Penembakan di Badung

Saksi Kunci Ini Ungkap Kondisi Korban dan TKP di Sidang Kasus Penembakan WNA Australia di Bali

Sebanyak tujuh saksi dihadirkan dalam lanjutan persidangan kasus pembunuhan yang menewaskan warga negara asing (WNA) asal Australia, Zivan Radmanovic

Penulis: Adrian Amurwonegoro | Editor: Ady Sucipto
Istimewa
JALANNYA SIDANG - Sidang dengan agenda keterangan saksi penembakan WNA Australia di PN Denpasar, pada Senin (3/11). 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Sebanyak tujuh saksi dihadirkan dalam lanjutan persidangan kasus pembunuhan yang menewaskan warga negara asing (WNA) asal Australia, Zivan Radmanovic dan melukai rekannya, Sanar Ghanim.

Sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Denpasar, pada Senin (3/11/2025) ini dengan agenda pembuktian dari saksi kunci dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Badung.

Ketiga terdakwa Mevlut Coskun (22), Paea I Midelmore Tupou (26), dan Darcy Francesco Jenson (27) dihadapkan ke muka persidangan dengan pengawalan ketat aparat kepolisian, kendaraan taktis kepolisian pun disiagakan di pengadilan.

Baca juga: PENGAMANAN Maksimum Sidang 3 WNA Australia di Denpasar, Polisi Siapkan 146 Personel Gabungan

Keterangan para saksi mulai dari pemilik vila tempat kejadian perkara (TKP) hingga pengemudi ojek online yang melayani terdakwa secara perlahan menguak kronologi dan keterlibatan para pelaku.

Saksi pertama yang memberikan keterangan adalah Made Agus Yuantra, pemilik vila Casa Santisya, Jalan Pantai Munggu Seseh, Mengwi, Badung, yang menjadi lokasi penembakan.

Di hadapan majelis hakim, Agus menerangkan bahwa ia menyewakan Vila Nomor 1 kepada korban Sanar Ghanim sejak Januari 2025 dengan kontrak tiga tahun.

Agus mengaku baru mengetahui bahwa ada lima orang yang menghuni vila tersebut, termasuk Sanar, saat ia menggelar upacara Melaspas.

“Suatu hari saya gedor pintunya kebetulan hari itu ada upacara melaspas, saya gedor akhirnya mereka bangun, saya lihat ada lima orang, lalu saya lakukan upacara pemelaspasan,” ungkapnya.

Peristiwa mencekam itu diketahui Agus pada Sabtu, 14 Juli 2025, sekitar pukul 00.26 Wita, setelah mendapat telepon dari tetangga korban, Aldo.

Ia pun langsung menghubungi kenalannya di kepolisian sebelum tiba di lokasi.

Setibanya di TKP, sekitar pukul 00.45 Wita, Agus mendapati Sanar Ghanim sudah berada di depan pintu sambil memegangi kakinya yang berdarah.

Ia juga melihat istri Zivan, Jazmyn, dan seorang pria botak. Kondisi pintu gerbang vila tampak kacau, daun pintu bolong, dan engselnya lepas. 

Agus juga membenarkan temuan palu yang berjarak 1,5 meter dari pintu, yang kemudian ditunjukkan JPU sebagai barang bukti.

Disinggung soal kondisi vila, Agus hanya melihat kerusakan dari luar. 

“Saya lihat dari luar pintu yang dijebol, ada bekas peluru (pada kaca), saya cuma dengar dari orang lain, kaca kamar mandi katanya pecah,” tuturnya. 

Baca juga: Pengamanan Super Ketat Iringi Sidang Perdana Tiga Gangster Australia di PN Denpasar

Belakangan ia baru mengetahui bahwa Zivan Radmanovic meninggal dunia akibat insiden tersebut.

Kesaksian yang paling menguatkan dugaan keterlibatan terdakwa Paea I Midelmore Tupou datang dari saksi Gede Putu Aldo Puja Wiranata, yang tinggal tepat di seberang TKP. 

Aldo menceritakan ia terbangun sekitar pukul 00.15 Wita karena mendengar suara keras seperti bantingan dan pecahan kayu, diikuti suara tembakan bertubi-tubi.

“Saya kira teman saya yang marah atau tantrum, tapi saat dicek bukan. Lalu terdengar suara tembakan, dor-dor,” jelas Aldo.

Saat mengintip dari celah pintu, Aldo melihat sosok pria bertubuh besar mengenakan jaket ojek online berwarna gelap dan helm hitam.

Pria itu sempat berteriak dalam Bahasa Inggris, “I can’t start my bike,” saat motornya tidak bisa menyala.

