Berita Bali
MDA Bali Beberkan Alasan Penutupan Ashram Khrisna Balarama, Singgung Sampradaya Non Dresta Bali
MDA Bali Beberkan Alasan Penutupan Ashram Khrisna Balarama, Singgung Sampradaya Non Dresta Bali
Penulis: Ni Luh Putu Wahyuni Sari | Editor: Widyartha Suryawan
Non Dresta Hindu Bali
Diberitakan sebelumnya, Prajuru Desa Adat Kesiman menertibkan kegiatan di Ashram Sri Krishna Balarama Mandir yang diduga menyimpang dan melakukan kegiatan sampradaya non dresta Hindu Bali.
“Desa Adat Kesiman ini adalah desa adat tua, yang punya dresta, punya tatanan terkait dengan adat budaya dan tradisi Hindu di Bali,” kata Bendesa Adat Kesiman, I Ketut Wisna kepada Tribun Bali, Senin 19 April 2021.
Dijelaskan, sudah sejak lama prajuru di Desa Adat Kesiman telah memantau aktivitas ashram di Padang Galak tersebut.
“Nah makanya secara dasar hukumnya, bahwa Hare Krishna ini kan dilarang sesuai keputusan kejaksaan agung tahun 84 itu. Kemudian secara aturan dari keputusan bersama PHDI dan MDA juga. Itulah yang kami jadikan dasar melakukan pengawasan atau pemantauan,” tegasnya.

Secara spesifik lagi, di Desa Adat Kesiman memiliki aturan yang tegas bahwa krama tamiu (tamu) di wewidangan (wilayah) Kesiman harus mengikuti aturan dan dresta yang ada.
Bahkan krama yang sudah tinggal lama di wewidangan Kesiman, juga harus mengikuti dresta atau aturan desa adat.
“Setelah kami cek ke sana kemarin, jangankan warga Kesiman, warga Denpasar saja tidak ada di sana (di ashram),” ucapnya.
“Identitas masyarakat dinas tidak ada, apalagi adat, sudah jelas tidak ada juga,” tegasnya.
Baca juga: Diduga Gelar Kegiatan Menyimpang dari Dresta Hindu Bali, Ashram di Desa Alasangker Buleleng Ditutup
Tak hanya di Kesiman, penutupan ashram juga terjadi di Desa Alasangaker, Kecamatan/Kabupaten Buleleng, Bali, Rabu 28 April 2021.
Penutupan tersebut dilakukan oleh prajuru desa adat, dan kepala desa setempat.
Penutupan ini dilakukan lantaran pihaknya merasa kegiatan agama yang dilakukan di Ashram tersebut menyimpang dari dresta Hindu Bali.
Perbekel Desa Alasangaker, Wayan Sitama mengatakan, saat melakukan penutupan, pihaknya sempat bertemu dengan pengurus ashram tersebut.
Bahkan penutupan ini juga dihadiri oleh Majelis Desa Adat (MDA) Buleleng dan PHDI Buleleng.
Sebelum melakukan penutupan, Sitama mengaku sempat memberikan pemahaman kepada pengurus ashram tersebut, bahwasanya sebagian masyarakat Bali saat ini cukup sensitif dengan adanya kegiatan sampradaya non dresta Hindu Bali.
"Kami bertemu dengan pengurusnya baik-baik. Saya sampaikan kepada pengurusnya bahwa kami menjaga situasi di desa ini biar aman. Jangan sampai nanti ada kelompok masyarakat dari luar desa datang ke desa kami, marah-marah karena adanya ashram ini. Saya sebagai orangtua di desa mengambil sikap persuasif agar jangan sampai terjadi keributan. Akhirnya MDA, PHDI dan Kelian Desa Adat sepakat untuk menutup aktivitas di ashram tersebut," katanya. (sar/ask/rtu)