Anggota DPR RI Ketut Kariyasa Angkat Bicara Terkait Demo Penolakan Swab Test di Monumen Bajra Sandhi

Sejumlah massa melakukan aksi penolakan rapid dan swab test sebagai syarat administratif dan syarat perjalanan di seputaran Monumen Perjuangan Rakyat

Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
Tribun Bali/Ragil Armando
Foto I Ketut Kariyasa Adnyana 

Laporan Jurnalis Tribun Bali, I Wayan Sui Suadnyana

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Sejumlah massa melakukan aksi penolakan rapid dan swab test sebagai syarat administratif dan syarat perjalanan di seputaran Monumen Perjuangan Rakyat Bali Bajra Sandhi, Denpasar, Minggu (26/7/2020).

Bahkan di dalamnya juga terlibat musisi Superman Is Dead (SID), I Gede Ari Astina alias Jerinx dan beberapa musisi lainnya.

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), I Ketut Kariyasa Adnyana ikut bersuara terkait adanya aksi penolakan rapid dan swab test yang dilakukan oleh sejumlah massa di Bali.

Ia menyebut aksi yang dilakukan massa yang menyebut dirinya sebagai Masyarakat Nusantara Sehat (MANUSA) itu sebagai tindakan yang bodoh.

"Itu adalah tindakan yang sangat bodoh itu. Karena bagaimanapun ini kan sudah ada peraturan resmi Keputusan Presiden bagaimana standar untuk penanganan Covid-19 sudah jelas," kata Kariyasa Adnyana saat dihubungi Tribun Bali melalui sambungan telepon, Senin (27/7/2020) malam.

Pimpinan Tribun Bali Simakrama ke Wawali Denpasar, Ini Permintaan Pemkot Denpasar Terkait New Normal

Nasib Esemka Kini, Bak Pabrik Kosong, Tak Banyak Aktivitas, Hingga Karyawan Dirumahkan

Terlibat Kasus Penipuan Sertifikat Tanah, Ketua Koperasi Sedana Dituntut 3 Tahun Penjara

Menurut Kariyasa, apa yang menjadi kebijakan pemerintah sudah tentu berdasarkan hasil riset dari para ahli.

"Kalau saya mungkin percaya kalau orangnya itu adalah seorang ahli epidemiologi ataukah ahli di bidang kesehatan (yang) berbicara. Ini kan bukan seorang ahli berbicara," kata Kariyasa yang kini tengah duduk di Komisi IX DPR RI yang membidangi kesehatan dan ketenagakerjaan itu.

Baginya, aksi yang dilakukan tersebut justru sangat merugikan Bali sendiri sebagai daerah pariwisata yang tentu memprioritaskan keamanan.

Oleh karena itu, Kariyasa meminta jangan sampai orang Bali melakukan hal-hal di luar protokol kesehatan.

Kegiatan aksi penolakan rapid dan swab test tersebut dinilai olehnya telah melanggar aturan sehingga tidak bagus bagi keberadaan pariwisata Bali.

"Karena di Bali ini kita sudah pengen pariwisata ini normal dengan standar protokol yang ketat. Karena itu kan bagian dari pemulihan pariwisata itu sendiri," terangnya.

Rekomendasi PDIP Turun Pekan Ini untuk Pilkada Serentak Enam Daerah di Bali

Kisah Putu Puspawati Mendidik Anak Autis, Berubah Sedikit Saja Senangnya Luar Biasa

Cetak Hattrick, Immobile Ungguli Jumlah Gol Ronaldo, Berikut Ini Daftar Top Skor Liga Italia

Apalagi, sesuai hasil rapat pihaknya dengan kementerian dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), vaksin untuk Covid-19 ini diperkirakan baru diproduksi tahun depan dan saat ini masih dalam proses uji klinis.

Berangkat dari alasan tersebut maka protokol kesehatan harus diterapkan dalam upaya membuka pariwisata di Pulau Dewata.