“Saya lihat dia badannya besar, lebih besar dari motornya. Tidak seperti perawakan orang Indonesia. Dari matanya saja yang kelihatan karena pakai masker,” ujar Aldo.

Setelah motor menyala, pelaku langsung kabur. Aldo bergegas ke vila korban dan mendapati pintu hancur, kaca pecah, serta istri korban berteriak meminta tolong. 

Di persidangan, saat diminta memastikan sosok yang kabur dengan motor, Aldo menyebut suara pria itu sesuai dengan suara terdakwa Tupou ketika diminta mengucap frasa yang sama.

Tupou dan Mevlut Coskun memilih bungkam dan menyatakan tidak mengenal saksi atas keterangan ini.

Persidangan juga menghadirkan saksi yang menguatkan pergerakan terdakwa.

Putu Yuliana Eka Pratiwi, karyawan Toko Bangunan Sinar Harapan Pererenan, membenarkan bahwa palu barang bukti yang ditunjukkan JPU memang dijual di tokonya. 

“Benar, waktu itu ada WNA yang beli palu seperti ini. Saya yang jadi kasir tapi teman saya yang melayani,” ucapnya.

Sementara itu, dua karyawan Milenia Outlet Canggu, Fransiska dan Nyoman Tri Lebih, menguak pembelian pakaian oleh Tupou.

Nyoman Tri menyebut WNA bertubuh besar bertato itu datang bersama seorang WNI dan membeli celana oranye, jaket parasut, dan hoodie hijau neon, serta mencoba pakaian ukuran jumbo.

“Yang beli itu (sambil menunjuk Tupou),” kata Nyoman Tri. 

Fransiska selaku kasir mengonfirmasi bahwa ukuran yang dibeli adalah 4XL.

“Terdakwa waktu itu pakai celana pendek dan jaket, saya masih ingat karena badannya besar dan ada tato di tangan dan kakinya,” tambahnya. 

Baca juga: 2 Pencopet Turis Australia Berhasil Ditangkap Polsek Kuta, Modus Pura-pura Minta Rokok

Terdakwa Tupou dan Coskun lagi-lagi memilih diam atas keterangan saksi toko.

Dua saksi terakhir, Kadek Putra Pratama dan Marselinus Wejo, yang berprofesi sebagai ojek online, mengaku mengenal terdakwa Mevlut Coskun dan Paea I Midelmore Tupou sebagai pelanggan yang mereka antar beberapa hari sebelum kejadian.

Pratama menuturkan, pada 10 Juni 2025, ia dan Marselinus mengantar dua WNA yang memperkenalkan diri dengan nama samaran Billy (Tupou) dan Tom (Mevlut Coskun) ke Kuta.

Pratama juga sempat mengantar Coskun melakukan tato pada 11 Juni 2025.

Usai tato, Coskun meminta diantar bertemu WNA lain di Jalan Semer, Kerobokan.

Di sana, Coskun menerima dua buah tas. Pratama membenarkan tas yang ditunjukkan JPU adalah tas yang diterima Coskun, dan dalam dakwaan disebut berisi senjata api yang dibawa para eksekutor.

Pratama juga mengungkapkan, pada 12 Juni 2025, ia sempat melihat jaket ojek online di kamar Vila Lotus tempat kedua terdakwa menginap.

Terdakwa lantas meminta dicarikan jaket ojol ukuran besar, double atau triple XL, untuk souvenir.

“Saya bantu carikan ke teman, lalu mereka bayar saya sekitar Rp600 ribu,” ujar Pratama yang sempat mengira kedua terdakwa sudah pulang ke negaranya.

Saksi Marselinus Wejo memberikan keterangan senada soal awal pertemuan dan mengantar Coskun belanja tas dan sandal.

"Saya diminta antar oleh WNA yang mengaku bernama Tom (Mevlut Coskun), saya antar dia belanja tas warna hitam dan sandal," ujar dia. (ian)

Terdakwa Beri Respon Pernyataan Saksi

Menanggapi keterangan para saksi tersebut, terdakwa Coskun dan Tupou membenarkan sebagian besar pernyataan, termasuk soal tato, pembelian tas, dan jaket ojek online. 

Akan tetapi, keduanya menyatakan tidak yakin terhadap keaslian jaket ojol yang dijadikan barang bukti.

Majelis hakim mencatat, dari tujuh saksi yang dihadirkan, tidak ada satu pun yang secara langsung mengenali terdakwa ketiga, Darcy Francesco Jenson. (ian)

 

 

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved