Terdata 470 Penderita HIV/AIDS di Klungkung, Kurang dari 10 Merupakan PNS
"Ada kok di Klungkung penderita HIV/AIDS dari kalangan PNS. Jumlahnya kurang dari 10 lah," ujar Sumanaya.
Penulis: Eka Mita Suputra | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
TRIBUN-BALI.COM, KLUNGKUNG - Penderita HIV di Klungkung berasal dari berbagai kalangan.
Bahkan kurang dari 10 penderita HIV di Klungkung berasal dari kalangan PNS.
Hal tersebut disampaikan Sekretaris KPA (Komisi Penanggulangan Aids) Klungkung, I Wayan Sumanaya seusai rapat kerja dengan Komisi III DPRD Klungkung, Bali.
"Ada kok di Klungkung penderita HIV/AIDS dari kalangan PNS. Jumlahnya kurang dari 10 lah," ujar Sumanaya.
Meskipun demikian, pihaknya menampik jika intansi berkembang menjadi salah satu "hotspot" penyebaran HIV di Klungkung.
Rata-rata kalangan PNS yang terjangkit HIV tersebut disebabkan karena memiliki kebiasaan menjadi pelanggan prostitusi.
"Kalangan PNS yang terjangkit HIV itu, sebagian besar laki-laki. Mereka terjangkit, karena menjadi pelanggan prostitusi," jelas Sumanaya.
Sementara terkait dengan ditutupnya lokasi prostitusi dan tempat hiburan malam di Klungkung, telah mampu mengurangi angka hotspot atau lokasi peredaran HIV/AIDS.
• Tahun 2020 Bali Dapat Jatah 10 KK dalam Program Transmigrasi ke Sulteng, Ini Proses dan Syaratnya
• Konglomerat Terkaya ke-8 di AS Ini Rela Habiskan Kekayaan Demi Singkirkan Donald Trump
"Jika dulu kami rutin membagikan kondom di hotspot seperti tempat prostitusi dan hiburan malam di Klungkung. Karena sudah tidak ada lagi, jadi di Klungkung tempat yang potensi penyebaran HIV/AIDS sudah berkurang. Atau memang tidak menutup kemungkinan berpindah ke daerah lain," jelasnya.
Saat ini jumlah penderita HIV dan AIDS di Klungkung yang terdata berjumlah sekitar 470 orang.
Namun dari jumlah itu, hanya kurang dari 10 persen yang mau melakukan pendampingan dengan KPA.
"Jumlah penderita HIV yang minta pendampingan ke kami (KPA), memang masih sangat minim. Bahkan kurang dari 10 persen," ungkap Sumanaya.
Alasannya masih masalah stigma negatif dari masyarakat kepada penderita HIV/AIDS.
• Insentif Sulinggih hingga Pekaseh di Denpasar Dianggarkan Rp 15 Miliar
• 227 Sulinggih di Denpasar Dapat Punia Masing-Masing Rp 2 Juta per Bulan
Mereka khawatir distigma negatif, jika masyarakat luas tahu mereka seorang ODHA.
Padahal pihak KPA selama ini sangat menghargai privasi dan kerahasiaan identitas para ODHA.
"Bahkan saat kami jemput untuk pendampingan, seorang penderita HIV/AIDS itu jarang mau dijemput di depan rumah. Paling mereka minta dijemput di depan swalayan atau di lokasi publik lainnya. Tapi kami sangat menghargai itu," uajr Sumanaya lagi. (*)