Di sisi lain, masyarakat di Bali dinilai olehnya harus kompak dalam penerapan protokol kesehatan tersebut.

Apalagi hampir 70 persen masyarakat di Pulau Dewata yang bergantung dari sektor pariwisata.

"Kalau masih cukup lama nanti Bali seperti ini, akan parah betul ekonomi Bali. Makanya kita sebagai orang Bali jangan berbuat hal-hal yang di luar kapasitas atau keahlian kita. Biarkan orang-orang ahli yang berbicara, biarkan pemerintah. Pasti mereka sudah muali paham, karena sudah cukup lama Covid-19 ini," terangnya.

Karyasa menilai, pemerintah harus melakukan pendekatan dengan masyarakat yang menolak rapid dan swab test tersebut.

Namun apabila tidak berubah, maka pemerintah harus tegas kepada orang-orang tersebut, terlebih peraturannya mengenai sanksi hukumnya sudah ada.

Sebelum Tertimpa Longsor di Tabanan, Keluarga Ungkap Keseharian & Prilaku Tak Biasa Made Artana

Kisah Putu Puspawati Mendidik Anak Autis, Berubah Sedikit Saja Senangnya Luar Biasa

Kisah Puspawati Dirikan Yayasan Sehati Bali, Buat Anak Bisa Makan Sendiri Seperti Menamatkan Sarjana

Ia mengatakan, Jerinx sebagai public figure yang opininya bakal ditanggapi oleh banyak orang seharusnya berhati-hati dalam membuat pernyataan, karena hak tersebut akan sangat berpengaruh terhadap kebijakan.

Apalagi saat ini sedang Bali berusaha memulihkan diri agar pariwisata dapat kembali berjalan normal.

Sebelumnya, Korlap aksi Made Krisna Dinata mengatakan, aksi yang diikuti ratusan peserta ini dilakukan dengan "berolahraga bareng" guna mengkritisi adanya kebijakan rapid dan swab test sebagai syarat administrasi.

"Kita mengedukasi agar masyarakat itu tahu dan juga mengkritisi kebijakan pemerintah yang menyematkan rapid test dan swab test sebagai syarat administrasi," kata Krisna Dinata saat ditemui awak media sebelum aksi.

Krisna menyebutkan, ada beberapa dokter, ahli dan rumah sakit yang menjelaskan bahwa rapid dan swab test tidak berguna dan tidak bisa dijadikan untuk mendeteksi virus.

Bek Bali United Leonard Tupamahu Jalani Swab Test, Rasanya Sedikit Perih, Berharap Hasilnya Negatif

Dibuka untuk 227 Orang, Berikut Syarat Penerimaan Calon Bintara PK TNI AD TA 2020 Kodam IX/Udayana

Dalam pernyataan sikapnya, Krisna mengutip pernyataan dari Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik dan Kedokteran Laboratorium Indonesia (PDS PatKLIn).

Dinyatakan oleh PDS PatKLIn bahwa pemeriksaan swab tes negatif maupun rapid test non-reaktif tidak menjamin seseorang terpapar Covid-19.

Pernyataan tersebut disampaikan melalui surat nomor 166/PP-PATKLIN/VII/2020 tertanggal 6 Juli 2020 yang disampaikan kepada Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.

Dikutip pula pernyataan dari Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) melalui surat edaran nomor 735/1B1/PP.PERSI.IV/2020 perihal larangan dalam promosi layanan rumah sakit tertanggal 24 April 2020.

Dalam surat edaran itu, PERSI menyampaikan agar tidak menjadikan pelayanan pemeriksaan rapid test screening covid-19 sebagai persyaratan untuk pasien dapat dilayani oleh pihak rumah sakit dan biaya pemeriksaannya dibebankan pada pasien.

Karena hal ini bersifat menyesatkan, memaksa dan melanggar hak-hak pasien.

Tak hanya itu, pihaknya juga mengutip pendapat ahli Epidemiologi Universitas Indonesia, Pandu Riono dalam pemberitaan di media massa.

Pandu menyampaikan bahwa rapid test sangat tidak akurat, tidak bisa mendeteksi Covid-19 dengan baik sehingga hanya membuang-buang uang negara.

Ahli Virologi Indor Cahyono juga menyampaikan bahwa rapid test tergolong tidak akurat karena metode ini hanya digunakan untuk screening awal virus corona saja.

Pakar Biologi Mulekuler Ahmad Utomo juga dikutip dalam pernyataan sikap tersebut yang menyampaikan bahwa rapid test adalah metode yang dinilai kurang efektif dalam membatasi penyebaran Covid-19 karena hanya bisa mendeteksi antibodi.

Dari berbagai pendapat tersebut, Krisna menuding bahwa kebijakan rapid test dan swab tidak tepat digunakan untuk syarat administrasi, baik itu dalam perjalanan maupun berwirausaha.

Kebijakan yang dimaksud yakni syarat rapid test pada program sertifikasi tatanan kehidupan era baru atau new normal yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali.

Krisna memaparkan, kebijakan tersebut diawali dengan diterbitkannya surat edaran dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali nomor 443.33/6463/P2P/2020 tentang rapid test bagi pelaku perjalanan.

Selanjutnya, Dinas Pariwisata Provinsi Bali juga mengeluarkan kebijakan rapid test dengan biaya mandiri sebagai salah satu syarat perusahaan pariwisata mendapatkan sertifikasi penerapan protokol kesehatan.

Syarat rapid test ini tertuang dalam surat Dinas Pariwisata Provinsi Bali nomor 556/2782/IV/Dispar tentang sertifikat tatanan kehidupan era baru.

Kebijakan rapid test juga diperkuat oleh Gubernur Bali melalui surat edaran nomor 3355 tahun 2020 tentang tatanan kehidupan era baru tertanggal 5 Juli 2020. Dalam surat tersebut intinya mewajibkan rapid test dilakukan untuk penghuni indekos, vila, kontrakan atau mess. Hal yang sama juga berlaku untuk pengelola destinasi wisata, wisata perjalanan, hotel, restoran dan pasar tradisional.

Di sisi lain, pihaknya juga menyatakan bahwa Ombusmand RI memperhatikan diterapkannya rapid test non-reaktif sebagai syarat berpergian telah dijadikan sebagai ladang bisnis.

Ombusmand juga menegaskan swab maupun rapid test jangan dijadikan syarat karena itu merupakan penyalahgunaan.

"Sehingga kebijakan Pemprov Bali yang mewajibkan hasil rapid test dan/atau swab test sebagai syarat administrasi sertifikasi tata kehidupan era baru atau New Normal serta syarat perjalanan, merupakan bentuk bisnis yang berkedok kesehatan," tulisnya dalam pernyataan sikap tersebut.

Di sisi lain, massa menilai kebijakan yang tepat justru diambil oleh Gubernur Nusa Tenggara Timur yang menyatakan bahwa masyarakat pengguna jasa transportasi/pelaku perjalanan yang akan melakukan perjalanan darat, laut, maupun udara diperbolehkan melakukan perjalanan tanpa memerlukan dokumen-dokumen terkait dengan kesehatan bebas Covid-19 serta hasil rapid test dan swab.

Pernyataan tersebut terdapat dalam surat edaran Gubernur Nusa Tenggara Timur nomor BU550/08/DISHUB/2020 tentang Bebas Dokumen Kesehatan/Bebas Covid-19 Bagi Pelaku Usaha.

"Seharusnya Pemprov Bali menjadikan kebijakan Gubernur NTT sebagai contoh implementasi new normal yang tepat. Bukannya malah membebani rakyat dengan kewajiban yang tidak efektif seperti kebijakan melakukan rapid test sebagai syarat administrasi sertifikasi tatanan kehidupan era baru atau new normal serta syarat perjalanan," imbuhnya. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved