.

Fakta ini memperkuat tujuan DCVMN yang menghimpun 46 produsen dari 17 negara untuk memastikan bahwa negara-negara tersebut tidak tergantung pasokan dari negara lain, terutama dalam menghadapi keadaan darurat kesehatan publik di masa depan.

Peran Bio Farma sebagai co-host DCVMN AGM ke-26 ini diharapkan menjadi momentum emas untuk memperkuat networking, menangkap isu inovasi dan pendanaan, demi mewujudkan visi negara berkembang yang tidak terlalu bergantung pada pihak lain untuk kebutuhan vaksin esensial.

Direktur Utama Bio Farma, Shadiq Akasya, menyatakan bahwa pertemuan ini sangat strategis.

Produk Bio Farma saat ini sudah digunakan di lebih dari 150 negara dan telah mendapat standar kualifikasi WHO.

"Untuk ke depan kami juga akan terus melakukan networking dengan anggota daripada negara-negara ataupun perusahaan-perusahaan, sehingga kita bisa meningkatkan improvement dari kemampuan untuk di internal Biofarma dan tentunya ini akan membawa tingkat ketahanan kesehatan nasional untuk juga menuju pada ketahanan kesehatan global," kata Shadiq.

Senada, CEO Coalition for Epidemic Preparedness Innovations (CEPI), Richard Hatchett, memuji penyelenggaraan di Indonesia yang menjadi momen transformasional dalam hal negara-negara maju dan mengambil kedaulatan mereka sendiri serta membangun otonomi mereka dalam swasembada vaksin. 

"Saya pikir sangat tepat bahwa Rapat Umum Tahunan ke-26 diadakan di sini, di Indonesia," tutup Hatchett.

Pertemuan DCVMN AGM ke-26 di Bali ini diharapkan menjadi momentum untuk merancang masa depan keamanan vaksin bersama, dengan fokus pada inovasi, funding, dan kolaborasi yang lebih kuat antar negara. (*) 

 


 

Sumber: Tribun Bali
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved